Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

[Khutbah Jumat] Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim pada Hari Raya Idul Adha

Kegiatan Qurban di Darunnajah 2 Cipining

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الَّذِي جَعَلَ الْقُرْبَانَ مِنْ أَعْظَمِ شَعَائِرِ الدِّينِ، وَفَرَضَ الْحَجَّ عَلَى الْمُسْتَطِيعِينَ، وَجَعَلَ فِي ذَلِكَ ذِكْرَى لِإِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ وَابْنِهِ إِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى نِعَمِهِ الْمُتَوَالِيَةِ وَآلَائِهِ الْمُتَتَابِعَةِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَهِدَايَتِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِلَهًا وَاحِدًا أَحَدًا صَمَدًا لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الصَّادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِينُ، أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.

أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، إِنَّنَا نَعِيشُ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الْمُبَارَكَةِ ذِكْرَى عَظِيمَةً مِنْ ذِكْرَيَاتِ الْإِسْلَامِ، أَلَا وَهِيَ ذِكْرَى عِيدِ الْأَضْحَى الْمُبَارَكِ. هَذَا الْعِيدُ الَّذِي يُذَكِّرُنَا بِقِصَّةِ التَّضْحِيَةِ وَالْفِدَاءِ، قِصَّةِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَابْنِهِ إِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ. إِنَّهَا قِصَّةٌ تُجَسِّدُ مَعْنَى الْعُبُودِيَّةِ الْحَقَّةِ لِلَّهِ تَعَالَى، وَالتَّسْلِيمِ الْكَامِلِ لِأَمْرِهِ سُبْحَانَهُ.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Hari ini kita berkumpul di masjid yang mulia ini untuk memperingati salah satu momen terpenting dalam sejarah Islam, yaitu Hari Raya Idul Adha. Hari yang penuh berkah ini mengingatkan kita pada kisah pengorbanan luar biasa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail ‘alaihimassalam. Kisah ini bukan sekadar cerita sejarah, melainkan sebuah teladan abadi tentang ketaatan, keikhlasan, dan pengorbanan yang sejati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mari kita renungkan bersama, betapa besar pengorbanan yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim. Beliau rela mengorbankan putra yang sangat dicintainya, Ismail, demi memenuhi perintah Allah. Ini bukanlah keputusan yang mudah. Bayangkan perasaan seorang ayah yang harus menyembelih anaknya sendiri. Namun, karena keimanan yang kokoh dan ketaatan yang mutlak kepada Allah, Nabi Ibrahim mampu mengesampingkan perasaan pribadinya dan memilih untuk taat pada perintah-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'”

Ayat ini menggambarkan dialog yang mengharukan antara seorang ayah dan anaknya. Nabi Ibrahim dengan penuh kelembutan menyampaikan perintah Allah kepada Ismail, dan Ismail dengan kepatuhan yang luar biasa menerima perintah tersebut. Inilah contoh ketaatan yang sempurna, baik dari seorang ayah maupun seorang anak kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Pengorbanan Nabi Ibrahim ini mengajarkan kita banyak hal. Pertama, tentang keimanan yang kokoh. Keimanan yang tidak goyah meskipun dihadapkan pada ujian yang sangat berat. Kedua, tentang ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ketaatan yang tidak mempertanyakan, tidak mengeluh, bahkan ketika perintah itu terasa berat dan sulit. Ketiga, tentang keikhlasan dalam beramal. Keikhlasan untuk melepaskan apa yang paling kita cintai demi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ”

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).”

Hadits ini mengingatkan kita bahwa ibadah, termasuk berkurban, bukan sekadar ritual fisik semata. Ia harus dilandasi dengan keikhlasan dan disertai dengan perbaikan akhlak. Pengorbanan kita tidak akan bermakna jika tidak disertai dengan upaya untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah.

Lalu, bagaimana kita dapat menerapkan semangat pengorbanan Nabi Ibrahim dalam kehidupan sehari-hari kita? Terutama bagi kita yang hidup di lingkungan pesantren, tempat di mana nilai-nilai keislaman seharusnya lebih kental terasa.

Pertama, kita bisa memulai dengan mengorbankan ego dan keinginan pribadi demi kebaikan bersama. Misalnya, ketika jadwal piket kebersihan atau jadwal belajar berbenturan dengan waktu istirahat kita, kita rela mengorbankan waktu istirahat tersebut demi menunaikan kewajiban.

Kedua, kita bisa mengorbankan sebagian harta kita untuk membantu sesama. Di pesantren, mungkin ada teman yang kesulitan membayar biaya sekolah atau membeli kitab. Kita bisa menyisihkan uang jajan kita untuk membantu mereka.

Ketiga, kita bisa mengorbankan waktu dan tenaga untuk membantu guru atau ustadz di pesantren. Misalnya, membantu merapikan perpustakaan, atau mengajar santri junior yang kesulitan dalam pelajaran tertentu.

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Idul Adha juga mengajarkan kita tentang solidaritas sosial. Daging kurban yang dibagikan kepada fakir miskin merupakan bentuk kepedulian sosial yang sangat indah. Ini mengingatkan kita bahwa Islam bukan hanya tentang hubungan vertikal antara manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan horizontal antar sesama manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 37:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ayat ini menegaskan bahwa yang diterima Allah bukanlah daging atau darah kurban, melainkan ketakwaan dari orang yang berkurban. Ini mengajarkan kita bahwa ibadah kurban bukan sekadar ritual, tetapi harus mampu meningkatkan ketakwaan dan kepedulian sosial kita.

Dalam konteks pesantren, kita bisa mengimplementasikan semangat berbagi ini dengan cara berbagi ilmu kepada teman yang kesulitan dalam belajar, berbagi makanan kepada teman yang sedang puasa sunnah,

===
atau berbagi pengalaman kepada adik-adik santri yang baru masuk pesantren.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Selain itu, Idul Adha juga mengajarkan kita tentang kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ujian. Nabi Ibrahim dan Ismail telah menunjukkan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi ujian dari Allah. Mereka tidak mengeluh, tidak membantah, bahkan ketika dihadapkan pada situasi yang sangat sulit.

Dalam kehidupan di pesantren, kita juga sering dihadapkan pada berbagai ujian dan tantangan. Mulai dari rindu kampung halaman, kesulitan dalam belajar, hingga konflik dengan teman sekamar. Semua itu adalah ujian yang harus kita hadapi dengan sabar dan tabah, sebagaimana Nabi Ibrahim dan Ismail menghadapi ujian mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya adalah baik baginya. Hal ini tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka hal itu baik baginya.”

Hadits ini mengingatkan kita bahwa sebagai seorang mukmin, kita harus selalu bersyukur dalam keadaan senang dan bersabar dalam keadaan sulit. Inilah sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail dalam menghadapi ujian dari Allah.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Momentum Idul Adha juga mengajarkan kita tentang pentingnya kebersamaan dan persatuan. Saat kita melaksanakan shalat Idul Adha berjamaah, kita merasakan kebersamaan yang luar biasa. Kita berdiri bersama, berdoa bersama, tanpa memandang status sosial atau latar belakang. Ini mengingatkan kita bahwa di hadapan Allah, kita semua sama.

Di pesantren, kita juga harus menjaga kebersamaan dan persatuan ini. Jangan sampai perbedaan latar belakang, asal daerah, atau kemampuan akademis menjadi penghalang untuk bersatu. Justru dengan perbedaan itu, kita bisa saling melengkapi dan saling belajar satu sama lain.

Selanjutnya, Idul Adha juga mengajarkan kita tentang pentingnya merencanakan masa depan. Nabi Ibrahim, meskipun sudah tua, tetap memikirkan masa depan dengan mendoakan keturunannya agar menjadi pemimpin yang baik. Ini tercermin dalam doanya yang diabadikan dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 40:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”

Bagi kita yang sedang menuntut ilmu di pesantren, ini menjadi pengingat bahwa kita harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk belajar dan mempersiapkan masa depan. Jangan sia-siakan kesempatan berharga ini. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, perbanyak membaca kitab, dan tingkatkan kemampuan dalam berbagai bidang.

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Akhirnya, mari kita renungkan kembali makna pengorbanan Nabi Ibrahim. Pengorbanan itu bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban, tapi lebih dari itu, ia adalah simbol ketundukan kita kepada Allah. Ia adalah simbol kesiapan kita untuk mengorbankan apa saja yang kita cintai demi Allah.

Dalam konteks kehidupan kita sehari-hari, termasuk di pesantren, pengorbanan itu bisa bermakna:

1. Mengorbankan waktu istirahat untuk bangun tahajud
2. Mengorbankan kenyamanan untuk berpuasa sunnah
3. Mengorbankan ego untuk meminta maaf kepada teman yang kita sakiti
4. Mengorbankan harta untuk membantu teman yang kesulitan
5. Mengorbankan kesenangan pribadi untuk fokus belajar

Semoga dengan memahami dan menghayati makna pengorbanan Nabi Ibrahim ini, kita bisa menjadi hamba Allah yang lebih baik, lebih taat, dan lebih bermanfaat bagi sesama. Semoga Allah menerima ibadah kurban kita dan menjadikannya sebagai bukti ketakwaan kita kepada-Nya.

Akhirnya, marilah kita tutup khutbah ini dengan doa, semoga Allah senantiasa membimbing langkah kita, meneguhkan hati kita dalam ketaatan, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Amin ya Rabbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، إِنَّ عِيدَ الْأَضْحَى هُوَ مِنْ أَعْظَمِ الْأَعْيَادِ فِي الْإِسْلَامِ، فِيهِ نَتَذَكَّرُ قِصَّةَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَتَضْحِيَتَهُ الْعَظِيمَةَ. فَلْنَجْعَلْ مِنْ هَذِهِ الذِّكْرَى دَرْسًا لَنَا فِي الطَّاعَةِ وَالتَّضْحِيَةِ وَالْإِخْلَاصِ.

إِنَّ الْأُضْحِيَةَ لَيْسَتْ مُجَرَّدَ ذَبْحِ حَيَوَانٍ، بَلْ هِيَ رَمْزٌ لِلتَّضْحِيَةِ بِكُلِّ مَا نُحِبُّهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. فَلْنَضَحِّ بِأَهْوَائِنَا وَشَهَوَاتِنَا، وَلْنَضَحِّ بِأَنَانِيَّتِنَا وَكِبْرِيَائِنَا، وَلْنَضَحِّ بِكُلِّ مَا يُبْعِدُنَا عَنْ طَاعَةِ اللَّهِ.

وَلْنَتَذَكَّرْ أَنَّ الْعِيدَ لَيْسَ فَقَطْ لِلْفَرَحِ وَاللَّهْوِ، بَلْ هُوَ فُرْصَةٌ لِلتَّقَرُّبِ إِلَى اللَّهِ بِالطَّاعَاتِ وَالْعِبَادَاتِ. فَلْنُكْثِرْ مِنَ الذِّكْرِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ، وَلْنَصِلْ أَرْحَامَنَا، وَلْنَتَصَدَّقْ عَلَى الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ.

وَلَا نَنْسَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْمُبَارَكِ أَنْ نَدْعُوَ لِإِخْوَانِنَا الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، خَاصَّةً الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْهُمْ وَالْمَظْلُومِينَ. اللَّهُمَّ فَرِّجْ هُمُومَهُمْ، وَنَفِّسْ كُرُوبَهُمْ، وَاكْشِفْ غُمُومَهُمْ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا.

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيمٍ، فَقَالَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ مَوْتَانَا، وَاشْفِ مَرْضَانَا، وَفُكَّ أَسْرَانَا، وَانْصُرْ مُجَاهِدِينَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُورِنَا.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ، وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ، وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيعِ سَخَطِكَ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

Pendaftaran Santri Baru