Riwayat-riwayat Terdahulu dan Utuh dari Peristiwa Fitnah Serta Kritiknya
Terdapat beberapa berita yang terpotong-potong tentang peristiwa fitnah yang riwayatnya dapat dipercaya dan diriwayatkan langsung oleh para saksi mata. Dan peristiwa itu tidak ditampilkan secara kronologis sejarah, tapi memberikan potongan kecil dari peristiwa tanpa harus bersambung dengan kejadian-kejadian lain. Pemberitaan yang sebagian-sebagian ini amatlah terbuka untuk bisa diletakkan dalam timbangan dan disandingkan dengan berita-berita lain yang serupa, atau untuk dibenarkan dengannya, tapi tidak serta merta menjadi standar umum.
Tapi beruntunglah bahwa riwayat lama dari peristiwa fitnah ini yang tidak terputus-putus, dengan penuturan sejarah yang hampir lengkap, dan meliput banyak dari kondisi sekitar kejadian. Dan riwayat ini bebas untuk dijadikan standar yang mendalam, dan kita akan menampilkan riwayat-riwayat itu dengan gaya penuturan sejarah, dan siapa saja saksi mata yang diambil didalamnya.
Berikut ini akan disajikan beberapa sumber yang ada yaitu tujuh riwayat, dimana akan mengisahkan kisah fitnah dengan sajian sejarah yang runut, dan setiap riwayat dinisbahkan kepada periwayat pertama yang menyaksikan kejadian atau bersambung langsung dengan orang yang menyaksikannya kemudian dituturkan seperti yang ia ketahui atau yang ia gambarkan. Ketujuh riwayat lama tersebut ternisbat pada periwayat berikut:
- Yazid bin Abi Habib (tahun 53-128 H) yaitu Mufti Mesir pada zamannya.
- Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (58-124 H) Ahli hadits dari negeri Syam.
- Abu Khunais Sahm Al-Azdi yang hadir dalam peristiwa dan hidup sampai masa Umar bin Abdul Aziz.
- Said bin Al-Musayyib (13-94 H) salah satu dari tujuh fuqaha terkemuka di Madinah.
- Al-Ahnaf bin Qais (72 H) yaitu pembesar bani Tamim yang terkenal kesantunan dan kecerdasannya. Ia hidup sezaman dengan tragedi fitnah atau tidak jauh darinya.
- Abu Said Maula Abu Usaid Al-Anshari, ikut menyaksikan tragedi fitnah dan mengetahui keadaannya.
- Zubair bin Awwaam, salah seorang sahabat terkemuka.
Betapa amat pentingnya ketujuh riwayat tadi benar-benar ternisbahkan kepada periwayatnya, sebab ia bagaikan harta temuan yang menyingkap rahasia kejadian fitnah. Namun riwayat-riwayat tersebut sayang bukan pada satu tingkatan yang sama dalam keshahihan. Seperti riwayat yang dinisbatkan kepada Said bin Al-Musayyib harus dijauhkan, karena setelah ditelusuri tampak lemah dan munkar. Imam Al-Hakim An-Naisaburi menyatakan salah satu perawi dalam sanadnya telah digugurkan dari sanad karena orang yang lemah dan riwayatnya dipungkiri. Kenyataannya bahwa riwayat ini tidak memberikan kehormatan yang disandang Said bin Al-Musayyib sebagai shahabat dalam perkataannya yang lain yang benar.
Adapun riwayat Az-Zuhri, para ahli hadits menganggap isnadnya lemah, namun kelemahan tersebut tampak lebih jelas dari sisi kritikan internal. Seperti bahwa riwayat ini meletakkan Thalhah bin Ubaidillah sebagai turut serta bersama para penentang Utsman. Yaitu posisi yang bertolak belakang sama sekali dengan perginya Thalhah kepada Ali bin Abu Thalib untuk meminta balas dendam akan kematian Utsman. Maka tidak masuk akal bahwa ia termasuk para penentangnya, lalu kemudian menuntut pembalasan atas tertumpahnya darah Utsman. Ia bahkan keluar memerangi mereka bersama Aisyah, dan membunuh jumlah yang cukup besar dari mereka, seperti yang akan kita lihat.
Sedang riwayat Yazid bin Abi Habib juga tergolong lemah dari sisi sanad, dan didalamnya didapati berita-berita yang aneh yang tidak ada dalam riwayat-riwayat lainnya.
Apapun penilaian terhadap riwayat Az-Zuhri dan Yazid bin Abu Habib, namun yang pasti keduanya tidak sempat menyaksikan kejadian tersebut, maka sudah barang tentu kita harus mengedepankan riwayat-riwayat dari para saksi mata tragedi tersebut atas riwayat keduanya, jika penisbatannya riwayat kepada mereka memang shahih. Untuk riwayat Az-Zubair terbilang riwayat yang teringkari karena diriwayatkan dari orang-orang yang tidak dikenal.
Untungnya bahwa tiga riwayat lainnya datang dari orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut, dan teriwayatkan dengan sanad yang baik, tidak mengalami kritikan atau sanggahan jika dibandingkan sedikitnya riwayat-riwayat sejarah yang sanadnya bersih dari anggapan ragu atau lemah.
Mengagumkannya lagi bahwa ketiga riwayat ini mengarah pada satu haluan dalam mengisahkan peristiwa ini dan saling mendukung satu sama lainnya seperti yang akan terlihat nanti. Berikut akan ditampilkan satu persatu dari riwayat-riwayat tersebut. (WARDAN/Red)