Perbedaan Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah

Manasik Haji MI Darunnajah 2 Cipining (2025)

Pernahkah Anda mendengar tentang jumrah dalam ibadah haji? Mungkin sebagian dari kita sudah familiar dengan istilah ini, namun masih banyak yang belum memahami secara mendalam tentang apa itu jumrah dan perbedaan antara jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah.

Tulisan ini membahas tentang pengertian jumrah, sejarahnya dalam Islam, pentingnya memahami perbedaan jumrah, letak ketiga jumrah, jumlah kerikil yang diperlukan, serta hikmah di balik perbedaan ketiga jumrah tersebut.

Berikut uraiannya:

Apa itu Jumrah dalam Ibadah Haji?

Jumrah merupakan salah satu ritual penting dalam ibadah haji yang dilaksanakan di Mina. Dalam bahasa Arab, jumrah berarti “batu kecil” atau “kerikil”. Secara istilah, jumrah adalah tempat melempar batu kerikil sebagai simbol perlawanan terhadap godaan setan.

Melontar jumrah adalah kegiatan melemparkan batu kerikil pada waktu, tempat, dan jumlah yang sudah ditentukan. Ritual ini dilaksanakan pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah sebagai bagian dari rangkaian ibadah haji.

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menjelaskan tentang pelaksanaan jumrah:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الحَكَمِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: رَمَى عَبْدُ اللَّهِ مِنْ بَطْنِ الوَادِي بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّ نَاسًا يَرْمُونَهَا مِنْ فَوْقِهَا، فَقَالَ: «هَذَا – وَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ – مَقَامُ الَّذِي أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُورَةُ البَقَرَةِ»

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ghundar, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam dari Ibrahim dari Abdurrahman bin Yazid berkata; Abdullah melempar (jumrah) dari tengah lembah dengan tujuh kerikil sambil bertakbir pada setiap lemparan kerikil. Lalu dikatakan kepadanya bahwa ada orang-orang yang melemparnya dari atasnya. Maka dia berkata: “Demi Dzat yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, inilah tempat berdirinya orang yang kepadanya diturunkan surat Al Baqarah”.” (HR. Bukhari No. 1748)

Bagaimana Sejarah Jumrah dalam Islam?

Sejarah jumrah dalam Islam berkaitan erat dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya, setan berusaha menggoda mereka di tiga tempat berbeda. Namun, Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS tetap teguh dalam ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Di setiap tempat godaan tersebut, Nabi Ibrahim AS melempar setan dengan batu kerikil. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi dasar ritual melontar jumrah dalam ibadah haji.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.” (QS. As-Saffat: 102)

Mengapa Kita Perlu Memahami Perbedaan Jumrah?

Memahami perbedaan antara ketiga jumrah sangatlah penting bagi setiap muslim, terutama bagi mereka yang akan menunaikan ibadah haji. Pengetahuan ini tidak hanya membantu kita dalam melaksanakan ritual dengan benar, tetapi juga memperdalam pemahaman kita tentang makna spiritual di baliknya.

Dengan memahami perbedaan jumrah, kita dapat:

1. Melaksanakan ibadah haji dengan lebih khusyuk dan bermakna.
2. Menghindari kesalahan dalam pelaksanaan ritual.
3. Mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap jumrah yang dilontar.
4. Meningkatkan kesadaran spiritual kita dalam melawan godaan setan dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ أَنَّهُ كَانَ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الدُّنْيَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ عَلَى إِثْرِ كُلِّ حَصَاةٍ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ حَتَّى يُسْهِلَ، فَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، فَيَقُومُ طَوِيلاً، وَيَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ، ثُمَّ يَرْمِي الْوُسْطَى، ثُمَّ يَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ، فَيُسْهِلُ وَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، فَيَقُومُ طَوِيلاً وَيَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ وَيَقُومُ طَوِيلاً، ثُمَّ يَرْمِي جَمْرَةَ ذَاتِ الْعَقَبَةِ مِنْ بَطْنِ الْوَادِي، وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا، ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُولُ هَكَذَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma bahwa dia melempar jumrah yang pertama dengan tujuh kerikil sambil bertakbir setiap kali melempar, kemudian maju hingga mendapat tempat yang lapang lalu berdiri menghadap kiblat sambil berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Kemudian dia melempar jumrah tengah lalu mengambil arah kiri menuju tempat yang lapang. Dia berdiri menghadap kiblat sambil berdoa dengan mengangkat kedua tangannya dan berdiri lama. Kemudian dia melempar jumrah ‘aqabah dari tengah lembah tanpa berhenti di sisinya. Setelah itu dia berlalu sambil berkata, “Beginilah aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya”.” (HR. Bukhari No. 1751)

Manasik Haji MI Darunnajah 2 Cipining (2025)

Apa Perbedaan Utama antara Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah?

Perbedaan utama antara ketiga jumrah terletak pada lokasi, urutan pelemparan, dan waktu pelaksanaannya. Mari kita bahas satu per satu:

1. Jumrah Ula (Jumrah Kecil):
– Lokasi: Paling jauh dari Mekah
– Urutan: Dilontar pertama kali
– Waktu: Hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)

2. Jumrah Wustha (Jumrah Tengah):
– Lokasi: Di antara Jumrah Ula dan Aqabah
– Urutan: Dilontar kedua
– Waktu: Hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)

3. Jumrah Aqabah:
– Lokasi: Paling dekat dengan Mekah
– Urutan: Dilontar terakhir pada hari Tasyriq, namun menjadi satu-satunya yang dilontar pada hari Nahar (10 Dzulhijjah)
– Waktu: Hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)

Di Mana Letak Ketiga Jumrah?

Ketiga jumrah terletak di Mina, sebuah kawasan yang berjarak sekitar 5 km dari Mekah. Berikut adalah detail lokasi masing-masing jumrah:

1. Jumrah Ula:
– Terletak paling dekat dengan Masjid Al-Khaif
– Berjarak sekitar 156,5 meter dari Jumrah Wustha

2. Jumrah Wustha:
– Berada di tengah antara Jumrah Ula dan Jumrah Aqabah
– Berjarak sekitar 117 meter dari Jumrah Aqabah

3. Jumrah Aqabah:
– Terletak paling dekat dengan Mekah
– Merupakan jumrah terbesar dan paling ramai

Menurut seorang ahli haji, Dr. Ali Mustofa Yaqub, “Letak ketiga jumrah ini memiliki makna filosofis. Jumrah Ula yang paling jauh dari Mekah melambangkan godaan setan yang paling lemah, sementara Jumrah Aqabah yang paling dekat dengan Mekah melambangkan godaan setan yang paling kuat.”

Berapa Jumlah Kerikil yang Diperlukan untuk Setiap Jumrah?

Jumlah kerikil yang diperlukan untuk melontar jumrah tergantung pada lamanya jamaah haji tinggal di Mina. Berikut rinciannya:

1. Untuk Nafar Tsani (tinggal di Mina hingga 13 Dzulhijjah):
– Total 70 kerikil
– 7 kerikil untuk Jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah
– 21 kerikil per hari untuk tiga jumrah pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (7 kerikil per jumrah)

2. Untuk Nafar Awal (meninggalkan Mina pada 12 Dzulhijjah):
– Total 49 kerikil
– 7 kerikil untuk Jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah
– 21 kerikil per hari untuk tiga jumrah pada 11 dan 12 Dzulhijjah (7 kerikil per jumrah)

Menurut Syekh Yusuf Al-Qaradhawi, seorang ulama kontemporer, “Jumlah tujuh kerikil untuk setiap jumrah memiliki makna simbolis. Angka tujuh dalam Islam sering kali dikaitkan dengan kesempurnaan dan kelengkapan.”

Apa Hikmah di Balik Perbedaan Ketiga Jumrah?

Perbedaan ketiga jumrah mengandung hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam. Beberapa hikmah yang dapat kita petik antara lain:

1. Simbolisasi perlawanan terhadap godaan setan:
Ketiga jumrah melambangkan tiga tingkatan godaan setan yang harus kita lawan dalam kehidupan sehari-hari. Jumrah Ula mewakili godaan yang paling lemah, Jumrah Wustha mewakili godaan tingkat menengah, dan Jumrah Aqabah mewakili godaan yang paling kuat.

2. Pembelajaran kesabaran dan konsistensi:
Melontar ketiga jumrah secara berurutan selama beberapa hari mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran dan konsistensi dalam melawan godaan setan.

3. Penguatan tekad dan keimanan:
Proses melontar jumrah yang berulang-ulang membantu menguatkan tekad dan keimanan kita dalam menghadapi cobaan hidup.

4. Refleksi diri dan pertobatan:
Setiap lemparan batu pada jumrah dapat dijadikan momen untuk berefleksi dan bertobat atas dosa-dosa yang telah kita lakukan.

5. Pengingat akan kisah Nabi Ibrahim AS:
Ritual ini mengingatkan kita akan keteguhan iman Nabi Ibrahim AS dan keluarganya dalam menghadapi ujian dari Allah SWT.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ سَلَمَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏ “‏ الْحَجُّ عَرَفَةُ، مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ ‏”

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Salamah dari ‘Amru bin Dinar berkata; Aku mendengar Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Haji itu adalah wukuf di ‘Arafah. Barangsiapa yang mendatangi malam jama’ (Muzdalifah) sebelum terbit fajar maka dia telah mendapatkan haji”.” (HR. Bukhari No. 1671)

Hadits ini menunjukkan pentingnya setiap ritual dalam ibadah haji, termasuk melontar jumrah, sebagai bagian integral dari kesempurnaan ibadah haji.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27)

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah haji, termasuk ritual melontar jumrah, adalah panggilan Allah SWT yang harus kita sambut dengan penuh ketaatan dan keikhlasan.

Kesimpulan

Memahami perbedaan antara Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah adalah hal yang penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Setiap jumrah memiliki lokasi, urutan, dan waktu pelemparan yang berbeda. Jumrah Ula terletak paling jauh dari Mekah, Jumrah Wustha di tengah, dan Jumrah Aqabah paling dekat dengan Mekah.

Jumlah kerikil yang diperlukan tergantung pada lamanya jamaah haji tinggal di Mina, dengan total 70 kerikil untuk Nafar Tsani dan 49 kerikil untuk Nafar Awal. Perbedaan ini mengandung hikmah yang mendalam, termasuk simbolisasi perlawanan terhadap godaan setan, pembelajaran kesabaran, penguatan keimanan, dan refleksi diri.

Penutup

Semoga pemahaman kita tentang jumrah dalam ibadah haji semakin mendalam. Mari kita terus semangat dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran agama kita. Dengan memahami makna di balik setiap ritual ibadah, kita dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Bagaimana Kita Bisa Mengambil Pelajaran dari Ritual Jumrah?

Mari kita refleksikan makna jumrah dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali kita menghadapi godaan atau tantangan, ingatlah semangat melontar jumrah. Lawan godaan dengan keteguhan iman, seperti Nabi Ibrahim AS melawan godaan setan. Jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk “melontar jumrah” terhadap hal-hal negatif dalam hidup kita, sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah SWT.

Jumlah kata: 1126

Pendaftaran Santri Baru