Dalam kalender Islam, bulan ini telah memasuki bulan shafar 1441 Hijriyah. Shafar adalah bulan kedua dalam kalender Qamariyah, setelah Muharram dan sebelum Rabiul Awwal.
Ada banyak makna sebenarnya dari kata ini. Shafar bisa berarti kelaparan atau kesusahan atau penyakit yang menimpa seseorang sehingga membuat kulitnya menjadi kuning. Ia juga dimaknai sebagai cacing yang hidup dalam tubuh manusia, ketika mereka terkena kelaparan.
Ia juga bisa berarti warna kuning atau emas (adz-dzahab). Kata shafar akhirnya juga seakar kata dengan kata shifr yang berarti nol atau kosong.
Dari beberapa penjelasan tentang makna kata shafar diatas, kita dapat menemukan sebuah titik temu bahwa kata shafar seringkali dikaitkan dengan penyakit atau sesuatu yang buruk dan tidak berharga (seperti adanya makna kosong dari akar kata shafara).
Meskipun, kesimpulan ini juga tidak mutlak. Karena ada contoh makna lain seperti kata al-shufru/al-shafru itu artinya juga kuning keemasan atau emas itu sendiri.
Makna ini rupanya memiliki pendasaran dari aspek sejarah penamaan bulan Shafar sendiri. Ada beberapa penyebab mengapa bulan ini disebut shafar. Ada yang berpendapat karena di bulan ini orang-orang Mekkah pernah pergi meninggalkan kota tersebut sehingga kota itu kosong dari penduduk (li ishfaari makkata min ahlihaa).
Entah dari mana asal muasalnya, kaum jahiliyah ada yang menganggap bahwa bulan Safar adalah bulan penuh sial dan bencana. Pendapat itu pun segera diluruskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar,” Sabda Rasulullah seperti diriwayatkan dalam Hadis Rasulullah. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad (II/327).
Beberapa peristiwa penting justru dialami oleh Nabi Muhammad SAW pada bulan Safar. Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhûmah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada ‘an Syahri Shafar menyebut peristiwa penting itu antara lain: menikah dengan Sayyidah Khadijah, dan juga menikahkan putrinya Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib.
Sayangnya meski sudah diluruskan oleh Rasulullah baik melalui sabda mau pun contoh perbuatan, masih saja ada yang percaya bahwa Safar adalah bulan sial. Padahal jelas disebutkan dalam Alquran bahwa bencana atau petaka merupakan kehendak Allah, dan tidak ada kaitannya dengan waktu atau bulan tertentu.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At Taghabun: 11).