Pagi ini, Kamis 24 Jumadil Akhir 1443 H/ 27 Januari 2022, asatidzah Darunnajah 2 Cipining Bogor yang sudah berkeluarga dan tinggal di asrama dan sekitar lingkungan pesantren kembali melaksanakan Majlis Ilmi, sebagaimana jadwal pekanan yang telah diatur sedemikian rupa. (Jadwal detail Majlis Ilmi harian untuk berbagai komponen pesantren bisa dibaca di tulisan lainnya yang pernah di sebarkan).
Seperti biasanya, Pimpinan Pesantren Darunnajah 2 Cipining sekaligus Ketua Dewan Nadzir Yayasan Darunnajah, KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc mengawali Majlis Ilmi dengan penyampaian mukaddimah sebelum presentasi oleh guru yang bertugas. “Alhamdulillah, saya bersyukur pagi ini bisa lagi menghadiri pengajian ini, pekan lalu saya tidak hadir karena ada acara di Puncak. Alhamdulillah di Puncak, saya bisa bertemu dengan para pengasuh dan pimpinan dari pesantren-pesantren kita yang sekarang sudah sampai dua puluh pesantren!” ungkap kesyukuran beliau.
Beliau juga sampaikan kebahagiaannya bisa berbicara di depan para pengasuh dan wakil pengasuh Darunnajah Pusat dan Cabang dalam pertemuan tersebut meski hanya sebentar dan sedikit. Meski beliau akui bahwa sebagian para pimpinan/wakil pengasuh tidak atau belum beliau kenal, namun beliau terus sampaikan motivasi agar Pondok Pesantren Darunnajah semakin maju bahkan menjadi percontohan bagi pesantren-pesantren lain.
Kiai Jamhari melanjutkan, “Meski dokter dan juga banyak orang mengatakan saya sudah sehat, tetapi keadaan saya ya masih begini. Saya belum bisa sepenuhnya mandiri, kemana-mana harus ada yang mendampingi. Saya sedih juga, ini ada Ustadz Rasyid (Drs. Abdul Rasyid) menikahkan anaknya tetapi saya tidak bisa hadir karena kondisi begini. Ada guru kita yang meninggal, Pak Faruq (Ustadz Faruq Abshari, S.Pd.I) misalnya, saya juga tidak bisa hadir sholat jenazah di masjid, meski sebenarnya saya ingin sekali sholat jenazah bersama para guru dan santri. Hari ini juga, ada pelantikan (pengurus OSDC & Koordinator Pramuka) saya tidak bisa hadir karena harus ke rumah sakit!”
Beliau berharap agar segenap dewan guru, baik lama maupun baru aktif dalam berbagai kegiatan meski Bapak Kiai tidak hadir secara fisik. “Saya ada atau tidak ada, kegiatan seperti pengajian ini harus tetap berjalan. Jangan kalau saya ada, (guru) pada hadir, kalau saya tidak ada jadi prei (bahasa Jawa, artinya libur). Meski saya tidak hadir, ruh saya selalu ada di pesantren!” jelas beliau sembari menegaskan agar semua guru hadir dalam Tahlilan untuk (almarhum) Ustadz Faruq minimal sampai tujuh hari. Dalam hitungan penulis tadi Bapak Kiai tidak kurang dari tiga kali mengulang-ulang diksi “Ruh saya hadir meski jasad saya tidak hadir! “, dan ketika menyimak bagian ungkapan ini tampak serta terdengar beberapa guru di dekat saya menyahut “Masya Allah”, “Terus memikirkan pesantren”. Saya sendiri merasakan ada buliran hangat di kedua mata. Haru dan syahdu.
Bapak kiai juga mengulang-ulang poin agar para dewan guru mempunyai perhatian yang tinggi terhadap guru yang meninggal dunia. Beliau kembali mengingatkan agar para santri diajari tata-cara mengurus orang yang meninggal dunia, termasuk Tahlil(an) tersebut.
Usai penyampaian Bapak Kiai yang disimak secara mendalam penuh penghayatan oleh dewan guru, selanjutnya Ustadz Achmad Abdulloh Khuseini, M.Ag., selaku Mutakkallim atau nara sumber yang bertugas pada Forum Ilmiah Guru (FIGUR) pagi ini langsung memaparkan tema Bahaya Fitnah yang terbagi dalam fitnah syubhat yang terkait dengan urusan keagamaan dan fitnah syahwat yang terkorelasi dengan urusan keduniaan. Penyampaian yang menarik tidak terasa menghantarkan jama’ah Majlis Ilmi pada pukul 06.00 wib sehingga ‘hanya’ ada ta’liq tentang perbedaan pemaknaan diksi Fitnah dalam bahasa Arab dan Indonesia disampaikan oleh Ustadz Asmari Ihsan Al Hafidh, M.Kom., biasanya jika waktu masih memungkinkan maka sesi ini akan ramai dengan munaqosyah (pertanyaan, tanggapan bahkan bantahan).
Demikian Catatan Kamis Pagi oleh salah seorang penikmat Majlis Ilmi,
Muhlisin Ibnu Muhtarom
*******
Foto diambil oleh Kepala Divisi Pengajaran, Ustadz Saiful Bahri, S.Pd.I.