Seorang Guru Pasti Seorang Pemimpin, Seorang Pemimpin Belum Tentu Seorang Guru.
Mengingat betapa signifikan dan menentukan posisi dan fungsi seorang guru dalam sebuah proses Pendidikan Islam maka sangat diperlukan berbagai macam upaya meningkatkan kualitas mereka dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang keilmuan dan budaya literasi.
Eksistensi Pesantren diharapkan akan survive sampai hari kiamat meskipun pendiri dan pimpinan serta Kiainya telah wafat. Oleh karenanya program pengkaderan harus termasuk yang diperhatikan. Patah Tumbuh Hilang Berganti, Mati Satu Tumbuh Seribu.
Salah-satu cara dan pola pengkaderan yang dijalankan oleh Bapak KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc adalah menugaskan para guru untuk menjadi pendamping dan badal dalam berbagai pengajian yang beliau ampu:
Pengajian ibu-ibu masyarakat pada setiap senin Pagi.
Pengajian ummahatul ma’had (para istri guru, administratur dan karyawan yang tinggal di lingkungan pesantren setiap Kamis sore.
Pengajian ibu-ibu pengantar anak PAUD, RA, MI setiap Kamis pagi.
Pengajian seluruh santri asrama kampus 1234 Tahfidh setiap Jum’at pagi.
Pengajian seluruh santri non mukim setiap Rabau siang.
Pengajian pengurus Organisasi Santri Darunnajah Cipining (OSDC) & Koordinator Pramuka setiap Ahad pagi.
Pengajian karyawati setiap Kamis pagi.
Pengajian Karyawan setiap Sabtu pagi.
Pengajian Mahasantri STAIDA Bogor setiap Rabau pagi.
Disamping pengajian-pengajian tersebut, Bapak Kiai juga rutin mendampingi Majlis Ilmi setiap bakda Shubuh yang dilakukan secara bergiliran:
Guru Tahfidh & Santri Cilik setiap Sabtu pagi.
Guru-guru putri single (lajang) setiap Senin pagi.
Guru-guru putra single (bujang) setiap Selasa pagi.
Gabungan guru lajang dan bujang setiap Rabau pagi.
Guru berkeluarga setiap Kamis pagi.
Teknisnya setiap jadwal Majlis Ilmi (penulis menyebutnya dengan FIGUR/Forum Ilmiah Guru) tersebut telah ditunjuk seorang guru untuk presentasi yang dilanjutkan dengan sesi diskusi dan digarisbawahi oleh Bapak Kiai.
Kesungguhan dalam meningkatkan keilmuan dan literasi guru pada gilirannya akan berefek kepada peningkatan kualitas santri. Di sisi lain karena kesadaran bersama bahwa guru yang berhenti belajar maka harus berhenti mengajar. Dengan demikian benar-benar guru akan digugu (ditaati) dan ditiru bukan justru wagu (tidak pantas) dan saru (memalukan). Wallâhul Musta’ân.
Sambil nunggu Taujihat Bapak Kiai, Sabtu sore 25/1/2020 di ruang Majli Ilmi Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor Barat.
Muhlisin Ibnu Muhtarom.