Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Kurban Solusi Masalah Kemiskinan di Indonesia

Ibadah kurban saat Idul Adha memiliki potensi ekonomi yang sangat besar hingga mencapai puluhan triliun rupiah. Namun potensi ekonomi yang besar tersebut dinilai belum tergali sehingga keuntungan ekonominya belum sepenuhnya kembali kepada umat.  Siapa yang menyediakan kebutuhan hewan kurban untuk para pekurban, di sana ada potensi ekonomi yang besar.

Berdasarkan data yang pernah dirilis Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi ekonomi kurban sekitar Rp 69 triliun. Sampai sekarang siapa pihak yang menikmati potensi ekonomi kurban sebesar itu?

Di sisi lain, riset UN FAO mengatakan, 65 persen dari jumlah orang yang terjebak kelaparan di dunia, tujuh negara dikategorikan sebagai ‘penyumbang’ terbesarnya. Indonesia salah satunya. Enam negara lainnya yakni China, India, Kongo, Bangladesh, Pakistan, dan Ethiopia. Bahkan Global Hunger Index (GHI) memasukkan Indonesia dalam kategori ‘serius’.

Isu pangan, kemiskinan dan kelaparan memang tidak pernah hengkang dari negeri yang kaya dengan sumber daya alam ini. Panggung kehidupan rakyat Indonesia selalu dipenuhi dengan berbagai fenomena kemanusiaan yang mengiris hati. Seakan kemakmuran para penghuni negeri ini berbanding terbalik dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Satu hal yang harus diyakini, adalah setiap ajaran Islam memiliki kandungan yang multidimensi, tidak berdiri sendiri antara perintah yang satu dengan perintah lainnya. Demikian juga dalam perintah berkurban. Perintah berkurban mempunyai dimensi spiritual dan sosial, vertikal dan horizontal. Kurban (sebagaimana perintah berzakat) mengisyaratkan semangat kesetiakawanan, penyaluran kekayaan, dan pemerataan kenikmatan.

Sayangnya, ritual kurban selalu dilakukan bak ‘pesta besar’ yang meninggalkan kotoran hewan dan bercak darah di mana-mana. Penikmat daging kurban kebanyakan hanya orang-orang terdekat. Sementara esensi pemerataan kenikmatan tidak dirasakan oleh kaum fakir miskin. Selesai ibadah kurban, maka orang-orang lapar itu kembali kepada rutinitas ‘kelaparannya’ sehari-hari.

Akibat kurangnya asupan protein hewani pada keluarga miskin, sebagian besar anak keluarga tersebut kehilangan potensi untuk berkembang secara optimal dan maksimal.  Ketahanan fisik terganggu, dan pertumbuhan intelektual juga tidak maksimal karena perkembangan sel-sel otak yang tidak optimal.

Setiap orang berhak untuk mendapatkan pangan yang memungkinkannya untuk memiliki hidup yang sehat dan produktif. Ketidakberdayaan warga miskin untuk memenuhi pangan yang bisa menopang hidup sehat dan produktif, lebih banyak disebabkan oleh rendahnya tingkat daya beli mereka. Sementara daging adalah simbol kemewahan.

Sudah semestinya kurban dijadikan momentum untuk melihat ibadah tahunan ini tidak sebatas praktek penyembelihan belaka ataupun ‘pesta daging’ massal. Tetapi lebih dari itu, sebagai salah satu solusi bagaimana mengentaskan kemiskinan, memeratakan kesejahteraan, dan mendorong ketahanan pangan rakyat miskin.

 

 

Pendaftaran Santri Baru