بسم الله الرحمن الرحيم
_Seri Olah Jiwa ( Refleksi Ramadhan )._
*Jujur Mujur, Tidak Jujur Hancur!*
Ibadah Shoum termasuk ibadah yang rahasia عبادة سرية dan sangat melatih serta membiasakan kejujuran.
Kalau seorang muslim sholat berjama’ah di masjid atau pergi Haji ke Tanah Suci, maka secara fisik mudah diketahui. Juga ketika bayar Zakatpun akan disaksikan oleh ‘Amil atau panitia penerimaan dan pembagian zakat.
*Beda halnya dengan puasa. Tidak ada kondisi dhahir yang dapat menjadi rujukan pasti bahwa seseorang tersebut sedang berpuasa atau tidak. Hanya yang bersangkutan dan Allah SWT sajalah yang mengetahuinya.*
*Lebih dari pada itu, ternyata pelaksanaan puasa juga merupakan pembuktian kejujuran hati seorang mu’min.* Faktanya memang ada sebagian orang yang sudah masuk Islam (muslim), namun tanpa alasan yang dibenarkan agama (udzur syar’i) mereka belum mau dan mampu berpuasa. Mereka memiliki beberapa ~’udzur yang dicari-cari.~
*Orang yang sedang berpuasa dengan baik dan benar sesuai syariat Islam, maka sesungguhnya sedang mengaplikasikan Tauhid dengan baik dan benar pula. Ia merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT (مراقبة الله).*
*Meskipun dalam kesendirian dan kondisi yang memungkinkannya untuk makan, minum dan atau melakukakan hal-hal lain yang bisa membatalkan puasanya, namun ia tetap konsisten menjauhi hal-hal tersebut. Kondisi demikian terjadi karena faktor kejujuran sebagai buah keimanan.*
Dalam pelajaran Muthala’ah dikisahkan ada seorang mu’allaf yang mengaku di hadapan Rasulullah Muhammad SAW bahwa ia menyenangi beberapa maksiat dan sulit untuk meninggalkannya. Maka Rasulullah memintanya untuk meninggalkan dusta alias tidak bohong dan harus jujur.
Singkat cerita, setiap mu’allaf tadi ingin bermaksiat ia ingat kepada nasehat Nabi. Muncul peringatan dari nuraninya: jika saya bermaksiat dan Rasulullah bertanya apakah kamu bermaksiat?, maka bagaimana jawaban saya; jika saya jawab ya tentu akan dapat sanksi, jika saya jawab tidak berarti saya dusta padahal saya sudah berjanji untuk jujur!. Akhirnya ia memilih untuk jujur dengan meninggalkan maksiat itu.
Masih dalam Muthala’ah juga dikisahkan bagaimana kerugian seorang penggembala yang binatang ternaknya habis dimangsa Serigala karena tidak ada orang yang mau menolongnya ketika dia berteriak minta pertolongan.
Mengapa orang-orang tidak datang untuk menolongnya?, oh…ternyata sebelumnya penggembala tersebut pernah bertberiak-teriak minta tolong dan ketika masyarakat sampai di tempat gembalaan justru dia tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengerjai mereka. Pada saat itu tidak ada Serigala namun dia hanya ingin iseng untuk mengusir kesunyiannya.
Maka benarlah nasehat untuk selalu jujur meskipun pahit resikonya. karena orang yang sudah pernah berdusta maka tidak akan dipercaya setelahnya, bahkan mungkin selamanya.
إن الصدق يهدى إلى البر وإن البر يهدى إلى الجنة وأن الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا.
وإن الكذب يهدى إلى الفجور و إن الفجور يهدى إلى النار وأن الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا.
Jadi Rumusnya adalah:
*Kejujuran -> Kebaikan -> Syurga.*
*~Kebohongan -> Maksiat -> Neraka.~*
والله أعلم بالصواب.
_Bogor, 3 Ramadhan 1437 H / 8 Juni 2016 M (Mr. MiM)._
www.cipining.darunnajah.com