Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Belajar dari Imam Syafii: Seni Mendidik dengan Akhlak dan Ilmu

Dalam perjalanan sejarah Islam, sosok Imam Syafii dikenal sebagai seorang ulama besar yang ilmu dan nasihatnya terus relevan hingga kini. Salah satu kisah menarik yang patut kita renungkan adalah ketika beliau memberikan nasihat kepada seorang guru anak-anak Khalifah Harun ar-Rasyid. Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana seorang pendidik dapat menjadi teladan dan mencetak generasi yang unggul.

Perbaiki Diri Sebelum Mendidik Orang Lain

Imam Syafii memulai nasihatnya dengan mengingatkan sang guru, Abu Abdus Shomad, agar senantiasa memperbaiki dirinya terlebih dahulu. Menurut Imam Syafii, tindakan guru sangat memengaruhi persepsi anak didiknya.

“Baik menurut mereka adalah apa yang engkau anggap baik, dan buruk di mata mereka adalah apa yang engkau tidak sukai,” ujar beliau.

Pesan ini relevan bagi para pendidik masa kini, khususnya di pesantren dan institusi pendidikan Islam, di mana seorang guru tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menjadi panutan dalam perilaku dan akhlak.

Ajarkan Al-Qur’an dengan Cinta, Bukan Paksaan

Imam Syafii menekankan pentingnya mendidik anak dengan Al-Qur’an, namun beliau mengingatkan agar proses pengajaran tidak dilakukan dengan cara yang memaksa sehingga membuat anak bosan. Sebaliknya, anak harus didekatkan dengan Al-Qur’an secara bertahap dan penuh kasih sayang.

“Jangan memaksa mereka dalam pengajaranmu sehingga mereka menjadi bosan dan jemu pada Alquran, dan jangan pula membiarkan mereka tanpa Alquran sehingga mereka akan mengabaikannya,” pesan Imam Syafii.

Pesan ini sangat relevan dalam konteks pendidikan modern. Menggabungkan pengajaran agama dengan metode yang menarik dan sesuai usia anak dapat meningkatkan kecintaan mereka terhadap ilmu-ilmu keislaman.

Tekankan Pemahaman Sebelum Berpindah ke Ilmu Lain

Salah satu poin penting dari nasihat Imam Syafii adalah pentingnya memahami satu ilmu sebelum melompat ke ilmu lainnya. Beliau mengingatkan, pembelajaran yang tergesa-gesa dapat membuat pemahaman menjadi dangkal dan membingungkan.

“Jangan menyuruh mereka berpindah mempelajari satu ilmu ke ilmu lain sebelum mereka betul-betul menguasainya karena kata-kata yang berjejalan di telinga akan menyesatkan pemahaman,” kata Imam Syafii.

Nasihat ini menjadi pengingat bagi kita untuk memprioritaskan kualitas pembelajaran daripada sekadar mengejar kuantitas.

Syair yang Beradab dan Hadis yang Mulia

Sebagai pelengkap, Imam Syafii juga menganjurkan agar anak-anak dikenalkan dengan syair-syair yang mengandung adab dan hadis-hadis mulia. Hal ini bertujuan untuk memperkaya kepribadian mereka dengan nilai-nilai luhur yang dapat menjadi bekal hidup.

Pendidikan Berbasis Teladan

Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi juga soal keteladanan. Di lingkungan pesantren, seperti Darunnajah, konsep ini menjadi inti dari sistem pengasuhan dan pendidikan. Seorang guru atau ustad tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga menjadi sosok yang menginspirasi dan membimbing santri dengan teladan yang baik.

Melalui kisah Imam Syafii ini, kita belajar bahwa menjadi pendidik adalah amanah besar yang memerlukan kesiapan ilmu, akhlak, dan metode yang bijak. Semoga para guru dan pendidik terus bersemangat dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia.

Pendaftaran Santri Baru