Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Cara Menyikapi Islamopfobia Dan Tanggung Jawab Dakwah

Islamophobia adalah isu yang memang seolah menjadi bagian dari darah daging kehidupan umat, bahkan seolah sesuatu yang telah “destined” oleh keputusan sepihak. Sehingga kerap kali menyikapinya menjadi seolah meyikapi peristiwa hidup yang lumrah.

Why Islamophobia?

Pertanyaan pertama barangkali yang timbul di benak semua orang adalah kenapa terjadi Islamophobia? Apakah ini sebuah “insiden” terpisah dari ragam peristiwa yang terjadi dalam hidup manusia?

Jawabannya jelas tidak. Ada tiga jawaban teologis yang dapat diberikan:

Pertama, harusnya Islamophobia dilihat sebagai bagian dari proses kehidupan itu sendiri. Artinya Islamophobia tidak bisa dilepaskan dari tabiat kehidupan yang memang secara fundamental adalah ujian. Karenanya Islamophobia harus dilihat sebagai bagian dari ujian hidup manusia.

Kedua, bahwa Islamophobia itu tidak bisa terlepas dari bagian tabiat keimanan. Iman dalam tabiatnya teruji. Karenanya Islamophobia itu adalah bagian integral dari proses menuju kepada kematangan iman itu sendiri. Semakin dekat kepada kematangan iman akan semakin berat ujian yang dihadapi.

Ketiga, keberadaan umat di negara-negara mayoritas non Muslim, khususnya di negara-negara yang tinggi Islamophobia, tidak dapat dilepaskan dari misi dakwah para rasul.

Dengan sendirinya meningginya Islamophobia juga tidak dapat dilepaskan dari tabiat perjalanan dakwah yang penuh tantangan. Dakwah yang tidak tertantang akan menjadi hambar dan kurang menggigit. Wajarlah nabi-nabi yang paling hebat tertantang mendapat gelar khusus sebagai “Ulul Azm”.

Merujuk kepada ketiga basis tersebut dapat diyakini bahwa Islamphobia akan selalu ada, selama seorang Mukmin hidup dan dalam misi kerisalahan (representasi rasul). Kenyataan ini yang digambarkan dalam Alquran:

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Tapi Allah menyempurnakan cahayaNya walaupun mereka membencinya” (As-Shof).

Kata “yuriiduuna” (mereke berkehendak) adalah bentuk “fi’il mudhori’” atau kata kerja yang menggambarkan sekarang dan mendatang. Maka keinginan dan usaha sebagian orang untuk menghentikan kebenaran akan berlaku sepanjang zaman. Dulu, sekarang dan masa mendatang.

Faktor-faktor utama Islamophobia

Namun demikian, ada baiknya juga disampaikan faktor-faktor ril di lapangan yang menjadikan Islamophobia meninggi dari masa ke masa. Hal ini penting agar diketahui secara jelas apa dan bagaimana kemudian menyikapinya juga dengan sikap nyata.

Di antara faktor-faktor atau penyebab meningginya Islamophobai di Amerika dan dunia Barat adalah sebagai berikut:

Pertama: Kebodohan (ignorance)

Kata orang bijak “musuh terbesar manusia adalah ketidak tahuan”.

Ketidak tahuan menimbulkan kecurigaan, ketakutan bahkan kebencian terhadap sesuatu. Sehingga sejatinya musuh yang sesungguhnya adalah ketidak tahuan.

Yang paling berbahaya adalah ketika ketidak tahuan itu justeru dianggap “ilmu al-yaqiin” (ilmu pasti). Akibatnya seringkali kesimpulan tentang sesuatu, termasuk tentang orang lain dibangun di atas “perasaan” mengetahui.

Kita juga harus akui bahwa sebagian umat Islam biasanya membangun kecurigaan bahkan kebencian kepada orang lain, walau jelas Islam melarang, memang karena ketidak tahuan tentang mereka.

Kedua: media.

Faktor kedua meningginya Islamophobia adalah misinformasi media yang tidak saja salah, tapi menyesatkan.

Di tahun 2010 lalu di kota New York, AmerikaSerikat akan dibangun Islamic Center dua blok dari lokasi WTC. Rencana ini begitu heboh sehingga dunia, bahkan pemimpin dunia ikut memberikan komentarnya.

Tapi kehebohan itu terjadi karena informasi menyesatkan dari media yang menyebut proyek tersebut dengan nama “Ground Zero Mosque”. Sehingga imej yang terbangun adalah seolah komunitas Muslim akan membangun Masjid di lokasi WTC yang telah runtuh.

Intinya media adaah kekuatan yang dahsyat. Media dapat menentukan wajah sesuatu sesuai misinya. Yang putih bisa jadi hitam. Dan yang hitam bisa jadi putih.

Sayangnya umat ini hanya dapat mengurut dada, berkeluh kesah, bahkan mengumpat karena menjadi mainan kepentingan media massa.

Ketiga, faktor ekonomi.

Faktor ketiga meningginya Islamophobia adalah karena kepentingan perut. Puluhan bahkan ratusan NGO (Non Government Organition) didanai oleh korporat ternama. Sebagian bahkan namanya dirahasiakan agar bisa memberi lebih dari batas aturan yang ada.

Sebagai misal, ada lebih 206  juta US$ dibelanjakan yang didanai oleh 74 perusahaan besar mendanai propaganda anti Islam di Amerika.

Keempat, perilaku umat.

Faktor kelima meningginya Islamophobia, diakui atau tidak, disadari atau tidak, juga dikarenakan oleh prilaku umat yang jauh dari nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.

Sekali lagi Islam itu indah, cantik dan menawan. Tapi kadangkala prilaku umat ini mencederai keindahan Islam itu.

Islam itu damai. Umatnya terkadang cepat kehilangan kontrol emosi. Cepat marah, bahkan destruktif dalam merespon ragam tantangan hidup.

Islam itu ilmu, kerja keras dan berkemajuan. Umatnya kadangkala kurang etos kerja dan cepat mengeluh.

Islam itu kesetaraan dan keadilan.Mari berkaca ke mayoritas dunia Islam dalam tataran kehidupan publik. Gap antara yang punya (the haves) dan yang tidak punya (the have nots) begitu besar. Ketidak adilan itu nampak jelas.

Demikian seterusnya. Bahwa banyak orang salah paham dan akhirnya curiga dan takut dengan Islam dikarenakan oleh prilaku pengikutnya.

Tidaklah berlebihan jika seorang ulama besar Mesir pernah berkata: “Hampir saja Islam tersembunyi oleh (prilaku) orang-orang Islam sendiri”.

Demikian lima faktor utama penyebab meningginya Islamophobia di Amerika khususnya dan di dunia Barat pada umumnya.

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apa saja langkah-langkah yang harus diambil dalam menghadapi Islamophobia itu.

  1. Berbuat hal yang positif dalam berkehidupan atau bermasyarakat agar kita dapat menjadi suri tauladan bagi sekitar, berdakwah merupakan alat yang paling ampuh dalam mengenalkan dan memperbaiki citra Islam di mata orang banyak, kekuranga diri bukanlah alasan untuk tidak berdakwah, kita semua dapat berdakwah bahkan dari hal yang terkecil sekalipun.
  2. Berpendidikan yang baik dan benar, yang menekankan dan menjawab segala kebutuhan yang umat butuhkan, seperti Pendidikan karakter, mental, moral dan agama.
  3. Jadikan Quran dan Hadist sebagai pegangan hidup dan jangan muda terpancing oleh provokasi orang lain.

Pendaftaran Santri Baru