Jalinan erat antara ilmu agama dengan pendidikan, science dengan ilmu teknologi telah terangkum dalam satu wadah yang beratasnamakan pesantren.
Di Indonesia, pesantren adalah suatu hal yang terpandang rendah dan tidak modern. Namun, di beberapa negara bagian barat beranggapan bahwa pesantren adalah salah satu wadah terbaik untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas pelajar.
Jika kita mau berkaca pada negara lain seperti negara Eropa, di sana terdapat Universitas Leiden yang digunakan sebagai pusat kajian Islam selama berabad-abad lamanya.
Tapi, mengapa di Indonesia tidak demikian, sedangkan sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam? Jika kita dapat berpikir kritis dan mau mengubah pola hidup menjadi orang yang lebih berbobot dengan mengutamakan gabungan antara pilar-pilar ilmu dunia dan ilmu akhirat, maka kita dapat menciptakan generasi emas yang maju dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAQ (Iman dan Taqwa).
Sebenarnya antara pesantren yang ada di Indonesia dan pesantren yang berada di luar negeri memiliki kesamaan. Buktinya terdapat sebuah kitab yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim yang digunakan kebanyakan pesantren di Indonesia juga digunakan di Timur Tengah serta dijadikan sebagai text book mata kuliah pedagogik (Educational Ethic) selama berabad-abad lamanya.
Hal itu membuktikan bahwa pesantren di Indonesia juga mempelajari hal yang sama dengan pesantren yang terdapat di negara bagian Timur Tengah. Fakta lain juga membuktikan bahwa banyak sekali ulama-ulama asal indonesia yang menjadi panutan di negara luar seperti Syekh, Khatib, Muallif, Musnid, dan lain-lain.
Seharusnya kita dapat memajukan pesantren di Indonesia dengan adanya ulama-ulama asal Indonesia yang telah berjuang menyebarkan ajaran agama Iskam di Nusantara. Miris sekali rasanya jika Indonesia dengan ulama-ulama yang sudah diakui dunia tapi tidak bisa mengembangkan pesantren sebagai motor para pelajar menuju tangga kesuksesan.
Selain itu, yang menjadi pembeda antara pesantren Indonesia dengan pesantren luar negeri, salah satunya ialah pelajar aktif yang menjadi wadah nyata calon generasi generasi bangsa.
Seorang pelajar jika hanya mengandalkan kepintaran, tidak akan mampu menjadi pelajar yang sukses. Seorang pelajar harus memiliki kemampuan literasi untuk menghadapi zaman di era globalisasi dalam meraih kunci kesuksesan. Kemampuan literasi merupakan jantung kemampuan seorang pelajar untuk berhasil di dunia pendidikan.
Hal itu juga berpengaruh sebagai tombak untuk menghadapi berbagai tantangan pada abad ke dua puluh satu nanti. Kemampuan literasi ini sangat penting bagi suatu bangsa, terutama bangsa Indonesia.
Menurut survei data statistik UNESCO pada tahun 2012, presentasi minat baca di negara Indonesia sebanyak 0,001 %. Hasil penelitian Programe for International Student Assesment (PISA) menyatakan bahwa budaya literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012 di bawah kedua dari enam puluh lima negara yang teliti di dunia.
Juga dapat dikatakan bahwa tingkat literasi di Indonesia sangat rendah, apa lagi minimnya akses buku dan kurangnya pengenalan buku terhadap masyarakat terutama untuk pelajar yang kurang mengenal buku sejak dini. Seorang novelis bernama Milan Kundera pernah berujar “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya pula. Maka pastilah bangsa itu akan musnah”.
Seharusnya jika kita mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Milan Kundera, kita bisa menjadi lebih semangat untuk melatih kemampuan literasi kita dan menjunjung tinggi Indonesia dengan kemampuan literasi bangsa yang berkualitas.
Melatih kemampuan literasi, tidak hanya dengan cara memandangi terus menerus tulisan yang dapat menjenuhkan mata. Kita akan mampu bereksperimen ketika ilmu literasi itu telah menyatu dengan raga kita sendiri. Di dalam alquran surah yang turun pertama kali berbunyi “iqra‘” yang artinya bacalah.
Kitab alquran telah memberitahu apa saja yang harus dilakukan selama tubuh kita masih tetap menapaki tanah pribumi ini. Segala sesuatu di kehidupan ini telah tercantum dalam kitab alquran, termasuk ilmu seperti ilmu pengetahuan, ilmu kesehatan, ilmu fiqih, dan masih banyak ilmu-ilmu yang lainnya.
Menurut Imam Al-Ghozali, tidak ada ilmu yang tidak ada di dalam Alquran, artinya semua yang ada di bumi dari yang terkecil hingga yang terbesar pun telah dijelaskan di dalam kitab Alquran. Maka dari itu sistem yang paling tepat untuk pelajar penerus generasi bangsa kita adalah pesantren.
Dengan sistem pendidikan pesantren inilah, pelajar akan digembleng menjadi pelajar yang maju dan memiliki akhlakul karimah. Sehingga, Indonesia akan berbangga karena calon penerus bangsa dapat mendidik dunia dengan tangan kokoh yang telah terlatih untuk menghadapi masa depan yang telah siap menanti kesuksesan penerus emas bangsa.
Keberadaan pendidikan pesantren saat ini dihadapkan dengan sebuah era yang disebur era turbulence, suatu era yang penuh tantangan dan perubahan.
Pesantren dianggap mampu bersaing dalam eskalasi global jika pesantren telah siap dan berhasil dalam kompetisi di arena global, memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas yang terimplikasikan kedalam praktek kehidupan pesantren dan lingkungannya.
Peran pesantren lebih luas tidak hanya terbatas pada sebuah lembaga keagamaan saja, tetapi pesantren juga mampu menerjemahkan makna arus globalisasi dengan melakukan pembaharuan sistem dan orientasinya, sehingga pesantren dapat mengemban cita-cita mencerdaskan dan mengembangkan kehidupan bangsa, menjadi pusat pembangun ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, seni, dan kemanusiaan dengan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tinggi, melakukan penelitian dan pengembangan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
(Santri Tv/Rafi)