Manusia adalah musuh bagi kebodohannya. Sebuah adagium menohok yang sering kita dengar di mana-mana. Pribahasa tersebut umumnya diucapkan oleh seorang pendidik kepada muridnya sebagai sebuah nasihat agar para peserta didik terpompa semangatnya untuk lebih giat lagi dalam belajar dan mencari ilmu. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi seorang pendidik untuk menstimulasi murid-muridnya agar mereka tidak mudah putus asa dalam menggapai cita-cita yang diangankan.
Lalu apa kaitan antara kebodohan dan semangat seorang pendidik? Kalaulah seorang guru terlihat tidak mempunyai gairah yang kuat dalam proses belajar-mengajar, mustahil rasanya proses penstransferan ilmu itu akan berjalan dengan lancar. Hingga pada puncaknya, murid-murid yang seharusnya memiliki wawasan yang luas malah berakhir menjadi manusia yang pandai berbicara, namun sedikit ilmunya. Sombong seperti tong kosong nyaring bunyinya. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa yang di masa depan akan menduduki kursi-kursi kepemimpinan dan pemerintahan di negeri ini.
Peran mereka di masa depan ditentukan dari bagaimana proses pendidikan di masa sekarang. Kemajuan dan kemunduran bangsa ini ada dalam genggaman mereka. Jika mereka dididik dengan baik, tidak menutup kemungkinan negeri ini akan berubah ke arah yang lebih baik. Tapi jika proses pendidikan para generasi penerus itu tidak baik, maka bisa jadi negeri ini akan berjalan menuju kehancuran. Itulah mengapa kebodohan adalah musuh yang harus diperangi. Kalau kebodohan dibiarkan dan tidak kita tumpas, di masa depan negeri ini akan dikuasai oleh manusia-manusia yang hanya mementingkan keamanan dan kenyamanan mereka. Salah satu cara memberantas kebodohan itu adalah dengan memantik kesadaran para pendidik agar mereka lebih bersemangat lagi dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas.
(ZA)