Kemampuan berbicara adalah karunia Allah swt kepada umat manusia yang sangat tinggi nilainya. Bicara memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebagai alat komunikasi (berhubungan) antara sesama mereka, dan alat untuk menyampaikan isi hati kepada orang lain agar bisa dimengerti.
Tanpa bicara, tatanan kehidupan ini akan rusak berantakan, bahkan mungkin hidup dan kehidupan ini sendiri akan berhenti atau mandeg.
Dengan tutur kata yang manis, kita akan banyak mempunyai teman dan menambah saudara (33). Tapi sebaliknya banyak pula kerusakan dan kejahatan dalam hidup ini yang bersumber dari pembicaraan yang salah dan tidak pada tempatnya. (34)
Nah, untuk mengetahui bagaimana seharusnya kita berbicara. sebagai perwujudan dan rasa syukur kita kehadirat Allah swt maka terlebih dahulu harus diperhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Mengapa atau untuk apa kita berbicara? (Why)
• Dengan siapa kita berbicara ? (Whom)
• Tentang apa kita berbicara ? (What)
• Di mana kita berbicara ? (Where)
• Kapan atau dalam suasana bagaimana kita berbicara ? (When)
1. Mengapa Atau untuk Apa Kita Berbicara
Pertanyaan ini menyangkut masalah tujuan atau arah pembicaraan yang tentu saja tidak bisa terlepas dari unsur niat dalam hati. Kalau kita tidak mengetahui tujuan/arah pembicaraan (untuk apa kita berhicara?) maka lebih baik kita diam. Jangan ikut-ikutan bicara Sebab hal itu adalah perbuatan yang sia-sia, bahkan mungkin berbahaya
2. Dengan Siapa Kita Berbicara
Kita harus selalu menyadari bahwa orang-orang yang kita ajak
bicara itu, tentu bermacam-macam keadaannya Dengan demikian, cara dalam pembicaraan pun harus berbeda-beda pula Tidak bisa dipukul rata atau disamakan satu dengan yang lainya (36)
Perbedaan-perbedaan tersebut bisa berupa :
tingkat pendidikan dan pengetahuannya.
status sosial pekerjaan/profesi atau hobinya.
keadaan pribadinya (watak, sifat dan sikap-sikapnya).
pandangan hidupnya (agama, kepercayaan, ideologinya)
jenis kelaminnya, usianya, dan lain-lain.
Oleh sebab itu dan berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut di atas, hendaknya diperhatikan benar-benar bagaimana seharusnya kita berbicara dengan atau di depan :
petani, nelayan atau pedagang
sesama pelajar atau sesama santri
orang tua, anak muda, teman sebaya
mahasiswa, sarjana atau kaum intelek
ulama, kiyai, atau guru
pengawai negeri, pejabat (sipil atau pemerintahan)
laki-laki atau perempuan
orang yang seiman atau yang berbeda agama
murid, anak buah, anggota atau bawahan, dan lain-lain
Masing-masing tentu memerlukan cara/teknik dan materi pembicaraan yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Hati-hati …!
3. Tentang Apa Kita Berbicara
Setiap pembicaran harus mempunyai topik atau judul yang jelas, sehingga tidak melantur ke mana-mana dan menimbulkan hal-hal yang negatif. Tanpa judul yang jelas pembicaraan akan menjurus kepada hal-hal yang berbau ghibah, buthan dan fitnah, atau mungkin hanya berupa omong kosong yang tidak ada gunanya. (37)
Oleh sebab itu, jika kita tidak mengetahui atau tidak mempunyai topik pembicaraan, lebih baik jangan memaksakan diri untuk ikut bicara. Carilah kegiatan lain yang lebih baik !
4. Di mana Kita Berbicara
Agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka seharusnya cara dan isi pembicaraan kita disesuaikan dengan tempat kita berbicara:
di rumah sendiri, di rumah orang lain,
di tempat-tempat umum, di jalan, di warung,
di masid, di sekolah, di kantor,
di atas kendaraan umum, dan lain-lain.
5. Kapan Kita Berbicara
Pertanyaan ini sangat erat hubungannya dengan hal menyangkut waktu dan suasana di saat kita berbicara. Waktu dan suasana yang berbeda tentu saja memerlukan isi dan cara berbicara yang berbeda pula.
Perhatikan baik-baik bagaimana seharusnya kita berbicara:
Pada wak-tu pagi, siang, sore atau malam hari
pada saat suasana tenang atau gaduh.
pada waktu serius atau sedang santai.
pada waktu situasi sedang panas atau sedang dingin
Pada waktu takziyah, resepsi, rapat-rapat, dan lain-lain.
6. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Berbicara
Volume Suara
• Sesuaikan volume (tinggi-rendahnya suara, keras-lembutnya suara) dengan tempat, waktu dan suasana yang ada.
• Jangan mengangkat suara terlalu tinggi/keras di depan orang yang lebih kita hormati (38)
Bahasa dan Susunan Kata
• Pakailah bahasa dan susunan kata yang baik, benar dan menarik hati. Singkat tapi jelas dan terarah. (39)
• Jangan terlalu memaksakan diri untuk mempergunakan kata¬kata asing, jika karena tidak terpaksa betul. Hindari kesan dibuat-buat, karena ingin tampak intelek atau terpelajar (berpendidikan)
Gerakan Tubuh atau Tangan
• Sewaktu-waktu, jika dianggap perlu, boleh disertai dengan gerakan tubuh, tangan atau perubahan mimik muka. Tapi ingat, harus wajar, tidak terus menerus dan tidak dibuat-buat.
• Jangan sekali-kali menggunakan tangan kiri. Apalagi untuk menunjuk-nunjuk. Tidak sopan ! (40)
Jangan Egoistis
• Dalam berbicara, jangan Sampai terlalu menonjol-nonjolkan diri sendiri, serba aku, egois ! itu hanya sikap orang tak berbudi. Hindarilah ! (40)
• Jangan memborong atau memonopoli pembicaraan, sehingga orang lain tidak punya kesempatan. Sangat tercela !
Berbicara Kotor dan Kasar
• Hindari sebisa mungkin pembicaraan yang berbau porno dan cabul. Ingat kita adalah orang-orang terhormat.
• Jangan sekali-kali mengata-ngatai orang lain dengan kata-kata kotor (walaupun sambil bergurau atau sedang marah). Jangan pula saling mengumpat atau saling menghina ! (41)
• Jangan biasa bersitegang urat leher, ngotot-ngototan, debat kusir atau ingin menang sendiri (29)
Ghibah, Buthan, dan Fitnah (42)
• Ghibah adalah membicarakan aib/kejelekan orang lain yang benar-benar terjadi.
• Buthan adalah mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dengan cara berdusta dan mengarang-ngarang.
• Fitnah adalah menyebabkan sesuatu yang tidak ada untuk mencapai tujuan yang keji, seperti adu domba, menghasud dan lain-Iain.
Ketiga-tiganya adalah perbutan dosa dan sangat tercela yang sangat dilarang oleh agama. Hindarilah sejauh mungkin. !
Berbicara Dengan Orang Tua dan Wanita
• Jika berbicara dengan orang tua, jangan sambil tidur-tiduran. Duduklah atau berdirilah dengan sopan !
• Berbicara dengan wanita bukan muhrm, kalau terpaksa boleh saja. Tapi jangan sampai berhadap-hadapan langsung. Jaga jarak dan hindari kecurigaan orang. Apalagi berbicara hanya berduaan. Berhahaya, fitnah (43)
• Usahakan agar ada orang ketiga yang ikut menyaksikan
Mendengarkan Pembicaraan (27)
• Dengarkan dan perhatikan dengan saksama setiap pembicaran yang disampaikan orang lain (siapa pun orangnya). (27)
• Sewaktu-waktu dianggap perlu, boleh memberi reaksi komentar dengan cara yang sopan dan wajar. Baik berupa ucapan (seperti ooh.. begitu ya? Masa? Dan lain-lain, ataupun berupa gerakan (seperti manggut-manggut, geleng-geleng kepala dan lain-lain)
Menyambut atau Memotong Pembicaraan
• Kalau terpaksa harus memotong pembicaraan orang lain.
• lakukanlah dengan sopan, wajar dan tepat pada waktunya. Menjawab pertanyaan harus mempergunakan ungkapan yang jelas dan terarah, sehingga memuaskan si penanya. Jangan berbelit-belit ! (39)
• Jika terpaksa harus menyanggah pendapat orang lain lakukanlah dengan cara yang baik dan tidak menyinggung perasaan.
[WARDAN/@abuadara]
“Tulisan ini di transkrip ulang dari Materi Etiket (Pelajaran Adab Sopan dan Santun) yang menjadi salah satu materi yang dipelajari serta di Ujikan di Pesantren Darunnajah Cipining Bogor”