Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Tadrib Imamah, Usaha Pesantren Tingkatkan Kualitas Ibadah

TADRIB IMAMAH, USAHA PESANTREN TINGKATKAN KUALITAS IBADAH

“Menjadi imam sholat itu, jika diibaratkan angkutan umum, maka dia adalah supirnya, dan muadzin bagaikan kernetnya. Maka sang supir wajib bertanggungjawab atas seluruh penumpangnya.” Demikian analogi yang disampaikan oleh narasumber di depan puluhan asatidzah (dewan guru putra) Pesantren Darunnajah 2 Cipining.

Menjadi imam merupakan peran yang sangat vital dalam ritual ibadah sholat berjamaah. Tanggung jawabnya pun begitu besar. Oleh karena itu, demi meningkatkan kualitas ibadah para guru dan santri, Divisi Ibadah Pesantren Darunnajah 2 Cipining mengadakan Tadrib Imamah (Pelatihan Imam) untuk seluruh guru putra yang bertugas sebagai imam sholat berjamaah di masjid-masjid pesantren.

Acara yang dilaksanakan pada hari Kamis (8/9) di Aula eks Gedung Tahfizh ini, diisi langsung oleh Imam Masjid Jami Darunnajah Pusat Ulujami Jakarta, Al-Ustadz Maimun, S.Pd. yang telah bertugas sejak tahun 2009, atau sekitar 13 tahun.

Dalam kesempatan tersebut, narasumber menyampaikan berbagai pengalaman beliau selama berkhidmah sebagai imam shalat. Beliau mengakui bahwa profesionalitas seorang imam sangat ditentukan oleh bermacam penugasan yang telah dilalui. Alumni Pesantren Raudhatul Huffazh, Kudus dan Pesantren Darul Falah, Jepara ini menceritakan beliau mulai diamanahi sebagai imam sejak berusia sekitar 17 tahun.

Narasumber yang juga sebelumnya berkhidmah di Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Al Muqoddasah, Ponorogo ini kemudian menjelaskan tentang syarat-syarat, adab, ayat serta surat yang sebaiknya dibaca dan berbagai persiapan yang harus diperhatikan oleh setiap imam sholat.

Karena materi yang disampaikan begitu penting, nampak banyak sekali peserta Tadrib yang menanyakan berbagai permasalahan pasal keimaman di sela-sela sesi penyampaian. Narasumber kelahiran Grobogan, 1 Mei 1985 ini juga sempat diminta untuk mencontohkan bacaan Surah Al-Faatihah, agar dapat diperhatikan dan ditiru oleh seluruh guru yang nantinya menjadi imam sholat. “Saat talaqqi kepada Syaikh saya dari Mesir, beliau menegaskan bahwa membaca Al-Qur’an itu harus senyum, karena kebanyakan huruf sifatnya tipis.” Jelasnya. Lalu beliau dengan fasihnya melantunkan surah tersebut dan menjelaskan kesalahan yang sering ditemukan dalam pembacaannya.

Acara diakhiri dengan permintaan khusus dari Direktur Pengasuhan Santri, Al-Ustadz Sholehudin, agar beliau berkenan menjadi Imam untuk Sholat Subuh berjamaah di Masjid Jami keesokan harinya. (WARDAN/ reporter: Hayyi, fotografer: Dimas & Said Miftah)

Pendaftaran Santri Baru