Shalat Subuh dan juga Shalat Fajar seringkali kita dengar ataupun lihat di forum ataupun artikel islami, khususnya seorang muslim, bahkan non-muslim pun memakai nama tersebut untuk menunjukkan waktu pagi saat masih gelap.
Sebagai muslim yang diwajibkan melaksanakan shalat di waktu tersebut, kita sering menggunakan subuh dibanding fajar.
Lalu, apakah kata fajar kurang tepat? Sehingga kita lebih sering menggunakan kata subuh? Misal, “Shalat subuh, yuk!”, jarang kita mendengar, “Shalat fajar, yuk!”
Keduanya benar, tidak ada yang salah. Lalu, dari mana dua nama itu muncul?
Pertama, shalat fajar, adalah Allah sendiri yang menyebutnya dengan nama tersebut sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 78;
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
Kedua, shalat subuh, yang memberikan nama ini adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Selain dua nama yang telah kita sebutkan di atas, ternyata masih ada lho nama lain, bahkan ada dan disebut dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apa nama itu?
Ketika Allah dan rasul-Nya menamai fajar dan subuh, apakah ada nama selain dari dua nama tersebut? Jawabannya ada, al-Ghadat (الغداة). Secara etimologi arti kata tersebut adalah waktu antara fajar hingga terbitnya matahari.
Para Ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat dalam bolehnya menggunakan nama tersebut. Dalam masalah ini ada dua pendapat, pertama boleh (mubah), kedua makruh. Dan pendapat pertama lebih kuat.
Imam Syafi’i ra. berkata: “Allah menamainya fajar, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menamainya subuh. Karena itu, aku lebih senang menggunakan dua nama tersebut dibanding nama yang lain.”
Pendapat ini ditulis oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (juz ke-5 hal. 11).
Ditulis oleh Earvan Dzul Fahmi Ahda, Alumni Universitas Islam Madinah dan Guru Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta