Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Beragama: 4 Sikap Kunci untuk Keharmonisan

Pernahkah kita merasakan kekesalan saat berhadapan dengan pendapat yang berbeda dalam masalah agama? Atau mungkin kita pernah terlibat dalam perdebatan sengit di media sosial hanya karena perbedaan pemahaman? Fenomena ini semakin sering kita jumpai, terutama di era digital yang memungkinkan siapa saja untuk menyuarakan pendapatnya.

Tulisan ini membahas tentang pentingnya menyikapi perbedaan pendapat dalam beragama dengan bijak, empat sikap kunci dalam menghadapi perbedaan, serta pandangan Islam tentang keragaman pendapat.

Berikut uraiannya:

Mengapa Perbedaan Pendapat Sering Memicu Konflik?

Perbedaan pendapat seringkali menjadi pemicu konflik, terutama dalam hal agama.

Mengapa demikian? Karena agama menyentuh aspek terdalam dari keyakinan seseorang.

Ketika keyakinan ini dipertanyakan atau ditantang, reaksi emosional cenderung muncul.

Ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman dan sikap toleransi, perbedaan pendapat bisa berubah menjadi perselisihan yang lebih serius.

Bagaimana Islam Memandang Keragaman Pendapat?

Islam memandang keragaman, termasuk perbedaan pendapat, sebagai sesuatu yang alamiah dan bahkan menjadi tanda kebesaran Allah SWT.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 22:

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”

Ayat ini menunjukkan bahwa perbedaan adalah desain ilahi yang harus kita sikapi dengan bijak.

Apa Saja 4 Sikap Utama dalam Menghadapi Perbedaan?

Dalam menghadapi perbedaan pendapat, terutama dalam konteks agama, ada empat sikap utama yang perlu kita terapkan:

1. Memperluas wawasan sebelum berpendapat

2. Mengedepankan toleransi dan tenggang rasa

3. Mengutamakan dialog daripada merasa paling benar

4. Berupaya mencari titik temu atau kalimatun sawa

Pentingkah Memperluas Wawasan Sebelum Berpendapat?

Memperluas wawasan sebelum berpendapat sangatlah penting.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan, “Orang yang berwawasan luas itu cenderung sedikit sekali menyalah-nyalahkan orang lain.”

Dengan memperluas literasi dan bacaan, kita akan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan.

Kita juga akan menyadari bahwa pengetahuan kita mungkin masih terbatas dibandingkan orang lain yang telah lebih lama belajar.

Bagaimana Mengedepankan Toleransi Saat Berbeda Pendapat?

Toleransi adalah kunci dalam menghadapi perbedaan.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ

“Aku diutus dengan membawa ajaran yang benar serta toleran.” (HR Ahmad, No. 22345)

Sikap toleran ini tercermin dalam cara Nabi memperlakukan sahabatnya, Nuaiman, yang masih belum bisa meninggalkan kebiasaan minum khamar.

Nabi melarang para sahabat mencacinya, karena hal itu justru bisa membuatnya semakin terjerumus.

Mengapa Dialog Lebih Baik daripada Merasa Paling Benar?

Dialog adalah cara terbaik untuk memahami perbedaan pendapat.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 125:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

Ayat ini mengajarkan kita untuk berdialog dengan cara yang bijaksana, tidak temperamental, dan terbuka terhadap masukan dan kritikan.

Foto: Suasana agenda Apresiasi Khidmah bagi alumni Darunnajah 2 Cipining yang sudah menyelesaikan 1 tahun pengabdian mereka di masyarakat. (2024)

Apa Itu Konsep Kalimatun Sawa dalam Islam?

Kalimatun sawa adalah konsep mencari titik temu dalam perbedaan.

Ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 64.

Dalam konteks modern, titik temu ini bisa dicapai melalui musyawarah dan memilih suara terbanyak dari hasil diskusi yang sudah dilakukan.

Bagaimana Cara Mencari Titik Temu dalam Perbedaan?

Mencari titik temu membutuhkan sikap terbuka dan kemauan untuk mendengarkan.

Kita perlu fokus pada persamaan, bukan perbedaan.

Imam Syafi’i pernah berkata, “Pendapatku benar tapi mungkin salah, pendapat orang lain salah tapi mungkin benar.”

Sikap ini menunjukkan keterbukaan untuk mencari kebenaran bersama.

Apa Kata Al-Qur’an tentang Keberagaman?

Al-Qur’an secara eksplisit mengakui dan menghargai keberagaman.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Bagaimana Teladan Nabi dalam Menyikapi Perbedaan?

Nabi Muhammad SAW memberikan teladan yang luar biasa dalam menyikapi perbedaan.

Beliau selalu mengedepankan dialog dan toleransi.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Muslim adalah orang yang mampu menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain.” (HR. Bukhari, No. 10)

Mengapa Perlu Bijak dalam Melihat Ragam Pendapat Ulama?

Ragam pendapat ulama adalah khazanah keilmuan yang memperkaya pemahaman kita tentang Islam.

Sikap bijak dalam melihat perbedaan pendapat ulama akan membuat kita lebih luwes dan tidak kaku dalam beragama.

Imam Syafi’i pernah berkata, “Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan pendapatku, maka buanglah pendapatku dan ambillah hadits tersebut.”

Apa Dampak Negatif dari Saling Mencaci saat Berbeda Pendapat?

Saling mencaci saat berbeda pendapat hanya akan menimbulkan permusuhan dan perpecahan.

Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan persatuan dan persaudaraan.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Muslim, No. 105)

Bagaimana Menghindari Sikap Merasa Paling Benar?

Sikap merasa paling benar bisa dihindari dengan selalu introspeksi diri dan bersikap rendah hati.

Kita perlu menyadari bahwa pengetahuan kita terbatas dan selalu ada ruang untuk belajar dari orang lain.

Imam Al-Ghazali mengatakan, “Barangsiapa yang mengklaim telah mengetahui segala sesuatu, maka sesungguhnya ia telah mengaku bodoh.”

Kesimpulan

Perbedaan pendapat dalam beragama adalah keniscayaan yang tak bisa dihindari.

Namun, dengan menerapkan empat sikap utama – memperluas wawasan, mengedepankan toleransi, mengutamakan dialog, dan mencari titik temu – kita bisa menyikapi perbedaan dengan lebih bijak.

Islam mengajarkan kita untuk menghargai keberagaman dan menjadikannya sebagai sarana untuk saling mengenal dan belajar.

Penutup

Mari kita terus semangat dalam mempelajari dan mendalami ajaran agama kita.

Dengan pemahaman yang lebih baik, kita akan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan.

Semoga kita bisa menjadi muslim yang membawa rahmat bagi semesta, bukan hanya bagi golongan kita sendiri.

Ayo Terapkan Sikap Bijak dalam Perbedaan!

Setelah membaca artikel ini, mari kita mulai menerapkan sikap-sikap bijak dalam menghadapi perbedaan pendapat.

Mulailah dengan memperluas wawasan, bersikap toleran, dan mengutamakan dialog.

Jadilah agen perdamaian dalam lingkungan kita, baik di dunia nyata maupun di media sosial.

Bersama-sama, kita bisa menciptakan masyarakat yang harmonis dalam keberagaman.

(Bks/260624)

Pendaftaran Santri Baru