Khutbah Idul Adha 1440H di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. “Menggapai Puncak Kemurnian Tauhid Yang Menebarkan Solidaritas Sosial”
Oleh Al-Ustadz Drs. H. Aunur Rofiq, M.M
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الله اكبر 9 الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة وأصيلا. الحمد لله ذي الجلال و الإكرام الذي هدانا للإيمان والإسلام وأكرمنا بشريعة تسك الحج إلى بيته الحرام. أشهد ان لا اله الاّ الله وحده لا شريك له إقراراً بربوبيّته وجلاله و عزّته.
وأشهد ان محمدا عبده ورسوله المصطفى من سائر خلقه من إنسه و جنّه. نصلّي و نسلم على سيّدنا وحبيبنا محمد وعلى اله واصحابه ومن تبعه من جميع أمّته
أمّا بعد, فيا عباد الله اوصيني و إياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون. و اتّقوا الله حقّ تقاته ولا تموتن الاّ وأنتم مسلمون
Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, bahwa atas rahmat hidayah dan inayah-Nya pada pagi hari ini kita berkumpul di lapangan ini untuk mengumandangkan takbir, tahmid, tahlil dan tasbih dilanjutkan menunaikan sholat idul Adha. Selanjutnya sholawat dan salam marilah kita doakan semoga selalu dilimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Allahu Akbar 3x Walillahul Hamdu.
Sejak matahari terbenam di ufuk barat kemarin, hingga pagi hari ini dan hari-hari tasyrik nanti kaum Muslimin di seluruh dunia menggemakan takbir, tahmid, tahlil dan tasbih menunaikan sholat idul Adha selanjutnya menyembelih hewan qurban.
Kita kumandangkan kalimat takbir, tahlil, tahmid dan tasbih sebagal ikrar dan peneguhan hati nurani yang paling dalam, bahwa hanya Allahlah yang Maha Besar tidak ada Tuhan selain Dia, yang Maha Terpuji lagi Maha suci.
Pada hari raya ini, yang merupakan hari besar bagi umat Islam, sejak pagi-pagi benar kaum Muslimin dan Muslimat dengan tubuh yang suci bersih, mereka berbondong-bondong menuju musholla, masjid dan lapangan terbuka, berbaris dalam susunan shof yang teratur rapi, menyatukan ruku’ dan sujud hingga hidung dan dahi menyentuh bumi, mengakui betapa rendah dan kecilnya manusia dihadapan Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi.
Menginsyafi betapa hina penuh dosa manusia dihadapan Allah yang Maha Suci dan Maha Terpuji. Dan menyadari betapa lemah tak berdayanya manusia dihadapan Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia.
Marilah kita gunakan kesempatan ini untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT sambil merenungkan arti penting dan hikmah Idul Adha, sebagaimana yang dilakukan saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah al-Mukarromah.
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamdu
Setiap datang Idul Adha, terlintas kembali kenangan sejarah kholilullah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya yang sangat sakral dan monumental yang kelak menjadi tauladan bagi umat manusia untuk memperjuangkan kalimat-kalimat tauhid dan menegakkan persamaan nilai-nilai kemanusiaan yang diperagakan dalam amaliah haji dan kurban. Kita umat Rasulullah SAW, diperintahkan agar meneladani dan mengikuti jejak amal ibadah serta agama lbrahim, sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 123:
ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Artinya: Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) : Hendaklah engkau mengikuti agama ibrahim yang lurus dan bukanlah ibrahim termasuk golongan orang-orang musyrik. ”
Pada hari ini, 221 ribu jamaah haji Indonesia bersama 2,3 juta jamaah haji dari seIuruh dunia dengan berbagai warna kulit, beragam budaya dan bahasa tumpah ruah berkumpul untuk merekontruksikan kembali seluruh peristiwa yang pernah dialami keluarga Nabi lbrahim AS. Mereka semua memenuhi panggilan illahi yang telah diserukan 4.000 tahun yang lalu melalui lisan kholilullah Nabi Ibrahim AS dalam surah AI-Hajj ayat 27:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى ُامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فِجْع
Artinya: Dan serulah manusia untuk melaksanakan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai kendaraan. Mereka akan datang kepadamu dari setiap penjuru dunia yang jauh.
Jamaah Idul Adha Rahimakumullah
Ibadah haji sebagaimana ibadah-ibadah lain dalam Islam sarat dengan nilai dan pesan. Ibadah haji mengandung nilai spiritual sebagai ibadah mahdzoh, ia juga sarat dengan pesan nilai-nilai sosial. Ibadah haji bagi seorang muslim pada hakikatnya merupakan media “latihan untuk meninggal dunia”.
Mengapa demikian? Karena orang yang berhaji dengan ikhlas dan tawakkal kepada Allah SWT meninggalkan keluarganya, hartanya dan jabatannya. Segala atribut dan portofolio keduniaan ditinggalkannya. Hanya kain ihrom putih tanpa jahitan yang dipakainya dengan terlebih dahulu mandi sekujur badan dan sholat sunnah 2 rakaat, persis seperti ketika seseorang meninggal dunia jenazahnya dimandikan, dikafani dan disholati.
Setelah berpakaian Ihram, Jamaah haji melakukan thawaf mengililingi Ka’bah tujuh kali. Ka’bah merupakan lambang dari wujud dan keesaan Allah SWT. Berthawaf mengelilingi Ka’bah melambangkan aktifitas manusia yang tak boleh terlepas dari Allah SWT, bagaikan planet-planet bumi yang tidak bisa terlepas mengitari matahari sebagai pusat tata suryanya.
Dalam thawaf, disunahkan untuk mencium Hajar Aswad, diilustrasikan seperti pejabat yang sedang berjabat tangan setelah menandatangani suatu surat keputusan atau MOU sebagai pemerkokoh. Begitulah orang yang telah mencium atau mengusap Hajar Aswad berikrar dihadapan Allah bahwa ia akan menjadi hamba Allah yang teguh dan konsisten dalam memperjuangkan kalimat-kalimat tauhid dan mentaati perintah Tuhannya sebagaimana Nabi Adam AS. Ka’bah bagi umat Islam dijadikan oleh Allah sebagai arah yang dituju ketika Sholat.
Ketika orang sholat di Masjidil Haram, ada yang berdiri menghadap utara, selatan, timur atau barat, masing-masing bebas memilih tempat berpijaknya selama masing-masing mereka mengarah ke Ka’bah. Ini sebuah simbolisasi bahwa segala perbedaan dan kecendurangan boleh berbeda, asal tujuannya ridho Allah SWT.
Kelirulah orang-orang yang memaksakan persatuan dengan melebur perbedaan. Kita harus berbhinneka, tetapi juga bertunggal ika, baik sebagai bangsa maupun ummat. Bagi kita bangsa Indonesia yang terdiri dari 1.340 suku bangsa dan berdiam diatas 17.504 pulau dengan berbagai agama dan suku bangsa, maka persaudaraan dan menghormati perbedaan dan keberagaman yang ada menjadi mutlak diperlukan.
Ibadah thawaf selalu dirangkaikan dengan ibadah Sai. Ibadah sai adalah merupakan napak tilas memperagakan kembali apa yang pernah dilakukan Siti Hajar yang berlari-lari kebingungan mencari air untuk putranya yang kehausan. Adalah suatu hal yang mustahil untuk mendapatkan air di pegunungan yang gersang.
Tapi dengan kegigihan sang ibu, ia berlari-lari mondar mandir tujuh kali dari bukit Shofa ke Bukit Marwah dengan total jarak 3,15 km akhirnya ia mendapatkan air lewat kaki Ismail yang kemudian kini menjadi sumur zam-zam. Dari sini kita mendapatkan ibroh yang berharga dimana suatu niat yang baik, bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, meskipun nampaknya mustahil untuk dicapai, bila diusahakan dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja tuntas disertai dengan mujahaddah dan doa, niscaya Allah SWT akan mengabulkan apa aja yang kita harapkan. “There is nothing impossible, but everything is possible as long as you believe in God” Allah berfirman:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ
Artinya: “Kalau engkau punya cita-cita luhur sesudah engkau usahakan secara optimal, maka pasrahkaniah hasilnya kepada Allah. Bagi Allah tidak ada sesuatu yang mustahil dan sulit. ”
Sai dalam arti harfiahnya adalah usaha kerja keras dan perjuangan. Sai dimulai dari Bukit Sofa dan Berakhir di Bukit Marwah. Shofa artinya kesucian atau kehalalan, Marwah artinya kepuasan dan keridhoan. Demikian juga halnya dengan segala usaha dan aktivitas manusia, hendaklah diawali dengan cara-cara yang baik dan halal dengan mengharap ridho dari Allah dan diakhiri dengan rasa syukur, rasa puas dan qonaah. Allah berfirman:
فَخُذْ مَآ ءَاتَيْتُكَ وَكُن مِّنَ ٱلشَّـٰكِرِينَ
Artinya: “Berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan dan hendaklah kamu termasuk orangorang yang bersyukur.”
Kaum Muslimin As’adakumullahu Hayatakum
Pada tanggal 9 Dzuihijjah kemarin para jamaah haji telah melaksanakan inti ibadah haji, yaitu wukuf di padang Arofah. Semuanya merasakan panasnya terik matahari. Padang Arafah merupakan gambaran miniature dan gladi resik pasca kiamat dimana semua manusia dibangkitkan kembali dari kuburnya. Tidak ada yang bisa menolong di tempat yang sangat panas ini, kecuali amal perbuatannya sendiri dan syafaat dari Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Tidak akan bergeser kemanapun dua kaki seorang hamba di padang maksyar nanti, sebelum ditanya empat pertanyaan: Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang masa mudanya dimanfaatkan untuk apa, tentang harta bendanya didapatkan dari mana dan untuk apa saja dibelanjakan serta tentang ilmunya diamalkan seperti apa?”
Ibadah haji diakhiri dengan melontar jamarot di Mina. Para jamaah melempar dengan kerikil-kerikil di pilar Aqobah, Wusto dan Ula. Ini perlambangan bagi kita, bahwa dalam hidup dan kehidupan ini, kita akan selalu dibayang-bayangi oleh musuh bebuyutan yang harus dilawan dan diperangi, yaitu iblis dan setan. Iblis dan setan akan selalu berusaha membujuk rayu dan menghiasi kita dengan sifat-sifat syaitoniyah yang selalu berdimensi tiga (trinitas), yaitu kejahatan pikiran, emosi dan nafsu. Keserakahan harta, tahta dan wanita. Tipuan intuisi, gengsi dan posisi. Allah berfirman dalam Al-Fath ayat 6:
إِنَّ ٱلشَّيْطَـٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّۭ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikan ia musuhmu.
Allahu Akbar 3X Walillahil Hamdu
Itulah beberapa amalan ibadah haji yang sekarang sedang dilaksanakan saudara saudara kita di tanah suci. Dan karena begitu pentingnya ibadah haji, maka Allah menjanjikan balasan surga bagi yang hajinya mabrur. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim:
الحج المبرور ليس له جزاء الاّ الجنة
Artinya: “Haji yang mabrur tiada balasan baginya, kecuali surga.” Sebaliknya Allah memberi ancaman dalam hadits Qudsi bagi orang yang mampu berhaji tapi tidak menunaikannya.
يقولُ اللهُ عزَّ وجلَّ: إنَّ عبدًا أصحَحْتُ له بدنَه وأوسَعْتُ عليه في الرِّزْقِ لَمْ يَفِدْ إليَّ في كلِّ أربعةِ أعوامٍ لَمحرومٌ
“Seseorang yang telah Aku karuniai badan sehat dan telah Aku lapangkan rizkinya, namun ia tidak mau berhaji ke Baitullah selama empat tahun, maka ia terlarang untuk memperoleh karuniaku.”
Jamaah Ied yang dimuliakan Allah
Hari Raya Idul Adha disebut juga dengan Hari Raya kurban, karena pada hari yang mulia ini dan pada hari-hari tasyrik,kita yang tidak melaksanakan ibadah haji diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk berkurban dengan menyembelih hewan ternak qurban. Cikal bakal berkurban itu dinukil dari kisah pengorbanan sejati yang dilaksanakan oleh dua insan Rasul Allah, ayah dan putranya yaitu Kholilullah Ibrahim AS dan Ismail. Cinta lbrahim kepada putranya bukanlah cinta biasa.
Tapi cinta sang ayah yang sudah 80 tahun mendambakan seorang anak untuk melanjutkan perjuangannya. Ketika anak yang lucu dan mungil itu masih bayi, Allah memerintahkan lbrahim untuk menuju ke Babilonia dan meninggalkan anaknya di Makkah bersama ibunya, Siti Hajar. Suatu masa nabi lbrahim diperkenankan kembali ke Makkah, ketika putranya sudah menginjak usia remaja. Ibrahim dan Ismail diberikan kemulian oleh Allah untuk membangun Ka’bah, sebagaimana firman Allah dalam surah Albaqorah ayat 127:
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِـۧمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَـٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Artinya: Dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” Setelah Ibrahim dan Ismail Membangun kembali ka’bah, tak lama kemudian datang ujian yang berat, yaitu Ibrahim bermimpi dalam tidurnya 3 kali untuk menyembelih anaknya. Di pagi hari pertama setelah malamnya bermimpi, Ibrahim berfikir apakah itu datang dari Allah?, maka dalam sejarah haji disebut dengan hari tarwiyah.
Di hari kedua bermimpi, Ibrahim mengetahui bahwa perintah itu benar dari Allah, maka hari tersebut hari Arofah. Dan di hari ketiga, dalam mimpinya, Ibrahim siap melaksanakan penyembelihan anaknya Ismail, maka hari itu disebut dengan hari nahr. Selanjutnya dengan ketegaran hati, Ibrahim menyampaikan perintah itu kepada Ismail untuk menyembelih Putranya, sebagaimana termaktub dalam Surat As-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
Artinya: Maka tatkala anak itu telah berumur remaja, Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ismail memahami betul bahwa mimpi seorang Rasul sepertinya ayahnya adalah perintah Allah. Maka iapun tidak merengek manja atau menolak dengan congkak, tetapi dengan rendah hati dan tulus ikhlas menerima pasrah mimpi ayahnya dengan menjawab:
قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِين
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”
Namun sebelum eksekusi penyembelihan dilaksanakan, Ismail menyampaikan permohonan kepada ayahandanya: Wahai ayahanda, kuatkanlah ikatan tali ini kepadaku, sehingga aku tidak leluasa bergerak, singkirkan bajumu wahai ayahanda, sehingga pakaianmu bebas dari muncratan darahku, sehingga tidak mengurangi pahalaku dan tidak dilihat oleh ibuku yang bisa membuatnya sedih, tajamkan pisaumu, dan segera untuk mempermudahku karena kematian itu sakit, sampaikan salamku untuk ibundaku”
Dengan bertawakkal kepada Allah, Ibrahim AS melaksanakan perintah-Nya dan Ismail ditidurkan di pangkuannya, pisau yang telah diasah tajam ditempelkan ke leher putranya tersayang. Ketika itu Allah menggantinya dengan seekor kibas seraya berfirman:
قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu, dan demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” Demikianlah kisah nyata pengorbanan lbrahim dan Ismail yang spektakuler dan inspiratif sebagai gambaran cinta sejati orang-orang mukmin kepada Allah SWT. Islam adalah agama cinta. Dibangun pada setiap individu muslim dengan landasan cinta kepada Allah, cinta kepada Rasul dan cinta kepada perjuangan Islam. Namun cinta hanya merupakan slogan kosong bila tanpa perjuangan. Dan perjuangan mustahil terwujud tanpa pengorbanan.
Allahu Akbar 3x Waiillahil Hamdu. Jamaah idul Adha yang berbahagia
Hakikat berkurban tidak terletak pada daging atau sapi yang kita sembelih, tapi pada semangat spirit pengorbanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” Alhajj 37
Sungguh besar sekali pahala yang dijanjikan Allah bagi orang orang yang berkurban. Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الأُضحيةُ لصاحبِها بكلِّ شعرةٍ حسنةٌ
“Binatang yang disembelih untuk kurban, maka tiap tiap bulunya mengandung kebaikan”
Rasulullah mengancam orang-orang yang mampu berkurban tapi tidak melaksanakannya.dalam hadits beliau yang artinya: “Barang siapa mempunyai kelapangan rizki untuk berkurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali mendekati musholaku”.
Allahu Akbar 3x Waiillahil Hamdu. Jamaah idul Adha yang berbahagia
Demikianlah napak tilas perjuangan kholilullah Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya, yang direkonstruksikan dalam ibadah Haji dan Ibadah Kurban. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Mumtahanah 4 :
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌۭ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” Sungguh banyak sekali hikmah ibadah haji dan ibadah kurban yang kita rayakan hari ini, berhulu pada pemurnian tauhid, mengailir pada semangat persamaan dan persaudaraan sesama dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan dan kedamaian untuk umat manusia.
Marilah kita jadikan ibadah haji sebagai simbol dari ittihadul Ummah, Ummatan wahidah, persatuan umat. Partai dan golongan boleh berbeda tetapi kita tetap satu aqidah, satu imamah, satu ukhuwah, satu ghoyah. Jangan kita terpuruk dalam tafarruk, terpecah, terkotak-kotak dalam firqoh, berderu-deru dalam seteru. Rasulullah bersabda :
العباد كلهم إخوة. كونوا عباد الله اخوانا
Artinya: “Hamba-hamba Allah itu semuanya bersaudara, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. Marilah kita jadikan momentum Ibadah Kurban untuk meningkatkan sikap saling peduli, saling simpati dan empati, saling memberi dan berbagi dalam suka dan duka dengan mengorbankan jiwa, harta, tenaga, pikiran dan perasaan demi untuk kepentingan dan pembangunan bangsa dan negara dan agama. Allah juga berfirman dalam surah Ali-Imron ayat 92:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌۭ
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.