Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Imam Syafi’i: Kujadikan Telunjuk Kananku Sebagai Pena dan Tangan Kiriku Sebagai Bukunya

Darunnajah.com, Tetiba pandangan mata tertuju pada sebuah postingan dengan judul “Menimba Ilmu Kepada Para Ulama”. Terpampang sebuah gambar seorang ulama yang sedang duduk di suatu majlis dengan para muridnya sedang duduk menuntut ilmu. Ada Sesuatu yang menarik dan tak bosan-bosan untuk membahasnya yaitu tentang menuntut ilmu.

Berbicara menuntut ilmu, tentunya sudah banyak contoh yang dapat kita ambil keteladanannya dari para ulama dan tokoh besar di negeri ini yang yang menginspirasi kita.

Seperti BJ Habibi dengan karya pesawat terbangnya, namun tahukah kita bahwa dahulu telah lahir ulama-ulama besar dari bumi nusantara yang berasal dari berbagai daerah seperti Syaikh Nawawi Al Minangkabawi dari Sumatera, Syaikh Ar Raniri dari Aceh, Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari dari Kalimantan, Syaikh Rahman Al Batawi dari Jakarta, dan masih banyak lagi.

Ketika membaca nama-nama ulama besar tersebut, pikiran ini seolah diajak menerawang ke masa lalu, mengingat kisah para ulama yang gigih menuntut ilmu nun jauh di negeri orang. Berbulan bulan lamanya menempuh perjalanan dengan kapal laut dengan segala resikonya, meninggalkan keluarga dan kampung halaman tercinta demi satu tujuan menuntut ilmu.

Adapula kisah para ulama perawi hadits yang rela berkorban harta, bahkan waktu dan tenaga menempuh perjalanan yang cukup jauh hanya untuk mengejar satu buah hadits yang shoheh. Kisah Imam Syafi’i pun sangat menginspirasi kita walaupun terjadi ratusan tahun lalu.

Bagaimana Imam Syafi’i kecil dan yatim saat itu diajak oleh ibunya ke Madinah untuk mengikuti pengajian hadits Al Muwatho kepada Imam Malik.

Dalam kondisi miskin membuat ibunya tak bisa membelikan sebuah pena, sehingga beliau menggunakan telunjuk kanannya sebagai pena setelah ditempelkan di lidahnya dan menjadikan tangan kirinya sebagai buku.

Melihat kondisi tersebut Imam Malik merasa terganggu dan memanggilnya “lebih baik kamu pulang saja, kamu melakukan perbuatan yang sia-sia”

Kemudian Imam Syafi’i kecil menjawab” aku tidak melakukan perbuatan yang sia-sia” sanggahnya

“lalu mengapa setiap aku menyampaikan pelajaran, engkau selalu mencolek lidah dengan telunjukmu, bukankah itu pebuatan sia-sia”. Ungkap Imam Malik.

‘wahai imam, aku adalah anak yatim yang miskin, ibuku tidak mampu membelikanku pena, sehingga aku tulis seluruh hadits yang kau sampaikan dengan telunjukku dan tangan kiriku ini kujadikan bukunya”, kembali Imam Syafi’i berargumen.

Imam Malik terkejut sekaligus terperngah, “kalau begitu sebutkan hadits-hadits yang telah aku sampaikan!”.

Tanpa diduga, ternyata Imam Syafi’i mampu menyebutkan seluruh hadits dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Imam Malik tanpa ada yang kurang sedikitpun.

Sebuah kesugguhan dan totalitas dalam menuntut ilmu yang dicontohkan para ulama terdahulu sehingga menghasilkan sebuah peninggalan kitab-kitab atau buku-buku yang menjadi rujukan umat islam saat ini dalam menuntut ilmu dan menggali sejarah.

Tumbuhkan motivasi dalam diri untuk selalu bersemangat menuntut ilmu, tidak hanya diam namun kejar selagi bisa dan mampu.

Pendaftaran Santri Baru