In Memorian
Ustadz Drs. Abdul Rasyid Shaleh, Teladan Totalitas & Integritas Perjuangan.
“Waktu itu saya tinggal di kampung Toge, kemudian dapat informasi jika di Cipining ada pesantren modern, pimpinannya alumni Gontor, nah ketika saya silaturrahmi ke Pak Kiai (KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc), beliau menawari agar saya tinggal dan mengajar di Darunnajah ini!” demikian kurang lebih jawaban Ustadz Drs. Abdul Rasyid Shaleh kepada saya, ketika suatu saat ditanya kapan dan bagaimana beliau awal mengetahui Darunnajah 2 Cipining. Saya memang senang menyimak kisah perjalanan para guru senior. Di dalam kisah ada hikmah dan ‘ibrah.
Pada kesempatan lain, ketika saya wawancara beliau guna memohon testimoni yang akan dicantumkan dalam buku Sabilun Najihin, Senarai Inspirasi & Motivasi Sang Kiai Jalan Sukses Pendidikan Islami, Ustadz Rasyid (nama akrab panggilan beliau) menyatakan: “Saya mengikuti perjalanan Pak Kiai ini dari September tahun 1990, sampai sekarang kira-kira sudah 31 tahun. Saya melihat Pak Kiai adalah sosok yang sangat tangguh; tangguh hatinya, tangguh fisiknya, tangguh disiplinnya, sehingga kalau beliau berhasil ya saya kira sangat wajar. Bayangkan, di sini (waktu itu) masih hutan kemudian sebagai menantunya dikirim oleh KH. Abdul Manaf Mukhayyar ke sini, ya masih hutan, siapa yang mau, kalau orang muda sekarang kan gak ada yang mau, maka saya kira Pak Kiai itu panutan!”. Testimoni lengkapnya dapat dibaca dalam buku Sabilun Najihin halaman viii-ix.
Pada waktu saya masih menjadi santri tingkat Madrasah Aliyah (MA) Darunnajah Cipining, Ustadz Rasyid sebagai Kepala Madrasah sejak 1997 – 2010. Dari kelas Intensif (Taktsifiy) hingga kelas 5 TMI kami belajar di kompleks sekolah kampus dua, ketika kelas 6 TMI mulai belajar di sekolah kampus satu. Diantara kenangan masa itu adalah beliau sangat mahir dalam pelajaran Ekonomi, juga gemar Bahasa Inggris. Jika kakak kelas kami angkatan 6 masih mengalami Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dengan harus ‘migrasi’ ke MAN Parung Panjang, Alhamdulillah pada zaman kami kelas XII MA (6 TMI) sudah mandiri ujian di Darunnajah Cipining. Beliau sangat mendukung peningkatan ilmiah santri, sehingga pada waktu kelas 6 TMI kami diwajibkan tugas resume buku, juga membuat laporan tertulis hasil interview napak tilas ke lokasi PDPM angkatan tiga di Banyuresmi Cigudeg.
Setamat TMI dan langsung khidmah di almameter tercinta, saya semakin banyak kesempatan istifaadah dan ber-uswah kepada para guru-guru senior, termasuk Ustadz Rasyid. Beliau ingin guru-guru maju meningkat pengetahuan juga kesejahteraannya. Juga sangat senang jika mendengar informasi alumni yang tamat S1 bahkan S2 yang waktu itu masih langka. Pada tahun ketujuh kami mengajar, ada satu kenangan penting tak terlupa. “Ustadz Muhlisin agar siap-siap ya, ikut pembinaan guru sertifikasi, kita rombongan sekitar 21 orang akan ke Surabaya!” ungkap beliau pada 2007. Ya, waktu itu bersama beliau dan rombongan naik kereta api guna menuju asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Kami terkesan semangat beliau dalam meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan, hal ini dapat kami saksikan ketika beliau mendapat tugas sebagai nara sumber dalam Majlis Ilmi guru berkeluarga pada Kamis pagi, maka senantiasa mempersiapkan I’daad (persiapan) tertulis yang memadai. Demikian halnya terkait tugas mengajar formal di dalam kelas, I’daad Tadriis (lesson plan) beliau termasuk yang paling lengkap. Beliau juga mengikuti update informasi terkini dan seringkali menjadikannya bahan diskusi.
Semangat ibadah beliau juga luar biasa. Rajin sholat berjama’ah dan tadarrus al qur’an. Pernah suatu ketika beliau cerita terhidar dari sebuah musibah dan menurut beliau hal itu karena fadhilah mendawamkan tadarus Al Qur’an. Minat baca beliau memang tinggi, oleh karenanya ketika buku Sabilun Najihin berhasil diterbitkan oleh penerbit Pustaka Darunnajah pada Oktober 2021, beliau termasuk guru senior yang awal kami hadiahi buku tersebut. Juga, ketika beberapa bulan terakhir kondisi kesehatan beliau menurun, kami sempatkan langsung ke rumah beliau mengirim Wardan edisi Desember 2022 dan kalender pesantren 2023, sebagai tambahan bahan bacaan dan informasi perkembangan pesantren.
Meski sempat mengalami kondisi kritis lebih dari sekali, namun beliau ketika dijenguk maka tetap saja menanyakan kondisi pesantren, kegiatan santri, bahkan menyatakan ingin cepat mengajar lagi. Hal itu terungkap, misalnya ketika kami membezuk beliau di salah satu rumah sakit di Bogor pada 20 November 2022. Bahkan, pernah suatu ketika beliau masih menyempatkan hadir kumpul pengurus pesantren dan juga upacara apel sabtu pagi dengan berdiri cukup lama, padahal beliau baru saja dirawat di rumah sakit. Sungguh teladan kesungguhan dalam perjuangan.
Mengingat kesehatan yang belum pulih, serta keharusan cuci darah rutin, maka sejak semester dua tahun pelajaran 2022/2023 beliau tidak lagi mengajar santri di kelas. Hingga jelang Ramadhan 1444 H, tepatnya hari Rabu sore pukul 17.26 wib, 22 Maret 2023, Ustadz H. Trimo menyampaikan informasi di grup-grup whatsapp guru Darunnajah yang kami ikuti dan cukup mengagetkan karena diksi dan emoticon menangis tiga kali, secara verbatim berbunyi “Assalamu’alaikum wr wb. Ana barusan ke rumah ust. Rosyid, Salam dan permohonan dari beliau kepada guru2 mohon dimaafkan bila ada kesalahan dan khilah (emoticon menangis tiga kali, permintaan maaf dua kali), beliau mengaminkan saat ana minta do’a restu agar pelaksanaan ramadhan ini santri dan guru mendapat ridho Allah..Aamiiin!”. Nah, terus terang ungkapan berikutnya yang sempat membuat hati saya (dan mungkin juga guru-guru lainnya) terhenyak deg “Yang luang waktu sempatkanlah menengok, Yang tidak sempat sempatkanlah menengok ust Rosyid!”.
Malam itu juga, setelah Tarawih perdana sebagian asatidz menengok Ustadz Rasyid ke rumah beliau. Saya tidak bisa hadir karena sudah terlanjur ada janji perkuliahan jelang UTS mahasantri. Walhasil, pada malam berikutnya, bertepatan malam Jum’at, Alhamdulillah bersama guru-guru, saya bisa hadir menengok beliau. Sementara guru-guru lain duduk halaqah di teras rumah beliau, seizin putra bungsu beliau, yang sering dipanggil Wafa, saya bersama Ustadz Atijan Yani, S.Pd.I., dan Ustadz Mujiyanto, S.Pd.I., masuk ke kamar tidur beliau. Di dalam kamar juga ada istri beliau yang sabar dan setia menemaninya. Kami coba komunikasi dengan beliau tapi tampaknya sudah ‘tidak nyambung’. Kami cium tangan beliau dan usap-usap kaki beliau. Saya bisikan ke ustadz Atijan yang duduk paling dekat ke wajah beliau, agar disampaikan ke beliau, kita minta izin untuk ngaji dan mendo’akan beliau. Ustadz Atijan termasuk akrab dan dekat dengan Ustadz Rasyid karena keduanya sama-sama sebagai Pengawas Pesantren. Tetiba ada rasa sedih yang tertahan menumpuk di dada demi melihat kondisi guru kami terbaring lemah di depan mata. Menangis tanpa air mata ternyata lebih pilu rasanya. Sampai saya tidak sadar jika Pengawas Pesantren lainnya, Ustadz Isa Abdillah, S.E., juga menyusul masuk ke ruangan yang sama.
Kemudian kami izin keluar dari ruangan kamar untuk bergabung dengan dewan asatidzah lainnya. Khataman Al Qur’an dimulai, masing-masing membaca satu juz. Setelah tadarrus Al Qur’an, dilanjutkan dengan membaca beberapa kalimat thoyyibah serta munajat kepada Allah SWT. Di sesi akhir, masing-masing guru membacakan Al Fatihah dan do’a-doa dengan isyarat ditiupkan ke air mineral yang akan diminumkan dan atau dibalurkan ke ustadz Rasyid. Entah kenapa, di antara do’a yang muncul dalam fikiran kami dan terungkap dalam lisan adalah “Allaahumma ahyi Ustaadzii al faadhil Ustaadz Abdul Rasyid Shaleh maa kaanatil hayaatu khairaan lahuu, wa tawaffahu maa kaanatil wafaatu khairaan lahuu!”. Sebagaimana yang pernah kami simak dalam pelajaran Hadits Bulughul Maraam.
Besok harinya, Jum’at pagi jelang siang, kami masih mendapat informasi di grup whatsapp, beliau sedang menjalani jadwal kontrol rutin ke rumah sakit. Dan pada Sabtu sore, 25 Maret 2023 bertepatan hari ketiga puasa, kami mendapatkan info beliau meninggal dunia sekira pukul 16.50 wib. Segenap dewan guru, karyawan dan tetangga serta merta sigap bagi tugas: menyiapkan pemandian, pemulasaran, pengkafanan di rumah duka. Guru-guru secara bergiliran bertakziah dan membacakan Al Qur’an di samping jenazah almarhum yang dibaringkan di ruang tamu. Berikutnya, alamrhum disholatkan di masjid Jami’ Darunnajah kampus satu seusai sholat Tarawih. Para santriwan telah menunggu di masjid jami’ (dan santriwati di aula kampus satu) dengan terus melantunkan Al Qur’an. Sebelum sholat jenazah, terlebih dahulu dibacakan riwayat perjuangan almarhum selama 33 tahun Di Darunnajah 2 Cipining yang disampaikan oleh Pembina Pesantren, Ustadz Dr. H. Musthafa Zahir dengan beberapa kali teriringi isakan tangis menahan kesedihan. Suasana yang mengharukan. Adapun yang bertindak sebagai Imam Sholat Jenazah yang diikuti ribuan jama’ah adalah Ustadz H. Trimo, S.Ag. Berikutnya, sesuai wasiat semasa masih hidup, almarhum dimakamkan di pemakaman Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Hadir juga tokoh masyarakat kampung Cipining, KH. Asep Fakih dan lain-lain dalam Sholat jenazah dan pemakaman. Prosesi pemakaman selesai jelang pukul 22.00 wib. Pun demikian tampak guru dan atau alumni dari Kadaka/Bunar, Jasinga, Parung Panjang bahkan Cikupa Tangerang tampak hadir berbela sungkawa pada malam itu juga.
Almarhum lahir di Palembang pada 16 Juni 1960. Usia remajanya dihabiskan menjadi santri KMI Gontor Ponorogo Jawa Timur dan Madrasah Mu’allimin Yogyakarta. Pendidikan S1 ditamatkannya di IAIN/UIN Yogyakarta. Beliau meninggalkan satu orang istri, tiga putra kandung, dua putri menantu dan satu cucu.
Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Raaji’uun. Kafaa bil mauti waa’idzaan. Almautu baabun wannaasu daakhiluun. Selamat kembali ke haribaan Ilahi Rabbi wahai guru dan orang tua kami. Kami bersaksi dengan sepenuh hati, antum min ahlil khaiiiiiiiir wa husnil khaatimah, Aaamiiin. (Catatan oleh Muhlisin Ibnu Muhtarom).