Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Kisah Sumayyah binti Khayyat: Wanita Syahidah Pertama dalam Islam

Kisah Sumayyah binti Khayyat

Dialah Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir seorang pendatang yang kemudian menetap di Makkah. Sehingga tak ada kabilah yang dapat membelanya, menolongnya, dan mencegah kezhaliman atas dirinya, karena dia hidup sebatang kara, sehingga posisinya sulit di bawah naungan aturan yang berlaku pada masa Jahiliyah.

Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Hudzaifah yang akhirnya dia dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah tokoh yang kita bicarakan ini, dan beliau hidup bersamanya, dan tenteram bersamanya. Tidak berselang lama dari pernikahannya lahirlah anak mereka berdua yang bernama Ammar dan Ubaidullah.

Kisah Sumayyah binti KhayyatTatkala Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki, beliau mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah SAW kepada beliau. Maka berpikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana yang dipikirkan oleh penduduk Makkah, sehingga kesungguhan beliau dalam berpikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya untuk memeluk dienul Islam.

Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah SAW, kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh barakah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya. Sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.

Sejarah yang agung bagi Sumayyah bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk yang pertama kalinya.

Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat, sehingga orang-orang kafir tidak menanggapinya melainkan dengan pertentangan dan permusuhan.

Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari diennya, mereka memaksa dengan cara mengeluarkan mereka ke padang pasir takala keadannya sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan atau pun ratapan melainkan ucapan Ahad…Ahad…, beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar, dan Bilal.

Suatu ketika Rasulullah SAW menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam, maka beliau menengadahkan ke langit dan berseru:

“Bersabarlah wahai keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”[1]

Sumayyah mendengar seruan Rasulullah SAW, maka beliau bertambah tegar dan optimis dengan kewibawaan imannya dia mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”

Begitulah, Sumayyah telah merasakan lezat dan manisnya iman sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah dipenuhi akan kebesaran Allah SWT, maka dia menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para thaghut yang zhalim, yang mana mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.

Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari istrinya, Sumayah pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW.

Tatkala para thaghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dengan menusukkan sangkur yang berada dalam genggamannya kepada Sumayyah. Maka terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan suci bersih. Dan beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan, yang mana beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki, dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya. “Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan.” [WARDAN/DR]

Sumber: Mereka adalah Para Sahabiyat

Footnote:

[1] Lihat aI-Mustadrak oleh a-Hakim, bab: Mengenal Shahabat (III/383).

Pendaftaran Santri Baru