Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Pemakaman Rasulullah SAW Di Tunda 3 Hari?

Muhammad SAW
Muhammad SAW

Pemakaman Rasulullah SAW Di Tunda 3 Hari? Apakah Alasan Para Sahabat?

Mengurus jenazah adalah salah satu dari lima hal yang harus disegerakan. Tapi, ternyata, Rasulullah SAW yang wafat pada hari senin dimakamkan terlambat. Ulama ahli hadits dan sejarah berbeda pendapat mengenai waktu pemakaman beliau. Ada yang mengatakan beliau dimakamkan pada hari selasa, ada pula yang mengatakan bahwa beliau dimakamkan pada hari rabu.

Tapi, keterlambatan jenazah Rasulullah SAW untuk dimakamkan bukan karena kesengajaan atau ketidakpeduliaan para sahabat. Bukan karena alasan itu. Beliau tetap menjadi sosok yang sangat dicintai para sahabat dan seluruh umatnya. Berikut alasan mengapa pemakaman Rasulullah SAW terlambat:

  1. Sahabat radhiyallahu ‘anhum menjaga urusan umat.

Para sahabat paham dan sadar bahwa wajib hukumnya hidup di bawah seorang pemimpin yang akan mengurusi urusan umat. Para sahabat berijma’ (sepakat) bahwa tidak boleh kaum muslim hidup tanpa ada seorang pemimpin lebih dari tiga hari.

Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu benar-benar menegaskan pentingnya pembatasan waktu selama tiga hari untuk mengangkat khalifah dengan mengatakan, “Jika saya meninggal maka bermusyawarahlah kalian selama tiga hari. Hendaklah Suhaib yang mengimami shalat masyarakat. Tidaklah datang hari keempat, kecuali kalian sudah harus memiliki amir (khalifah).”

Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan, “Para imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.”

Imam Ibnu Hajar Al Haitami  dalam As Shawa’iqul Muhriqah berkata, “Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.”

Memilih khalifah menjadi masalah paling penting, agar umat tetap bersatu di bawah satu bendera Islam, juga memutus upaya setan untuk membuat perpecahan di antara manusia, serta agar manusia tidak kosong dari seorang imam yang menegakkan kebenaran.

  1. Keinginan seluruh sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk menshalati jenazah Rasulullah SAW dan perbedaan pendapat. Seluruh sahabat radhiyallahu ‘anhum berkeinginan agar dapat menshalati jenazah beliau. Semua orang menshalati beliau, baik laki-laki, perempuan, orang tua, anak muda, anak-anak.

Mereka shalat dengan cara berkelompok secara terpisah-pisah, tidak diimami oleh seorang imam. Semuanya masuk ke kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka shalat sendiri-sendiri. Hal ini membutuhkan waktu panjang agar semuanya mendapatkan kemuliaan ini.

Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 7/430 dari Said bin Musayyab berkata, “Ketika Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam wafat, (jasad beliau) diletakkan di atas ranjangnya. Maka orang-orang masuk secara berombongan, mereka menshalatkan dan keluar tanpa ada seorang pun yang menjadi imam.”

Cara memandikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapa yang memandikan, dimana dimakamkan, terdapat perbedaan pendapat mengenai hal itu. Sehingga, semua itu membutuhkan waktu yang lama dan pemakaman beliau menjadi sedikit diakhirkan.

  1. Jasad Rasulullah SAW tetap suci, tidak berubah, dan tidak ditimpa kerusakan.

Sebab dimakruhkannya mengakhirkan pengurusan jenazah adalah karena khawatir terjadi perubahan pada mayat. Bila tidak ada sebab seperti itu dan tidak khawatir terjadi perubahan seperti pada jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak dimakruhkan saat itu, karena memang ada keperluan yang sangat penting untuk mengakhirkannya.

Diriwayatkan oleh Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, no. 3667 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam kisah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau mengatakan, “Abu Bakar datang dan membuka (penutup wajah) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, ‘Demi ayah dan ibuku, sungguh engkau tetap harum sewaktu hidup maupun  mati…..” Sampai akhir hadits.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, “Ketika orang berkumpul untuk memandikan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, di rumah tidak ada orang kecuali keluarganya, pamannya Abbas bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, Fadl bin Abbas, Qadam bin Abbas, Usamah bin Zaid bin Haritsah serta Shaleh budaknya. Dahulu Abbas, Fadl, dan Qadam membolak-balikkan bersama Ali bin Abu Thalib. Sementara Usamah bin Zaid dan Shaleh budaknya menyiram air. Sementara  Ali memandikannya. Tidak didapati pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sesuatu yang dilihat pada mayat lainnya. Beliau mengatakan, ‘Demi ayah dan ibuku, alangkah harumnya anda (Rasulullah) waktu hidup maupun meninggal dunia… sampai akhir hadits.” (HR. Ahmad di musnad, 4/187. Para peneliti di percetakan Muassasah Ar-Risalah mengatakan, Hasan lighoirihi. Silahkan lihat kitab Al-Khosois Al-Kubro, 2/469-492).

Kematian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengagetkan para sahabat mulia radhiyallahu ‘anhum, hal itu sangat berat bagi mereka. Di antara para sahabat ada yang terdiam membisu, ada yang terduduk, tidak mampu bergerak. Tidak ada musibah yang dirasakan para sahabat yang lebih berat dari hari itu.

Anas bin Malik menggambarkan kondisi hari itu, “Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik dan lebih terang selain ketika hari saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat kami. Dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan muram selain ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan dunia.”

Hampir akal dan hati mereka tidak sanggup menanggung beban musibah tersebut. Bahkan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sempat mengingkari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak yang tidak percaya tentang berita kematian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga kemudian Abu Bakar berkata, “Barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tapi, barangsiapa di antara kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak meninggal. Allah berfirman, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kalian berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Pendaftaran Santri Baru