Setelah mengunjungi fasilitas publik, pada hari berikutnya para Pimpinan Pondok Pesantren yang mengikuti program Social and Cultural Visit to Australia mengadakan pertemuan dengan beberapa akademisi dari Kampus Monash dan Melbourne University. Sesi pertemuan pertama, mereka mengadakan dialog dengan seorang dosen Monash University, Dr. Paul Thomas, bertugas sebagai Koordinator Studi Keindonesiaan di bawah Fakultas Seni (Faculty of Arts). Ia menjelaskan secara detail tentang pentingnya hubungan pemerintah Australia dan Indonesia. Kerjasama ini direalisasikan sejak tahun 1961 dengan diberikannya kesempatan mahasiwa Indonesia untuk belajar di negeri kanguru ini. Hal ini juga diwujudkan dengan adanya jurusan Bahasa Indonesia di kampus tersebut bagi para mahasiswa Australia. Secara geografis, kedekatan negara Indonesia dengan Australia menjadi latar belakang untuk menguatkan relasi, baik di tingkat negara maupun masyarakat. Hal lain juga dipertegas oleh Dr. Jemma Purdey, juga salah satu dosen dari Monash University, yang menjadi koordinator program ReelOZInd!, sebuah program kompetisi lomba film pendek bagi masyarakat Australia dan Indonesia. Kegiatan ini disponsori langsung oleh pemerintah Australia. Dr Jemma dalam pertemuan dengan para Pimpinan Pesantren menjelaskan, bahwa program ini adalah wadah untuk menjalin hubungan masyarakat Indonesia dan Australia yang dilakukan di tingkat akar rumput dengan pendekatan budaya. Ada beberapa sekolah dan pesantren yang sudah berpartisipasi dalam lomba ini. Film yang hanya berdurasi 30 detik – 10 menit dengan tema tertentu, akan dinilai dan diapresiasi oleh panitia dan diberikan penghargaan hadiah berupa sejumlah uang cash dan undangan ke Melbourne.
Pada kesempatan berikutnya, para Kiai Pesantren juga mengadakan dialog dengan Prof. Dr. Abdullah Said, salah seorang dosen Islamic Studies di Melbourne University. Beliau menjelaskan bagaimana perkembangan Studi Islam di dunia kampus khususnya yang beliau tangani. Banyak orang-orang Australia yang belum memahami ajaran Islam dengan benar. Mereka hanya menilai ajaran Islam dari orang-orang Muslim yang ada disekitarnya atau dari media-media yang tendesius. Sehingga memunculkan persepsi yang keliru terhadap ajaran Islam. Dalam dunia kampus, Islam dilihat sebagai kajian ilmiah, yang dipelajari dan diteliti. Sehingga akan memunculkan obyektifitas bagi para pengkajinya. Dalam pemaparan beliau, program Islamic studies yang ada di Melbourne University memiliki kelebihan tertentu yakni mengkaji agama Islam yang bersumberkan pada rujukan klasik/turath dan kontemporer. Dari situ, akan akan ada keseimbangan dalam objek kajiannya. Bagi para mahasiswa paska-sarjana, kemampuan bahasa Arab adalah mutlak untuk mengikuti kajian Islamic Studies.
Di kesempatan lain, para Kiai Pondok Pesantren juga bersilaturrahim dengan komunitas Muslim di Melbourne bertempat di Monash University. Mereka adalah para dosen, mahasiswa s1-s3, dan ekpatriat. Diantara para dosen yang hadir dalam pertemuan tersebut; Dr. Nadirsyah Husen, Dr. Mulyoto Pangestu, Ph. D., Dr. Yasinta, dan Associate Prof. Dr. Julian Millie (seorang Australia pakar bidang antropologi). Acara ini didesain oleh panitia untuk berbagi tentang pengalaman dunia pesantren. Para Kiai bergantian memaparkan program pesantren masing-masing. Dari situ, komunitas ini memahami berbagai keunikan sistem dari sudut pandang yang berbeda. Sambutan yang sangat akrab dan hangat dari warga Indonesia di Melbourne ini menjadikan kesan tersendiri bagi para Kiai. Karena diantara komunitas itu ada seorang alumni Pondok Pesantren Darussalam Ciamis, salah satu pesantren yang ikut dalam program kunjungan ini. Demikian dan terima kasih (Much Hasan Darojat)