Suasana Masjid Jami’ Darunnajah di Kampus Satu pada Kamis, 21 September 2017 (tadi malam) tampak dengan seribuan santri yang mengenakan pakaian serba putih: santriwan dengan gamis dan peci putih, sedangkan santriwati dengan mukenah putih. Para ustadz dan ustadzah yang hadir juga berpenampilan tidak jauh berbeda dari mereka.
Dengan penuh khusu’ dan tawadhu’ mereka duduk berbaris menghadap kiblat, suasana terasa semakin khidmat.
Tadi malam mereka menggunakan munasabah datangnya Tahun Baru Islam 1 Muharram 1439 H untuk mendengarkan Taushiah wa tau’iyah, muhasabah dan dzikir doa munajat.
Dalam sambutannya yang diawali dengan mengapresiasi Pengurus Organisasi Santri (OSDC) khususnya Bagian Pengajaran yang telah menginisiasi pertemuan ini, Kepala Biro Pengasuhan Santri, ustadz Muhlisin Ibnu Muhtarom, S.H.I, menyampaikan tiga poin hikmah dari peringatan sejarah Hijrah: pertama, Perbaikan Niat. Dalam hadits yang masyhur dijelaskan bahwa segala sesuatu tergantung niatnya dan apa yang akan diperoleh oleh pelaku Hijrah sangat tergantung juga dengan niatnya. Dalam hal ini, para santri kembali diajak perbaiki niat mereka untuk tafaqquh fiddin, perbaikan ahlaq serta berlatih ibadah yang benar selama di pesantren.
Kedua, bahwa Hijrah adalah kunci kesuksesan, Al Hijratu Miftahun Najah. Rasulullah lahir di Makkah dan sukses di Madinah, setelah beliau Hijrah. Pimpinan Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor, KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc lahir di Kendal Jawa Tengah, belajar di beberapa pesantren salaf di Jawa Tengah, lanjut ke Gontor Jawa Timur, Menimba ilmu hingga ke Ummul Quro Makkah, akhirnya sukses mengasuh pesantren di Bogor Jawa Barat.
Ketiga, pada dasarnya hanya dua kelompok umat Islam: Muhajirin dan Anshar. Apapun latar belakang partai dan organisasinya, sewajibnya mengapkikasikan dua fungsi tadi. Adakalanya menjadi Muhajirin yang perlu pertolongan dan adakalanya menjadi Anshar yang harus memberikan pertolongan.
Berikutnya Syekh Ahmad Isham Abdul Jayyid At Tamadiy menyampaikan sejarah Hijrah dalam bahasa Arab karena beliau adalah Mab’uts Azhar Mesir yang bertugas di Darunnajah Cipining.
Beberapa poin dari uraian Syekh Ahmad adalah bahawa Hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah bukan pada Bulan Muharram melainkan pada Rabi’ul Awwal. Sebelum Hijrah telah datang kaum Anshar sebanyak 12 orang dan ini adalah jumlah yang sama dengan 12 orang yang datang kepada Nabi Musa. Artinya sebelum Hijrah sudah ada bai’ah dan mu’ahadah.
Masih dalam penjelasan syaikh Ahmad, puasa pada bulan Muharram adalah puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Setidaknya kita agar puasa ‘Asyura pada 10 Muharram dan dengan ditambah sehari sebelumnya pada tanggal 9 Muharram yang disebut dengan Shoum Tasu’a sebagai pembeda dengan Yahudi dan Nashari yang juga berpuasa pada 10 Muharram.
Selanjutnya para jama’ah diajak ustadz Asnawi Syihabuddin, S.Pd.I untuk dzikir dan muhasabah. Tampak banyak di antara mereka terbuai indah dalam Lailatil Ma’iyyah pada malam Jum’at nan penuh barakah.
Pertemuan diakhiri dengan do’a munajat cukup pankang yang kembali dipimpin oleh syeikh Ahmad.
Antusias para santri memang luar biasa. Seusai pertemuan ternyata beberapa santri tidak segera kembali ke asrama namum serta merta membuat halaqoh di depan syeikh Ahmad dan mengajukan beberapa pertanyaan yang dijawab oleh syekh Ahamad dengan lugas dan detail serta menyertaka dalil. (Wardan/mr.mim).