Ketika membahas soal isu kesetaraan gender, hendaknya kita tidak melupakan bahwa Adam adalah manusia yang diciptakan pertama kemudian Hawa diciptakan untuknya. Tentu ada keistimewaan tersendiri pada tiap-tiap jenis ini. Atas dasar keistimewaan inilah Allah memberikan tugas kepada masing-masing keduanya, yaitu mengatur secara lazim untuk mewujudkan tugas sebagai khalifah dimuka bumi ini. Dengan kata lain, meletakkan orang yang tepat di posisi yang tepat.
Kita sebagai perempuan semua mendapat kesempatan yang setara untuk mendapat kesempurnaan materi dan moral. Allah berfirman :
“Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Q.S. At-Thur:21)
telah jelas dari ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kewajiban terhadap tugas berdasarkan fitrahnya sebagai seorang perempuan. Tidak perlu mengejar jauh-jauh berupaya untuk mendapatkan suatu jabatan dalam urusan negara.
“Tidak adakan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita.” (HR. Bukhari).
Karena Allah telah memberi tugas dan kewajiban kepemimpinan tersebut kepada laki-laki. Sedangkan kewajiban seorang perempuan menjadi seorang istri yang mengatur dan mengelola urusan rumah tangga serta menjadi pendidik bagi generasi-generasi pejuang peradaban Islam dari tangannya.
Apakah bisa? tentu saja jadikan ilmu yang kita raih selama ini diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terlebih sebagai perempuan yang juga ibu yang harus mendidik anak-anaknya. Belajarlah dari sosok perempuan hebat seperti ibu Imam Syafi’i. Beliau membawa Syafi’i kecil berhijrah dari Gaza menuju mekkah. Di Mekkah ia mempelajari Al qur’an hingga berhasil memghafalnya di usia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirimnya ke pedesaan yang bahasa arabnya masih murni, Sehingga bahasa arab pemuda Quraisy tertata dan fasih. Dengan petunjuk Allah dengan kecerdasan dan pemahamannya pada usia 15 tahun, Imam Syafi’i diizinkan berfatwa oleh Imam Malik. Ayah Imam Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik dan memperhatikannya hingga beliau menjadi imam besar.
Laki-laki diciptakan oleh Allah sebagai qowwam atas perempuan karena hal itu merupakan anugerah, yaitu berkenaan dengan karakteristik tubuh, akal, dan emosi yang membedakan laki-laki atas perempuan. Dan juga dikarenakan pencaharian, yaitu laki-laki dituntut menafkahi perempuan dan bertanggung jawab atas istrinya. Dengan demikian laki-laki memiliki tugas yang lebih besar sehingga dia diberikan karakteristik yang sesuai dengan besarnya tanggung jawab yang dibebani.
Nabi pernah berkata kepada Asma’ binti Yazid bin as-Sakan, seorang delegasi dari kaum perempuan berkata tentang beberapa pekerjaan yang membuat seorang laki-laki lebih utama atas perempuan, “pahamilah wahai perempuan, dan ajarkanlah pada para perempuan di belakangmu. Sesungguhnya amal perempuan bagi suaminya, meminta keridhaan suaminya, mengikuti apa yang disetujui suaminya setara dengan amal yang dikerjakan oleh kaum lelaki seluruhnya.” (HR al-Bazzar dan Ath-Thabrani).
Betapa Islam telah memberikan porsi yang seimbang terhadap kaum perempuan tanpa ada sedikitpun sisi yang merendahkannya. Perempuan hanya memperoleh kemuliaan hakiki dengan penerapan sistem Islam.
(Santri Tv/Rafi)