Pembelajaran fiqih di pesantren merupakan salah satu elemen penting dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan sangat memengaruhi pemahaman santri terhadap ilmu fiqih. Kita perlu mengenal berbagai metode pembelajaran fiqih agar bisa memilih yang paling efektif.
Tulisan ini membahas tentang berbagai metode pembelajaran fiqih di pesantren, kelebihan dan kekurangan masing-masing metode, serta tips memilih metode yang tepat. Berikut uraiannya:
Apa itu Metode Bandongan?
Metode bandongan adalah metode pembelajaran klasik di pesantren. Kyai membacakan dan menjelaskan kitab kuning, sementara santri mendengarkan dan mencatat. Metode ini cocok untuk santri pemula yang baru belajar fiqih.
Contoh penerapannya: Kyai membacakan kitab Fathul Qorib, santri mendengarkan dan menulis makna kata-kata sulit di kitab mereka. Ini membantu santri memahami dasar-dasar fiqih dengan bimbingan langsung dari kyai.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
Ayat ini menekankan pentingnya belajar dari ahli ilmu, seperti kyai dalam metode bandongan.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)
Hadits ini menunjukkan bahwa pemahaman agama, termasuk fiqih, adalah anugerah dari Allah yang harus kita upayakan dengan sungguh-sungguh.
Bagaimana Penerapan Sorogan?
Metode sorogan adalah kebalikan dari bandongan. Santri membaca dan menjelaskan kitab di hadapan kyai. Kyai menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan. Metode ini melatih kemandirian dan keberanian santri.
Contohnya: Seorang santri membaca kitab Sulam Taufiq di depan kyai, menjelaskan makna dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Kyai memberi masukan dan penjelasan tambahan jika diperlukan.
Allah SWT berfirman:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.'” (QS. Thaha: 114)
Ayat ini mengajarkan kita untuk terus menambah ilmu, seperti yang dilakukan santri dalam metode sorogan.
Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 5027)
Hadits ini mendorong kita untuk belajar dan mengajarkan ilmu, seperti yang terjadi dalam metode sorogan.
Mengapa Halaqah Efektif?
Halaqah adalah metode diskusi kelompok kecil. Santri duduk melingkar membahas topik fiqih tertentu. Metode ini mengasah kemampuan berpikir kritis dan berargumentasi santri.
Misalnya: Sekelompok santri mendiskusikan hukum-hukum terkait shalat jamak dan qashar. Mereka saling bertukar pendapat dan mencari dalil-dalil yang kuat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Ayat ini mengajarkan kita untuk berdiskusi dengan baik, seperti yang dipraktikkan dalam metode halaqah.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim no. 2699)
Hadits ini menunjukkan keutamaan berkumpul untuk mempelajari ilmu agama, termasuk fiqih dalam bentuk halaqah.
Apa Keunggulan Bahtsul Masail?
Bahtsul masail adalah forum diskusi untuk memecahkan masalah fiqih kontemporer. Santri senior dan kyai berkumpul mencari solusi berdasarkan kitab-kitab fiqih klasik. Metode ini melatih kemampuan analisis dan istinbath hukum.
Contoh penerapannya: Sekelompok santri dan kyai membahas hukum transplantasi organ dalam Islam. Mereka mengkaji berbagai pendapat ulama dan mencari dalil-dalil yang relevan.
Allah SWT berfirman:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr: 2)
Ayat ini mendorong kita untuk mengambil pelajaran dan menganalisis berbagai peristiwa, seperti yang dilakukan dalam bahtsul masail.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika ia berijtihad lalu ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari no. 7352 dan Muslim no. 1716)
Hadits ini menunjukkan pentingnya berijtihad dalam masalah-masalah baru, seperti yang dipraktikkan dalam bahtsul masail.
Bagaimana Efektivitas Demonstrasi?
Metode demonstrasi melibatkan praktek langsung materi fiqih yang dipelajari. Kyai atau ustadz mencontohkan, lalu santri mempraktekkan. Metode ini sangat efektif untuk materi ibadah praktis.
Misalnya: Ustadz mendemonstrasikan tata cara wudhu yang benar, kemudian santri mempraktekkannya satu per satu di bawah pengawasan ustadz.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Ayat ini mengingatkan kita untuk meneladani Rasulullah, termasuk dalam hal ibadah yang dipraktekkan melalui metode demonstrasi.
Rasulullah SAW bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Bukhari no. 631)
Hadits ini menunjukkan pentingnya praktek langsung dalam pembelajaran ibadah, seperti yang diterapkan dalam metode demonstrasi.
Apa Manfaat Metode Rihlah?
Rihlah atau kunjungan lapangan memberi pengalaman nyata kepada santri. Mereka mengunjungi tempat-tempat yang relevan dengan pembelajaran fiqih. Metode ini memperluas wawasan dan pemahaman kontekstual santri.
Contohnya: Santri mengunjungi rumah pemotongan hewan untuk mempelajari tata cara penyembelihan yang sesuai syariat Islam.
Allah SWT berfirman:
قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ
“Katakanlah: ‘Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk).'” (QS. Al-Ankabut: 20)
Ayat ini mendorong kita untuk melakukan perjalanan dan mengambil pelajaran, seperti yang dilakukan dalam metode rihlah.
Rasulullah SAW bersabda: “Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3913)
Hadits ini menunjukkan pentingnya mencari ilmu ke berbagai tempat, seperti yang dipraktikkan dalam metode rihlah.
Bagaimana Penerapan E-Learning?
Di era digital, pesantren mulai menerapkan e-learning dalam pembelajaran fiqih. Santri bisa mengakses materi, mengikuti kelas online, dan berdiskusi melalui platform digital. Metode ini memudahkan akses ilmu tanpa batasan waktu dan tempat.
Misalnya: Santri mengikuti kelas fiqih muamalah online, mengerjakan tugas via aplikasi, dan berdiskusi di forum digital dengan bimbingan ustadz.
Allah SWT berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat ini menunjukkan keutamaan orang berilmu, yang bisa diraih melalui berbagai metode termasuk e-learning.
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim no. 2699)
Hadits ini mendorong kita untuk mencari ilmu melalui berbagai cara, termasuk memanfaatkan teknologi dalam e-learning.
Setiap metode pembelajaran fiqih memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing. Kombinasi berbagai metode dapat mengoptimalkan pemahaman santri terhadap ilmu fiqih. Yang terpenting adalah kesesuaian metode dengan materi, kemampuan santri, dan fasilitas yang tersedia.
Marilah kita terus mengembangkan metode pembelajaran fiqih di pesantren. Dengan memahami dan menerapkan berbagai metode secara tepat, kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan fiqih. Hal ini akan melahirkan generasi Muslim yang memahami agamanya dengan baik dan mampu menghadapi tantangan zaman.