Dari kemarin cukup viral di media sosial postingan yang mengaitkan virus Corona mematikan berasal dari Wuhan dengan tulisan arab di buku Iqra’ yang notabebe salah-satu metode belajar membaca Al Qur’an yang sangat booming dan sukses pada tahun 1990an.
Penulis pada saat itu juga belajar mengaji dengan kitab penuh barakah karya KH. As’ad Umam tersebut, disamping juga masih gunakan kitab dan metode Baghdadi atau yang lebih masyhur dengan nama kitab Turutan.
Pada saat duduk di bangku MTs lebih diperketat lagi belajar ngaji dengan kitab Qiraati.
Memang diakui bahwa postingan yang mengaitkan munculnya virus corona dengan tulisan arab قَرَنَ ini sebagai cocokologi.
Penulis sendiri tidak yakin bahwa penyusun kitab Iqra yang terdiri dari 6 jilid sehingga ada yang menyebutnya sebagai ‘kutubussittah’ berniat memprediksi kondisi terkini via untaian penggalan kata dari Bahasa Arab yang digunakan sebagai bahasa kitab suci.
Jadi yang hendak dikritisi adalah pemaknaan atau penerjemahan kata Bahasa Arab ke dalam kata Bahasa Indonesia. Sebagaimana kemarin telah dikritisi sebuah tulisan Mahfudzat sangat masyhur yang mestinya man jadda wajada tetapi tidak sedikiti yang salah tulis menjadi man jadda wa jadda.
Artinya, ternyata hal yang sebenarnya termasuk kajian sederhana dalam Bahasa Arab masih juga belum difahami oleh sebagian umat Islam Indonesia yang merupakan umat Islam terbanyak di dunia. Memprihatinkan.
Sebagaimana dalam Bahasa Indonesia ada kata kerja aktif dan pasif maka demkian juga dalam Bahasa Arab ada Fi’il Ma’lum (aktif) dan Fi’il Majhul (pasif).
Nah, dalam tulisan buku Iqra’ yang sedang viral tertulis beberapa kata seperti:
قَ رَ نَ خَ لَ قَ زَ مَ نَ كَ ذَ بَ
Kemudian disertakan yang katanya terjemahan bebas: Korona diciptakan pada zaman penuh kebohongan/hoax hehehe.
Mari kita bahas kata خَلَقَ merupakan kata kerja asli karena tidak ada huruf tambahan (mujarrad), memerlukan objek (muta’addiy) dan aktif (ma’lum) yang bermakna menciptakan, membuat, mengadakan.
Jika kita ingin menjadikannya kata kerja pasif (majhul) maka caranya dengan merubah harakat fathah pada huruf pertamanya (fa’ul fi’li) dengan dhommah dan fathah pada huruf kedua (‘ainul fi’li) dengan kasrah dan membiarkan fathah tanpa diubah pada huruf ketiga (laamul fi’li): خُلِقِ yang berarti diciptakan, dibuat, diadakan.
Jadi, penerjemahan yang beredar kurang tepat karena yang tertulis adalah خَ لَ قَ bukan خُ لِ قَ. Dan itupun tertulis secara terpisah belum tersambung antar huruf-hurufnya karena memang demikian Iqra’ jilid 1.
Mungkin ada yang bertanya dan atau protes, ngapain sih kayak gini aja dibahas?, kurang kerjaan?, kurang bahan tulisan? dsb
Hmmm saya sih hanya mengamalkan sedikit pencerahan dari Ilmu Balaghah yang menjelaskan bagaimana menghadapi dan memposisikan audience dan pembaca:
تنزيل العالم منزلة العالم
تنزيل العالم منزلة الجاهل
تنزيل الجاهل منزلة الجاهل
تنزيل الجاهل منزلة العالم
Memposisikan orang pintar sebagai orang pintar
Memposisikan orang pintar sebagai orang tidak pintar
Memposisikan orang tidak pintar sebagai orang tidak pintar
Memposisikan orang tidak pintar sebagai orang pintar.
Para sobat merasa diposisikan bagaimana?, silahkan bedakan rasanya dan rasakan bedanya hehehe.
Bogor Barat, 30/1/2020
Selingan jalani tugas Taftisy I’dad Tadris,
Muhlisin Ibnu Muhtarom