Kehidupan santri di pesantren terus berdenyut selama 24 jam, siang dan malam setiap gerak santri telah diatur sedemikian rupa menjadi sebuah rutinitas yang akan membentuk karakter mereka. Dentang bel di pagi hari menjadi awal mereka memulai aktifitas dan saat matahari telah kembali keperaduannya bel pun kembali berbunyi menandai segala aktifitas berhenti memberikan kesempatan bagi raga untuk beristirahat.
Beragam kegiatan santri terlaksanan dengan tertib dan teratur tanpa berbenturan dengan tempat dan waktu, itu menandakan bahwa seluruh kegiatan santri telah disusun terencana. Konsep dan ide yang telah dituangkan dalam sebuah buku program kerja inilah yang menjadi rujukan para santri untuk menjalankan segala aktifitasnya.
Disinilah peran organisasi dalam mengatur kehidupan santri di asrama, para santri senior yang telah mendapatkan mandat untuk menjadi pengurus diharapkan mampu memimpin dan membimbing para juniornya menjalankan segala aktifitasnya sesuai dengan tujuan Pendidikan pesantren yaitu menumbuhkan jiwa ikhlas, jiwa sederhana, jiwa mandiri, jiwa ukhuwah, dan jiwa bebas merdeka.
Ada yang menarik dalam menentukan seorang ketua untuk menjadi pemimpin organisasi santri di Pondok Pesantren Darunnajah. Dalam pemilihan calon ketua organisasi santri, setiap konsulat (daerah asal santri) seperti DKI Jakarta, Parahyangan, Sumatera, Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur, Tangerang, Indonesia Timur dll mengajukan kandidat terbaiknya untuk menjadi orang nomor 1 di organisasi santri. Selanjutnya akan terpilih 5 orang kandidat terbaik yang akan menjalani tahap terakhir untuk menjadi ketua organisasi.
Fit and proper test adalah tahap terakhir untuk memilih yang terbaik dari 5 kandidiat ini. Rangkaian uji kelayakan dan kepantasan ini dilakukan oleh beberapa ustadz dari pengasuhan santri, guru senior dan pimpinan pesantren. Rangkaian proses ini dimaksudkan untuk memastikan calon pemimpin organisasi santri ini memiliki kompetensi untuk memimpin dianataranya adalah Jujur, amanah, antusias, dan komunikatif.
Menurut Dahlan Iskan, mantan meneg BUMN mengatakah bahwa pemimpin memerlukan dua hal yaitu kejujuran dan jiwa antusias. Kejujuran adalah dasarnya, sedang antusiaslah yang akan menentukan keberhasilan, karena untuk suskses harus melewati berbagai tantangan berat yang seringkali membuat ciut nyali kemudian layu bila tidak ada jiwa antusias.
Menjadi pemimpin bagi seorang santri adalah sebuah siklus hidup yang harus dilewati ketika tinggal di sebuah pesantren. “Siap dipimpin dan siap memimpin” menjadi sebuah slogan yang tertanam dalam jiwa, dimana dalam tiga tahun pertama pada tingkat tsanawiyah para santri siap dipimpin oleh para santri senior untuk diasuh, digembleng, dan digerakkan mengikuti berbagai macam kegiatan yang akan menempa para santri untuk menjadi pribadi yang unggul
Pada 3 tahun selanjutnya para santri menjadi siap memimpin ketika menginjak tingkat Aliyah, yang tadinya dipimpin kini mereka mempimpin. Sebuah siklus yang indah dimana regenerasi dalam organisasi terus berjalan melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang akan selalu menghidupkan denyut nadi kehidupan santri di pondok pesantren.
“Apa yang kau lihat, apa yang kau dengar dan apa yang kau rasakan di pesantren itulah pelajara” sebuah ungkapan yang sarat makna. Segala aktifitas di pesantren selalu terselip pelajaran berharga bagi para santri yang kadang tidak disadarinya namun akan membentuk jiwa serta karakter mereka (hidden curriculum) yang menjadi unggulan di setiap pesantren./awaludin ahmad