Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Mengenal Al Azhar Asy Syarif Bersama Azka Fuadi Lc.

36d92a29-97a4-4497-9d3a-b2b3142a5f57

Sejarah Singkat al-Azhar

  1. Khalifah al-Mahdi mendirikan khilafah Fathimiyah pada tahun 909 M.
  2. Menaklukkan Mesir dibahwa kepemimpinan Jauhar al-Shoqoli pada tahun 969M.
  3. Pembangunan al-Azhar dimulai pada 24 Jumada al-Ula 359H/3 April 970 M.
  4. Selesai pada 7 Ramadhan 361 H/ 24 Juni 972 M.
  1. Fungsi masjid al-Azhar pada masa Khalifah Fathimiyah: 1. Tempat acara-acara besar seperti acara Maulid Nabawi, peringatan tragedi Karbala, sebagai pusat peradilan, dan kantor al-Muhatasib.
  2. Halaqat di masjid al-Azhar:
  3. Dimulai oleh Kadi agung Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Nukman al-Kairawani. Membahas buku al-iqtisar atau al-Iqsar matan dalam mazhab Syiah Ismailiyah.
  4. Proyekh Ibnu Kils dari 975-996 M. bersama 35 santri yang dibiayai oleh Negara.
  1. Pada tahun 1171 M berakhir kekuasaan Fathimiyah dan berdiri Dinasti Ayyubiyah.
  2. Pada masa Ayyubiyah, perhatian pemerintah terhadap al-Azhar sangat lemah terlihat dengan pembekuan masjid al-Azhar dari salat Jum’at selama pemerintahan Ayyubiyah dari 1171-1250M.
  3. Ayyubiyah banyak membangun sekolah-sekolah yang mempelajari ilmu-ilmu Islam seperti:
    Manazil al-‘Izz
    b. Al-Kulliyah al-Adiliyah.
    c. Al-Kulliah al-Arsuufiyah.
    d. Al-Kulliyah al-Fadiliyah.
    e. dst.
  4. Mayoritas para ulama dan santri berlomba-lomba mengajar dan belajar di sekolah-sekolah tersebut. Al-Azhar terpinggirkan karena tidak dibiayai oleh Negara. Namun meskipun demikian, halaqat masih berjalan meski terbelakang dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya.
  5. Diantara para ulama yang sempat mengajar di Masjid al-Azhar pada masa itu adalah:
  6. Abdul-lathif al-Bagdadi yang datang ke Mesir tahun 1193 M dan mengajarkan Ilmu Mantik dan Al-Bayaan di Masjid al-Azhar.
  7. Ibnu al-Faarid, yang wafat tahun 1235M mengajarkan Ilmu Tasawuf.
  8. Syekh Abu al-Qaasim al-Manfluuthi.
  9. Syekh Syamsuddin al-Ataabiki.
  10. Al-Muhaddits Sa’d ad-Din al-Haritsi al-Hanbali.
  11. Syekh Jamaluddin al-Asyuuthi.
  12. Syekh Shihaabuddin as-Suhrowardi.
  13. Syamsuddin Ibnu Hilkaan, pengarang buku sejarah “Wafayaatul A’yaan” yang datang ke Mesir pada tahun 1239M.
  14. Al-Azhar disaat itu menjadi tempat pendidikan yang mengajarkan seluruh mazhab sunni, berbeda dengan sekolah-sekolah yang dibangun oleh Ayyubiyah yang hanya mengajarkan mazhab tertentu saja.

Masa Mamalik 1250-1517M

  1. Pada masa Ruknuddin Bibrs berkuasa, Masjid al-Azhar kembali dijadikan sebagai tempat shalat Jum’at dan pendidikan di al-Azhar semakin bersinar. Hampir semua ulama yang ada di Mesir pada masa itu pernah mengajar di Majid al-Azhar.
  2. Diantara ulama yang mengajar di masjid al-Azhar dan sampai saat ini buku-buku karang mereka masih menjadi rujukan para ulama:
  3. Ibnu Kholdun yang datang ke Mesir pada tahun 1382M. Ia mengajar berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya Fiqih Maliki, Hadis. Tinggal di Mesir selama 23 tahun dan meninggal dunia pada tahun 1406M.
  4. Muhammad Taqiyuddin Al-Faasi al-Magribi.
  5. Abu al-Abbas Ahmad al-Qalqasyandi (wafat 1418M).
  6. Taqiyuddin al-Maqrizi (wafat 1441M).
  7. Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat 1451M).
  8. Badruddin Mahmdu al-“Aini (wafat 1448).
  9. Sirajuddin al-Bulqini (wafat 1464M).
  10. Syarafuddin Al-Manawi (wafat 1467M).
  11. Syamsuddin as-Sakhowi (wafat 1497M).
  12. Jalaluddin as-Suyuthi (wafat 1505M).
  13. Muhammad bin Ahmad bin Iyas (wafat 1523M)
  1. Beberapa faktor yang membuat azhar maju pesat dan menjadi pemimpin gerakan keilmuan pada masa itu adalah:
  2. Runtuhnya Bagdad pada tahun 656 H ditangan Hulaku (Mongol).
  3. Hilangnya Spayol dari tangan Kaum Muslimin.
  4. Kekayaan tanah Mesir.
  5. Letak geografis Mesir.

Utsmaniyah:

  1. Pada tahun 1512 M kekuasaan Mamalik digulingkan oleh Turki Utsmani. Diantara peristiwa sejarah yang sangat terkenal dan diabadikan di dalam sejarah adalah pengangkatan Grand Syekh Azhar yang pada masa itu yang menjadi syekh Al-Azhar pertama adalah Syekh Abdullah Al-Khurasyi.

Peta Keilmuan Al-Azhar Asy-Syarif

Selama berabad-abad lamanya Al-Azhar dengan konsisten menunaikan risalah ilmiahnya. Risalah ilmiah Al-Azhar ini dijaga dan dilestarikan dengan diajarkannya sejumlah disiplin ilmu keislaman yang menjadi bekal bagi seorang Muslim agar menjadi individu yang baik, dan membentuknya menjadi seorang Muslim yang ikut berperan dalam menunaikan risalah kenabian.

Berbagai disiplin ilmu yang diajarkan di Al-Azhar secara umum berorientasi pada dua hal penting. Yaitu pada pembentukan pribadi Muslim yang memenuhi unsur-unsur utama sebagai hamba Allah yang “paripurna”, dan kedua pada pembentukan ulama Muslim yang mumpuni.

Jika berangkat dari orientasi yang pertama, yaitu pembentukan pribadi Muslim yang “paripurna”, maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Al-Azhar dapat diklasifikasikan menjadi tiga ilmu utama, yaitu ilmu akidah, ilmu syariah dan ilmu tazkiyah. Dengan menguasai ketiga ilmu utama ini, seorang Muslim diharapkan memiliki akidah yang benar dan terjaga dari penyimpangan, mengikuti tuntunan syariah dan berakhlak mulia.

Apabila berangkat dari orientasi yang kedua, yaitu mencetak para ulama Muslim dengan kapasitas keilmuan yang mumpuni, maka ilmu-ilmu Al-Azhar dapat dikelompokkan menjadi empat klasifikasi. Keempat klasifikasi tersebut adalah:

  1. Ilmu-ilmu pembantu pemahaman teks. Mencakup ilmu Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Badi` dan Bayan.
  2. Ilmu-ilmu pembuktian validitas teks (Tautsîq). Mencakup ilmu Sejarah, Sirah dan ilmu hadis dengan semua cabangnya.
  3. Ilmu-ilmu logika dan analisa. Mencakup Ilmu Ushul Fikih, Ilmu Tafsir, ilmu mantik dan ilmu kalam.
  4. Ilmu-ilmu pembinaan manusia. Mencakup ilmu Fikih berfungsi untuk menuntun amalan dan perbuatan lahir seorang Muslim agar sesuai dengan tuntunan syariat, dan ilmu Tasawuf yang berfungsi untuk memembersikan batinnya dan menyucikan akhlaknya.

Dalam beberapa dekade yang lalu, salah satu tradisi di masjid Al-Azhar, ketika akan memberikan gelar al-`Âlimiyyah (seorang ulama) kepada santrinya, diadakan sidang ujian secara lisan yang mencakup keempat belas ilmu tersebut. Sistem ini diadakan untuk membuktikan bahwa santri tersebut benar-benar menguasai keempat belas ilmu yang diajarkan secara keseluruhan. Dan ia baru layak diberi gelar ulama dan berhak ikut mengajar di masjid Al-Azhar jika berhasil melewati siang ujian ini. Karena banyaknya materi yang diujikan, maka tidak mengherankan jika terkadang proses sidang ujian tersebut berlangsung selama satu hari penuh, atau bahkan lebih.

Salah seorang ulama besar Al-Azhar yang bernama Al-`Allamah Syaikh Taufiq al-Batasyti (1359 H./1939 M.) bahkan menjalani sidang ujian ini selama tiga hari. Sidang yang sedianya sebagai kesempatan para gurunya untuk mengujinya, menjadi ajang diskusi dan munazharah ilmiah antara para guru dengan murid. Akhirnya beliau mendapatkan gelar `âlimiyyah dengan pengakuan seluruh penguji.

Melalui pengajaran berbagai disiplin ilmu yang sangat bervariasi ini, nampak bahwa Al-Azhar ingin mencetak para ulama otoritatif yang menjadi wakil Nabi Muhammad Saw. dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umat beliau dan umat manusia secara umum. Dengan ilmu-ilmu tersebut, para ulama Al-Azhar diharapkan dapat memberikan sumbangsih nyata dalam menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi umat. Karena, problematika yang dihadapi umat tidaklah terbatas jumlahnya, sedangkan nash-nash yang ada terbatas. Dan Al-Azhar, begitu pula umat Islam pada umumnya, meyakini bahwa agama Islam adalah shalih likulli zaman wa makan.

Jika membandingkan antara ilmu-ilmu yang diajarkan di Al-Azhar dengan ilmu-ilmu yang diperlukan oleh seorang mujtahid seperti dipaparkan oleh Imam al-Ghazali di dalam kitab al-Mustashfâ fî Ushûl al-Fiqh, maka kita akan menyadari bahwa Al-Azhar ingin mencetak para ulama yang mampu memberikan solusi bagi berbagai problematika yang dihadapi umat ini dengan hasil ijtihad-ijtihad mereka.

Imam Ghazali, setelah mengulas sejumlah ilmu yang diperlukan oleh seorang mujtahid, menyebutkan bahwa mayoritas ilmu yang diperlukan oleh seorang mujtahid tercakup dalam tiga ilmu, yaitu ilmu Bahasa Arab, ilmu Hadis dan ilmu Ushul Fikih. Dan ketiga ilmu ini tercakup dalam keempat belas ilmu yang diajarkan di Al-Azhar.

Kemudian jika kita membaca paparan Imam Suyuthi di dalam kitab al-Itqân fi Ulûm Al-Qur’an tentang lima belas ilmu yang diperlukan oleh seorang mufassir, maka akan kita dapati pula bahwa hampir semua ilmu tersebut tercakup dalam ilmu-ilmu yang diajarkan di masjid Al-Azhar. Dari kelima belas ilmu tersebut hanya beberapa ilmu saja yang tidak diajarkan di masjid Al-Azhar, seperti ilmu Qiraat, ilmu isytiqâq dan ilmu Mauhibah.

Untuk ilmu Qiraat, walaupun tidak diajarkan di masjid Al-Azhar, namun Mesir dikenal dengan banyaknya ulama Qiraat yang menjadi guru para ulama Al-Quran dan Qiraat di berbagai belahan dunia. Hal ini membuka peluang yang sangat lebar bagi para santri Al-Azhar untuk mendalaminya. Adapun ilmu isytiqâq, walaupun tidak disebutkan dalam keempat belas ilmu yang diajarakn di Al-Azhar, namun ia masuk dalam kategori ilmu-ilmu Bahasa Arab yang sebagian besar diajarkan di Al-Azhar. Sedangkan ilmu Mauhibah, karena bersifat personal dan murni anugerah Allah kepada seorang hamba disebabkan kesalehannya, maka ia memang tidak dapat diajarkan dan diturunkan. Berdasarkan realita ini, maka tidak mengherankan jika para ulama Al-Azhar, selain menghasilkan karya-karya besar dalam berbagai disiplin ilmu, mereka juga menelorkan karya-karya tafsir besar yang menjadi rujukan umat Islam.

Berdasarkan paparan tentang peta keilmuan Al-Azhar di atas, sangat tepat jika Al-Azhar mendapatkan julukan kiblat ilmu-ilmu keislaman. Di samping itu, sudah sepatutnya Al-Azhar menjadi rujukan otoritatif bagi umat dalam memahami teks-teks keagamaan dan dalam memecahkan berbagai problematika keagamaan yang mereka hadapi.

Wallahu Subhânahu wa Ta`âlâ A`lâ wa A`lam.

 

 

Pendaftaran Santri Baru