Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Pentingnya Peran Guru dalam Membentuk Karakter Anak Didik

Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan, berita tentang seorang guru yang ditahan karena menegur muridnya baru-baru ini menggemparkan masyarakat. Supriyani, seorang guru, mendapati dirinya dihadapkan pada proses hukum setelah upaya mendisiplinkan muridnya malah ditafsirkan sebagai tindak kekerasan. Padahal, teguran yang ia berikan merupakan bentuk kasih sayang, ciri dari metode pendidikan karakter yang sangat dijunjung tinggi di lingkungan pesantren.

Pesantren memiliki tradisi pembentukan karakter yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi juga nilai moral dan akhlak melalui disiplin yang penuh kasih sayang. Mendidik di pesantren bukan sekadar memberikan materi pelajaran, melainkan membentuk kepribadian dan jiwa yang bertanggung jawab melalui pendekatan yang penuh keteladanan dan aturan tegas. Maka, ketika teguran seorang guru ditafsirkan sebagai kekerasan dan berujung pada kriminalisasi.

1. Kasih Sayang dalam Teguran

Dalam lingkungan pesantren, teguran bukanlah hukuman semata, melainkan simbol kasih sayang dan perhatian. Teguran dari seorang guru menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap muridnya dan menginginkan yang terbaik untuk mereka. Jika seorang santri berbuat kesalahan, guru akan menegur agar kesalahan tersebut tidak diulangi. Hal ini adalah bagian dari filosofi pendidikan karakter di pesantren, di mana kesalahan adalah peluang untuk belajar dan bertumbuh.

Berbeda dengan dunia luar yang mungkin memandang teguran sebagai bentuk kekerasan, di pesantren hal ini dianggap sebagai salah satu cara efektif untuk membangun kepribadian santri. Teguran yang dilandasi kasih sayang bertujuan agar santri memahami konsekuensi dari setiap tindakan dan belajar dari pengalaman, sebuah proses pembelajaran yang tidak hanya bersifat akademis, tapi juga spiritual.

2. Menghargai Guru sebagai Pembimbing Akhlak

Santri bersalaman dengan guru sebagai wujud penghormatan dan rasa takzim.

Dalam tradisi pesantren, ustadz adalah pembimbing yang memiliki kewajiban bukan hanya mengajarkan ilmu tetapi juga mendidik akhlak. Ini adalah tanggung jawab yang berat dan memerlukan kesabaran serta ketegasan. Guru di pesantren bukan hanya pendidik formal, tapi juga panutan yang dihormati dan diikuti oleh santri dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, kasus seperti yang dialami Supriyani menyoroti risiko yang dihadapi guru saat menjalankan tugas pembinaan. Dalam iklim yang semakin sensitif terhadap hak individu, niat baik seorang guru untuk mendisiplinkan bisa saja ditafsirkan sebagai kekerasan. Jika masyarakat tidak mampu memahami peran guru sebagai pendidik karakter, kita berisiko kehilangan kepercayaan pada figur guru yang mengarahkan generasi muda dengan penuh kasih sayang.

3. Ketegangan antara Hak Murid dan Tanggung Jawab Guru

Dalam kasus Supriyani, teguran guru dianggap sebagai penganiayaan dan dibawa ke ranah hukum. Ini menimbulkan ketegangan antara hak murid untuk dilindungi dan tanggung jawab guru untuk mendisiplinkan. Di pesantren, santri memahami bahwa teguran dari guru adalah bentuk perhatian, bukan kekerasan. Ini adalah bagian dari pendidikan karakter yang dibangun di atas dasar kepercayaan dan penghormatan terhadap peran guru.

Pendekatan ini juga menghindarkan santri dari kesalahpahaman bahwa mereka memiliki hak tanpa kewajiban. Melalui teguran, santri diajarkan tentang pentingnya tanggung jawab, kedisiplinan, dan menghormati aturan. Sayangnya, kasus-kasus yang langsung ditangani melalui jalur hukum tanpa pendekatan kekeluargaan atau restorative justice justru menempatkan guru dalam posisi rentan dan merusak tatanan pendidikan karakter.

4. Pesantren sebagai Benteng Pendidikan Karakter

Pesantren adalah benteng yang menjaga nilai-nilai moral dan spiritual dalam pendidikan. Di tengah perubahan sosial yang cepat, pesantren tetap memegang teguh prinsip pendidikan yang berlandaskan kasih sayang, kedisiplinan, dan keteladanan. Guru di pesantren memiliki peran penting dalam membentuk karakter santri, bukan hanya dengan kata-kata, tapi juga dengan tindakan nyata yang penuh ketegasan namun kasih sayang.

Jika kita tidak mendukung guru dalam mendidik karakter murid dengan kasih sayang, kita mungkin akan kehilangan salah satu pilar penting dalam pendidikan moral. Di pesantren, teguran yang diberikan oleh guru adalah cara mereka untuk menjaga santri agar tetap berada di jalan yang benar. Tanpa dukungan masyarakat, sulit bagi guru untuk menjalankan peran mulia ini dengan baik.

5. Mengapresiasi dan Melindungi Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Kasus Supriyani adalah pengingat bahwa peran guru dalam pendidikan karakter harus dihargai dan didukung. Ketika teguran dianggap sebagai kekerasan dan membawa konsekuensi hukum, masyarakat kehilangan perspektif tentang pentingnya disiplin dalam pembentukan karakter. Di pesantren, penghormatan terhadap guru dan penerimaan terhadap teguran adalah bagian dari proses pembentukan pribadi yang bertanggung jawab.

Masyarakat perlu mendukung pendekatan pendidikan yang melibatkan disiplin sebagai bentuk kasih sayang, bukan kekerasan. Perlindungan terhadap guru, khususnya di pesantren, adalah kunci agar pendidikan karakter dapat terus berjalan. Apabila kita tidak mendukung guru dalam menjalankan tugas mereka, maka pendidikan akan kehilangan fondasinya yang paling dasar.

Pendaftaran Santri Baru