“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanaman-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari allah serta keridhaannya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS Al Hadid: 20)
Dikisahkan ada dua shahabat yang lama tak jumpa, satu kini menjadi seorang kaya raya dan yang satunya hidup seadanya, timbullah rasa ingin membantu dalam diri si kaya raya kepada shahabatnya yang hidup dalam keadaan apa adanya.
Si kaya : sobat, sekian lama kita tak jumpa, kini kau hidup seperti ini, ayolah kau ikut bisnis agar bisa kaya sepertiku.
Sobatnya : maaf sobat saya tidak mau !
Si kaya : kenapa tidak mau?
Sobatnya : saya takut kaya sepertimu.
Maka si kaya kaget dan heran kenapa ada orang yang takut menjadi kaya, padahal diluar sana banyak orang yang melakukan apa saja agar bisa hidup kaya raya.
Si kaya : kenapa sobat takut kaya, padahal enak hidup kaya semua kebutuhan kita terpenuhi?
Sobatnya : karena saya takut ‘hubbuddunnya’/cinta dunia
Sahabatnya memang seorang yang shaleh dan pandai seandainya dia mau berbisnis pasti akan lebih berhasil dari si kaya karena keshalehannya ia hidup dalam keadaan seadanya.
Si kaya : apakah ‘hubbudunya’ itu penyakitnya orang kaya saja?
Sobatnya : tidak, orang miskin banyak yang menderita penyakit tersebut.
Si kaya : kenapa bisa orang miskin terkena penyakit ini?
Sobatnya : banyak orang miskin yang mengharapkan kekayaan hingga melakukan hal apapun dan melupakan kewajibannya padahal itu tidak membuatnya menjadi kaya, orang miskin yang ingin hidup makmur tapi malas untuk bekerja …
Si kayapun berfikir sebenarnya bukan kaya atau miskin yang bisa terkena penyakit ‘hubbudunya’/cinta dunia ini, tapi bagaimana sikap seseorang terhadap harta yang dimiliki, darimana dan untuk apa harta tersebut.
Dari sepenggal kisah diatas, bukan berarti seorang muslim tidak boleh hidup kaya, karena Rasulullah saw adalah seorang yang kaya raya. Bukan pula melarang orang muslim untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, karena para shahabat rasul hidup dalam limpahan harta. Namun yang perlu kita garis bawahi adalah kita harus mencari harta tersebut dengan cara yang benar seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan mempergunakan harta yang tersebut pada tempatnya pula seperti yang dilakukan oleh para shahabat rasul.
Oleh karena itu mari berlomba menjadi orang yang kaya seperti kayanya Abu Bakar As Shidiq, seperti kayanya Umar bin Khattab, seperti kayanya Usman bin Affan dan seperti kayanya umat islam yang shaleh karena merekalah ummat islam berjaya. Orang kaya yang berlandas keshalehan dan iman, itulah orang kaya yang sesungguhnya. (Abs)