Ada istilah yang sering muncul, “jadilah orang yang berpendidikan”. Banyak orang yang mengatakannya, tapi dia sendiri tidak paham maksud dari kata pendidikan. Apakah orang yang berpendidikan ialah yang cerdas? Atau yang selalu mendapatkan rangking satu di dalam kelas? Atau mungkin juga orang yang pernah masuk kelas?
Saya akan membahas hal-hal ini dari sudut pandang pikiran saya. Dalam buku Filsafat Pendidikan karya Muhammad Anwar Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui dua istilah yang hampir sama bentuknya dan sering digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu pedagogi dan paedagoiek. Pedagogi berarti pendidikan, sedangkan paeda artinya ilmu pendidikan.
Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenung tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dan kata Pedagogia (Yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan, yang sering menggunakan istilah paida-gogos adalah seorang pelayan (bujang) pada zaman Yunani Kuno, yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paidagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Perkataan paidagogos yang pada mulanya berarti pelayan, kemudian berubah menjadi pekerjaan mulia. Karena, pengertian pai (dari paidagogos) berarti seorang yang tugasnya membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke arah mandiri dan bertanggung jawab.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut, serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Karena itu, bagaimana pun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Dalam kata lain, pendidikan merupakan bentuk usaha untuk meraih hakikat kebenaran dan tujuan kehidupan melalui norma-norma yang ada, dengan melalui proses dibimbing dan membimbing untuk perkembangan generasi selanjutnya. Peserta didik dijadikan sebagai subjek bukan penderita objek, dengan kata lain menjadi satu keutuhan manusia.
Suatu hari ketika saya sedang kuliah di suatu perguruan tinggi, dimana dosen menerangkan bahwa dengan belajar nanti akan mudah mendapatkan pekerjaan, maka dari itu kalian harus mendapatkan nilai yang bagus. Kemudian terlintas dalam otak andi. Kalau begitu konsepnya, berarti mahasiswa merupakan barang yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, apa bedanya dengan pendidikan masa kolonial Belanda yang mendirikan sekolah agar mendapatkan tenaga kerja yang murah?
Saya rasa pemikiran seperti ini harus dirubah. Pendidikan di dalam kelas adalah upaya untuk memberikan wadah bagi murid mendapatkan pembelajaran yang efektif. Baik untuk dirinya maupun orang lain melalui dirinya. Sehingga ketika semua mendapatkan keefektifan pembelajaran maka akan terjadi saling mendorong untuk pertumbuhan dan perkembangan kemampuan berpikir.
Pendidikan yang berorientasi kepada kebutuhan industri, semakin industri membutuhkan maka kita akan semakin terjebak. Lantas, di manakah fungsi perkembangan manusia jika kita masih beranggapan bahwa sekolah untuk berkerja. Padahal lebih dari itu, pendidikan bertujuan untuk memberdayakan manusia menjadi berkualitas yang mampu bersaing baik lingkup nasional maupun global. Pendidikan model kolonial saya khawatirkan akan berdampak pada peserta didik. Pendidikan yang diatur-atur merupakan bentuk usaha membuat peserta didik menjadi bodoh.
Kampus memberikan aturan nilai mahasiswa harus A, kemudian dihalangi masa pembelajaran yang disebut dengan semester. Berganti semester berganti pula mata kuliah. Dikatakan sudah menguasai, belum tentu. Mau dipelajari mata kuliahnya sudah berganti. Menurut saya ini menjadi PR bagi kampus, terutama pendidikan di Indonesia. Dengan adanya sistem pendidikan yang diatur-atur maka mentalitas peserta didik akan tumbuh mental “tunggu perintah”. Contoh saja dari kelas, dosen mengatakan buat makalah tentang ekonomi, bebas terserah kalian. Terus mahasiswa mengatakan berapa lembar pak? Ini bukti kecil mental tunggu diperintah baru jalan. Hal itu sangat menggangu pendidikan berkembang. Mengapa? Dengan aturan sekolah yang menuntut peserta didik untuk ini dan itu sama halnya dengan membuat kreativitas mereka mati. Peserta didik tidak memiliki ruang berkreativitas karena aturan sekolah, baik tugas-tugas, jam masuk, maupun nilai pelajaran.
Kehidupan akan memberikan penghargaan kepada mereka yang memiliki skill dan dapat membawa perubahan baik kepada kehidupan itu sendiri. Walaupun ada momen nilai tinggi memiliki korelasi terhadap kesuksesan, tapi kalau nilai tinggi menjadi acuannya, kenapa ada orang yang memiliki nilai atau IPK rendah ada yang mendapat kesuksesan besar. Artinya nilai atau IPK bukanlah hal yang penting, akan tetapi skill dan kreativitas juga menjadi pendorong untuk meraih kesuksesan itu sendiri.
Pada intinya, pendidikan sendiri memberikan kita pertanyaan apakah kita mampu menghadapi masa depan? Apakah kita mampu menggunakan penalaran yang baik? Dan apakah kita mampu terus meningkatkan kualitas diri? Jadi, pendidikan bukan sebagai usaha awal untuk mencari pekerjaan, tetapi usaha awal untuk meraih kualitas hidup yang baik. Sekolah mengajarkan kepada murid tentang “APA”, padahal harus ada juga tentang “KENAPA”, kenapa kita harus belajar biologi, matematika, sosiologi, geografi, dan lainnya. Bahkan kita sendiri tidak mengetahui kenapa harus belajar. Pengertian yang sempit tentang pendidikan akan membuat pikiran peserta didik ikut sempit bahkan terhimpit.
Editor : Rinaldi Permana Putra
Best Regards,
Darunnajah Business School
Visit Us:
Whatsapp : 081240001302
Website : www.stiedarunnajah.ac.id
Instagram : darunnajah_business_school
Facebook : darunnajah_business_school