Sabtu (22/08/2020) Setelah membaca artikel sebelumnya kita bisa mengatakan bahwa peradaban Islam sangat memperhatikan kesehatan, khususnya dalam bidang pencegahan penyakit.
Pencegahan Penyakit atau Kesehatan Masyarakat pada masa ini menjadi perhatian bagi berbagai negara di dunia, serta menjadi salah satu bagian penting dan ilmu terapan dari ilmu kedokteran secara umum.
Sejarah yang telah dibahas bukan hanya membahas hal-hal yang terdahulu, akan tetapi memberikan pelajaran kepada zaman sekarang untuk membangun masa depan.
Oleh karena itu pencegahan penyakit akan terus berkembang sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan oleh manusia dari masa ke masa.
Penyuluhan-penyuluhan kesehatan di zaman dahulu membuktikan bahwa makanan, kebersihan, lingkungan, memiliki hubungan dengan penguatan kesehatan manusia.
Prinsip-prinsip utama diatas akan terus berlanjut dalam pencegahan penyakit di masa yang akan datang
Para Ilmuwan Muslim di masa dahulu juga telah membuktikan urgensi Riset Ilmiah untuk mengetahui penyebab penyebaran penyakit.
Pencegahan penyakit di masa yang akan datang ini dipengaruhi oleh teknologi informasi, apalagi kita di masa Revolusi Industri 4.0 dimana dibutuhkannya big data, kecerdasan buatan, bioteknologi dan energi terbarukan, dll.
Pencegahan penyakit akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh Revolusi Informasi yang besar, untuk mendapatkan manfaat dalam bidang kesehatan yang lebih besar, seperti keamanan makanan, udara, sumber air bersih.
Bagaimana melayani pasien yang terdapat bahaya dalam sisi kesehatan, serta memprediksi permasalahan-permasalahan kesehatan yang mungkin saja akan ada pandemi baru di masa yang akan datang.
Memperbaiki big data pada media sosial untuk mengetahui kemampuan strategi pencegahan dan pelayanan kesehatan primer.
Setiap penyakit ada penyebabnya, dan kita diminta untuk mengetahui penyebab-penyebab penyakit tersebut serta cara untuk mencegahnya dan ini tidak menafikan kesempurnaan tauhid.
Adapun yang menafikan tauhid adalah keyakinan bahwa sebab-sebab penyakit ini adalah dari satu hal tersebut (bukan atas izin Allah).
Manusia harus meyakini bahwa Allah lah dengan kehendak-Nya terjadi penyakit tersebut, maka diharuskan bertawakkal dan bersandar kepada-Nya, berikhtiar dengan melakukan protokol kesehatan kemudian menyerahkan semuanya kepada Allah.
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر، ولا نوء ولا غول، ويعجبني الفأل (رواه مسلم)
Dari Nabi ﷺ, bahwasanya beliau bersabda: “Tidak ada ‘Adwa (penyakit menular), tidak Thiyaroh (merasa sial), tidak ada Haamah (burung hantu), tidak ada Nau (ramalan bintang/zodiak), tidak ada Ghaul (nama jin), dan aku menyukai al-Fa’l (optimis)” (HR. Muslim)
Maksud daripada tidak ada ‘adwa (penyakit menular) adalah, tidak ada penyakit yang bisa menular sendirinya, kecuali atas izin Allah.
Perlu ikhtiar dan upaya agar tidak terkena penyakit, sebagaimana Rasulullah ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar menjauh dari orang yang terkena penyakit kusta agar tidak tertular.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فر من المجذوم فرارك من الأسد (رواه البخاري)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Menjauhlah dari dari kusta, sebagaimana menjauhnya engkau dari singa.” (HR. Bukhari)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يورد ممرض على مصح (متفق عليه)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah mencampurkan (unta) yang sakit ke yang sehat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis diatas menyatakan agar yang sakit jangan dicampur dengan yang sehat, karena yang sakit akan bisa menularkan penyakit kepada yang sehat. Rasulullah ﷺ pun menolak bersalaman ketika baiat dengan tangan orang yang sedang sakit kusta.
عن عمرو بن الشريد، عن أبيه، قال: كان في وفد ثقيف رجل مجذوم، فأرسل إليه النبي صلى الله عليه وسلم: إنا قد بايعتك فارجع (رواه مسلم)
“Dari ‘Amr bin Asy Syarid dari bapaknya dia berkata: “Dalam delegasi Tsaqif (yang akan dibaiat Rasulullah ﷺ) terdapat seorang laki-laki berpenyakit kusta/lepra. Rasulullah ﷺ pun mengirim seorang utusan supaya mengatakan kepadanya: “Kami telah menerima baiat Anda. Karena itu Anda boleh pulang.” (H.R. Muslim)
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Faidah dari Dr. Wafa binti Zubn ar-Ruhaili, Assistant Professor bidang Sejarah, Wakil Rektor bidang Pasca sarjana dan Riset Ilmiah Universitas Jeddah, pada Forum Yayasan Riset dan Arsip Raja Abdul Aziz, 28 Mei 2020.
Ditulis oleh Imam Khairul Annas, Guru Pondok Pesantren Darunnajah, Alumni Universitas Islam Madinah.