Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa sosok Nabi Muhammad seringkali dikaitkan dengan kekerasan, padahal beliau diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam? Bagaimana mungkin seorang pembawa pesan perdamaian justru dituduh sebagai penyebar peperangan? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin sering mengganggu pikiran kita, terutama di tengah maraknya isu terorisme dan konflik yang mengatasnamakan agama.
Tulisan ini membahas tentang sosok Nabi Muhammad sebagai pembawa perdamaian, makna jihad yang sebenarnya, sikap beliau terhadap musuh-musuhnya, tujuan peperangan di zaman Nabi, serta bagaimana kita bisa menerapkan ajaran damai beliau di kehidupan sehari-hari.
Berikut uraiannya:
Mengapa Islam Sering Dikaitkan dengan Kekerasan?
Salah satu narasi yang sering kita dengar adalah bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang.
Padahal, jika kita telusuri sejarah, Nabi Muhammad selama berdakwah di Mekah justru mendapatkan penentangan besar dari kelompok kafir Quraisy.
Namun, beliau dan para sahabat tidak membalas.
Mereka bahkan memilih mengalah dan hijrah ke Madinah.
Lalu, mengapa Islam tetap dikaitkan dengan kekerasan?
Apa Bukti Bahwa Nabi Muhammad Mencintai Perdamaian?
Bukti nyata kecintaan Nabi Muhammad pada perdamaian terlihat dari sikapnya saat Perjanjian Hudaibiyah.
Meski isi perjanjian itu merugikan umat Islam, Nabi tetap menyetujuinya demi kedamaian.
Bahkan saat Fathu Makkah (pembebasan Mekah), tidak ada setetes darah pun yang tumpah karena Nabi mengampuni semua kesalahan penduduk Mekah sebelumnya.
Bagaimana Nabi Muhammad Menyelesaikan Konflik?
Nabi Muhammad selalu mengedepankan dialog dan negosiasi dalam menyelesaikan konflik.
Beliau mengajarkan bahwa perang hanyalah pilihan terakhir jika semua upaya damai telah gagal.
Hal ini tercermin dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
“Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat seorang pemimpin pasukan atau batalion, beliau berpesan kepadanya secara pribadi untuk bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya. Kemudian beliau bersabda: ‘Berperanglah atas nama Allah di jalan Allah. Perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan melanggar perjanjian, jangan memutilasi, dan jangan membunuh anak-anak.'” (HR. Muslim No. 1731)
Apa Makna Jihad yang Sebenarnya dalam Islam?
Jihad sering disalahartikan sebagai perang suci.
Padahal, makna jihad yang sebenarnya jauh lebih luas.
Jihad berarti berjuang atau berusaha sungguh-sungguh.
Ini bisa dalam bentuk melawan hawa nafsu, menuntut ilmu, atau berdakwah dengan cara yang baik.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)
Bagaimana Sikap Nabi Muhammad Terhadap Musuh-musuhnya?
Nabi Muhammad selalu menunjukkan kasih sayang, bahkan terhadap musuh-musuhnya.
Beliau tidak pernah mendendam atau membalas dendam.
Bahkan, beliau sering mendoakan mereka agar mendapat hidayah.
Sikap ini tercermin dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang lebih berat daripada perang Uhud?” Beliau menjawab, “Sungguh aku telah mengalami berbagai perlakuan dari kaummu. Yang paling berat adalah apa yang aku alami dari mereka pada hari ‘Aqabah. Ketika itu aku menawarkan diriku kepada Ibnu ‘Abdu Yalail bin ‘Abdu Kulal, tetapi ia tidak menerima tawaranku. Maka aku pergi dengan perasaan kecewa. Aku baru tersadar ketika sampai di Qarnuts Tsa’alib. Aku mengangkat kepalaku, tiba-tiba ada segumpal awan yang menaungi diriku. Aku melihat ke dalamnya, ternyata ada malaikat Jibril. Ia memanggilku seraya berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu agar engkau memerintahkannya sesuai kehendakmu terhadap mereka.’ Kemudian malaikat penjaga gunung memanggilku. Ia mengucapkan salam kepadaku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad! Itu terserah engkau. Jika engkau mau, aku bisa menimpakan dua gunung ini kepada mereka.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bahkan aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.'” (HR. Bukhari No. 3231)
Apa Tujuan Peperangan di Zaman Nabi Muhammad?
Peperangan di zaman Nabi Muhammad memiliki tiga tujuan utama: mempertahankan diri, membalas setimpal, dan membebaskan dari belenggu penjajahan.
Ini bukan ekspansi atau penyebaran agama dengan kekerasan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj: 39)
Bagaimana Nabi Muhammad Membangun Persaudaraan?
Nabi Muhammad membangun persaudaraan dengan mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah.
Beliau mengajarkan bahwa semua muslim adalah bersaudara, tanpa memandang suku atau ras.
Persaudaraan ini bahkan melampaui ikatan darah.
Apa Pesan Perdamaian dalam Al-Qur’an?
Al-Qur’an penuh dengan pesan-pesan perdamaian.
Salah satu ayat yang paling terkenal adalah:
وَإِن جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)
Apa Makna “Rahmatan lil ‘Alamin” dalam Konteks Kenabian?
Nabi Muhammad diutus sebagai “rahmatan lil ‘alamin” atau rahmat bagi seluruh alam.
Ini berarti ajaran beliau membawa kebaikan dan kasih sayang bukan hanya untuk umat Islam, tapi untuk seluruh makhluk.
Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Bagaimana Nabi Muhammad Memperlakukan Non-Muslim?
Nabi Muhammad memperlakukan non-Muslim dengan penuh toleransi dan keadilan.
Beliau melindungi hak-hak mereka dan menjamin kebebasan beragama.
Hal ini tercermin dalam Piagam Madinah yang menjamin hak-hak kaum Yahudi di Madinah.
Apa Ajaran Nabi Muhammad tentang Hak Asasi Manusia?
Nabi Muhammad mengajarkan tentang kesetaraan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia jauh sebelum konsep ini dikenal di dunia modern.
Beliau menegaskan bahwa tidak ada perbedaan antara Arab dan non-Arab, kecuali dalam hal ketakwaan.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ “ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ ” . قَالُوا بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
“Dari Abu Nadhrah, telah menceritakan kepadaku orang yang mendengar khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah hari Tasyriq, beliau bersabda: “Wahai manusia! Ketahuilah bahwa Tuhan kalian satu, bapak kalian satu. Ketahuilah tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang non-Arab, tidak ada keutamaan orang non-Arab atas orang Arab, tidak ada keutamaan orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apakah aku sudah menyampaikan?” Mereka menjawab: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan.” (HR. Ahmad No. 23489)
Bagaimana Nabi Muhammad Mencontohkan Hidup Berdampingan?
Nabi Muhammad mencontohkan hidup berdampingan secara damai dengan berbagai kelompok di Madinah.
Beliau membangun masyarakat multikultural yang didasarkan pada saling menghormati dan kerja sama.
Ini tercermin dalam Piagam Madinah yang menjamin hak-hak semua kelompok, termasuk non-Muslim.
Bagaimana Kita Bisa Menerapkan Ajaran Damai Nabi Muhammad?
Kita bisa menerapkan ajaran damai Nabi Muhammad dengan:
1. Memperlakukan semua orang dengan kasih sayang dan keadilan.
2. Mengedepankan dialog dan negosiasi dalam menyelesaikan konflik.
3. Menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi.
4. Menyebarkan pesan-pesan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.
5. Melawan ketidakadilan dan penindasan dengan cara-cara yang damai.
Kesimpulan
Nabi Muhammad adalah sosok pembawa perdamaian yang telah disalahpahami oleh banyak orang.
Beliau mengajarkan kasih sayang, toleransi, dan penyelesaian konflik secara damai.
Peperangan hanya dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri dan pembebasan dari penindasan.
Ajaran beliau tentang perdamaian dan hak asasi manusia bahkan mendahului zamannya.
Sebagai umat Islam, tugas kita adalah meneladani sikap damai beliau dan menyebarkan pesan-pesan perdamaian ke seluruh dunia.
Penutup
Semoga kita semua bisa terus bersemangat dalam mempelajari dan menerapkan ajaran damai Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan memahami dan mengamalkan ajaran beliau, kita bisa berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih damai dan harmonis.
Mari kita terus berupaya menjadi agen perdamaian di manapun kita berada, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad SAW.
Ayo Sebarkan Perdamaian!
Setelah memahami ajaran damai Nabi Muhammad, mari kita mulai dengan langkah kecil.
Mulailah dengan menyebarkan kebaikan dan kasih sayang di lingkungan terdekat kita.
Jadilah teladan perdamaian bagi orang-orang di sekitar kita.
Bersama-sama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik, sebagaimana yang diimpikan oleh Nabi Muhammad SAW.
(Bks/260624)