Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Menjadi Pelayan Publik: Tanggung Jawab Besar dan Tantangan Bagi Pejabat Publik

Ilustrasi Pelayan Publik (Sumber: Vecteezy)

Menjadi pelayan publik berarti menjadi seseorang yang bertugas melayani masyarakat, menjaga agar kebutuhan mereka terpenuhi, dan memastikan lingkungan tempat tinggal mereka aman dan nyaman.

Tugas ini ibarat menjadi kepala keluarga atau pemimpin di sebuah kelompok besar, yang selalu berusaha agar semua orang merasa dihargai dan dilayani dengan baik.

Setiap mereka memiliki tanggung jawab dan tantangan yang dihadapi:

1. Tanggung Jawab Pejabat Publik
Tugas utama pejabat publik adalah melayani masyarakat dengan tulus, bukan hanya memimpin. Dalam Islam, melayani masyarakat adalah suatu bentuk ibadah, dan Islam sangat menghargai orang yang bekerja untuk kemaslahatan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Seorang pejabat publik harus selalu berusaha menjadi manfaat bagi masyarakat. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari, seperti kepala keluarga yang berusaha agar semua anggota keluarganya mendapatkan makanan, pendidikan, dan kesehatan yang baik. Pejabat publik bertugas memastikan kebutuhan dasar masyarakat seperti air bersih, jalan yang layak, dan fasilitas kesehatan tersedia dengan baik.

2. Menjaga Keadilan dalam Setiap Keputusan

Seorang pejabat publik harus mendengarkan berbagai sudut pandang dan membuat keputusan yang adil untuk masyarakat. Ibarat seorang wasit dalam pertandingan sepak bola, pejabat publik harus memastikan setiap warga mendapat hak yang sama tanpa diskriminasi.

Maka, tugas seorang pejabat publik adalah memastikan bahwa kebijakan yang diambil membawa kebaikan bagi seluruh masyarakat.

3. Menghadapi Tekanan dan Tantangan
Menjadi pejabat publik adalah tugas yang penuh tekanan. Masyarakat sering kali memiliki banyak harapan, dan mereka ingin perubahan terjadi dengan cepat. Tantangan ini menuntut pejabat publik untuk tetap tenang dan sabar.

Dikisahkan Khalifah Utsman bin Affan, khalifah ketiga, menghadapi tekanan berat selama masa kepemimpinannya.

Di masa itu, terjadi fitnah besar yang menyebabkan banyak masyarakat mulai terpengaruh oleh isu-isu yang tidak benar. Utsman sering kali difitnah oleh pihak-pihak yang tidak puas dengan kebijakannya, dan beliau terus-menerus ditekan untuk mengikuti keinginan kelompok tertentu.

Meski dalam tekanan, Utsman tetap sabar dan tidak menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya.

Ketika pemberontak mengepung rumahnya, Utsman memilih untuk tidak membela dirinya dengan kekuatan penuh demi menghindari pertumpahan darah di kalangan umat Islam.

Bahkan saat dalam bahaya, Utsman membaca Al-Qur’an hingga akhir hayatnya, menunjukkan kesabarannya yang luar biasa dalam menghadapi tekanan sebagai pemimpin.

4. Amanah dalam Mengelola Anggaran

Beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW menunjukkan sifat amanah yang luar biasa dalam mengelola harta dan anggaran, terutama ketika mereka dipercaya sebagai pemimpin atau pejabat publik. Mereka memahami bahwa harta atau anggaran yang diamanahkan kepada mereka adalah milik umat yang harus dikelola dengan kejujuran dan penuh tanggung jawab.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)

Pejabat publik harus bijaksana dan amanah dalam mengelola dana masyarakat, seperti orang tua yang harus membelanjakan uang dengan bijak agar kebutuhan seluruh keluarga tercukupi.

Para ulama, seperti Imam Al-Ghazali, menekankan pentingnya amanah,

“Amanah itu laksana harta yang sangat berharga, yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.”

Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, beliau menunjukkan sifat amanah yang sangat luar biasa dalam mengelola keuangan negara. Meskipun memegang kendali atas baitul mal, Abu Bakar tetap hidup sangat sederhana dan menghindari menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadi.

Salah satu contohnya adalah ketika beliau pertama kali diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar tetap menjalankan usahanya berdagang untuk mencari nafkah.

Namun, para sahabat merasa bahwa tugas beliau sebagai khalifah membutuhkan waktu penuh, sehingga mereka menyarankan agar Abu Bakar menerima gaji dari baitul mal. Dengan sangat hati-hati, Abu Bakar hanya mengambil gaji yang sekadar cukup untuk kebutuhan pokok keluarganya, dan beliau berpesan agar seluruh harta yang diterimanya sebagai khalifah dikembalikan ke baitul mal setelah wafatnya. Sifat amanah Abu Bakar dalam mengelola keuangan ini menunjukkan betapa beliau menjaga dan menghormati harta umat dengan penuh tanggung jawab.

Para sahabat seperti Khalifah Umar bin Khattab juga menekankan pentingnya menjadi pemimpin yang amanah. Beliau pernah berkat,

“Seorang pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya.”

Artinya, pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya.

Menjadi pelayan publik adalah tugas mulia namun tidak mudah. Pejabat publik memiliki tanggung jawab besar untuk melayani masyarakat, menjaga keadilan, dan mengelola amanah dengan baik.

Mereka diharapkan untuk bersabar menghadapi tekanan, bijaksana dalam keputusan, dan ikhlas dalam melayani, sebagaimana diajarkan dalam Islam.

Dengan memegang prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan hadits, serta mengikuti nasihat para ulama, pejabat publik dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan menjadi pemimpin yang dicintai masyarakat serta diridhai Allah SWT.

Pendaftaran Santri Baru