Ketakwaan adalah konsep fundamental dalam agama Islam yang memiliki peran penting dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Ketakwaan tidak hanya berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta, tetapi juga mencakup hubungan horizontal antar sesama manusia.
Ketakwaan menjadi fondasi penting dalam mewujudkan kesejahteraan sosial yang hakiki. Kesejahteraan yang tidak hanya mencakup aspek material, tetapi juga spiritual dan sosial.
Tulisan ini membahas tentang konsep ketakwaan dalam Islam, cara membangunnya, ciri-ciri masyarakat bertakwa, dan bagaimana ketakwaan bisa menjadi solusi masalah sosial serta mewujudkan kesejahteraan.
Berikut uraiannya:
Apa arti ketakwaan dalam Islam?
Dalam bahasa Arab, takwa berasal dari kata “waqa-yaqi-wiqayah” yang berarti menjaga, melindungi, atau memelihara. Secara istilah, takwa adalah memelihara dan melindungi diri dari azab Allah dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 102)
Bagaimana cara membangun ketakwaan personal dan sosial?
Membangun ketakwaan dimulai dari diri sendiri dengan memperbaiki hubungan dengan Allah. Caranya dengan menjalankan perintah wajib seperti shalat, puasa, zakat dan haji, serta memperbanyak amalan sunnah. Selain itu, menghiasi diri dengan akhlak mulia dan menjauhi perbuatan maksiat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 1987)
Setelah itu, ketakwaan harus diterapkan dalam interaksi sosial dengan menjaga hak-hak sesama, berbuat baik, menebar manfaat, dan mencegah kemungkaran. Itulah hakikat ketakwaan sosial yang perlu dibangun di masyarakat.
Apa saja ciri-ciri masyarakat yang bertakwa?
Masyarakat bertakwa memiliki ciri-ciri antara lain: beriman kepada Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, saling menasihati dalam kebaikan, mencegah kemungkaran, peduli pada sesama, menjunjung tinggi keadilan, menepati janji, dan bersabar dalam menghadapi cobaan.
Allah memuji orang-orang bertakwa dalam firman-Nya:
إِنَّ ٱلۡمُتَّقِينَ فِى جَنَّٰتٍ وَعُيُونٍ ءَاخِذِينَ مَآ ءَاتَىٰهُمۡ رَبُّهُمۡۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَبۡلَ ذَٰلِكَ مُحۡسِنِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam surga dan mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan Rabb mereka kepada mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 15-16)
Bagaimana ketakwaan bisa mewujudkan kesejahteraan sosial?
Ketakwaan menjadi fondasi bagi terwujudnya kesejahteraan sosial karena mendorong manusia untuk berbuat kebaikan, peduli sesama, menegakkan keadilan, menghindari kezaliman, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang baik.
Masyarakat yang bertakwa akan saling membantu, menyantuni yang lemah, mengentaskan kemiskinan, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, dan menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, serta kondusif untuk pembangunan. Inilah yang akan mengantarkan pada kesejahteraan yang hakiki.
Apa saja faktor penghambat dalam membangun ketakwaan sosial?
Beberapa faktor yang menghambat adalah: lemahnya pemahaman agama, kurangnya keteladanan, dominannya sikap individualistis dan materialistis, merebaknya praktik kezaliman dan ketidakadilan, rendahnya kepedulian sosial, serta tidak maksimalnya peran tokoh agama dan lembaga keagamaan dalam membina masyarakat.
Rasulullah ﷺ memperingatkan bahaya lemahnya kepedulian sosial:
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ مِنْهُمْ وَأَكْثَرُ مِنْهُمْ ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ
“Tidaklah suatu kaum yang di antara mereka terjadi kemaksiatan, sedangkan mereka lebih mampu dan lebih banyak (untuk mencegahnya) kemudian mereka tidak merubahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan secara merata kepada mereka.” (HR. Abu Dawud, no. 4338)
Apa yang bisa dilakukan individu untuk berkontribusi pada kesejahteraan sosial?
Kontribusi dimulai dari hal-hal kecil seperti menyingkirkan gangguan di jalan, tersenyum kepada sesama, menghubungi kerabat, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, membantu tetangga, aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, hingga membayar pajak dan menunaikan zakat-infak-sedekah untuk kemaslahatan umat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خَطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
“Setiap ruas tulang pada manusia wajib atasnya sedekah setiap kali matahari terbit. Engkau mendamaikan antara dua orang adalah sedekah, engkau membantu seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang engkau tempuh untuk pergi shalat adalah sedekah, dan engkau menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari, no. 2989)
Apa pesan Al-Qur’an tentang ketakwaan dan dampaknya bagi negeri yang makmur?
Allah memberikan perumpaan negeri yang makmur dan sentosa berkat ketakwaan penduduknya. Mereka mendapatkan rezeki yang melimpah dari langit dan bumi. Sebaliknya, negeri yang penduduknya kufur dan zalim akan mendapatkan kesulitan, kelaparan, dan ketakutan.
Allah berfirman:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)
Bagaimana peran lembaga keagamaan dalam meningkatkan ketakwaan masyarakat?
Lembaga keagamaan seperti masjid, pesantren, organisasi dakwah, dan majelis taklim memiliki peran penting dalam membina ketakwaan umat. Caranya dengan menyediakan pendidikan agama yang berkualitas, mengadakan kegiatan dakwah yang menarik, memberi teladan yang baik, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, serta aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Allah berfirman tentang fungsi masjid:
إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)
Bagaimana ketakwaan bisa menjadi solusi masalah sosial di masyarakat?
Banyak masalah sosial yang terjadi karena jauhnya masyarakat dari nilai-nilai ketakwaan, seperti: kemiskinan, pengangguran, perceraian, kekerasan, narkoba, korupsi, dan terorisme. Ketakwaan bisa menjadi solusi dengan cara memperkuat keimanan, menanamkan nilai-nilai yang mulia, memupuk kepedulian sosial, meningkatkan etos kerja, serta mendorong praktik hidup yang bersih dan sehat.
Allah berfirman:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah berzina seorang pezina ketika ia berzina dalam keadaan beriman. Tidaklah mencuri seorang pencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman. Dan tidaklah meminum khamar seorang peminum khamar ketika meminumnya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari, no. 2475 dan Muslim, no. 57)
Kesimpulan
Ketakwaan merupakan kunci utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang hakiki. Dengan bertakwa, individu akan terdorong berbuat kebaikan, masyarakat menjadi peduli sesama, hukum ditegakkan dengan adil, kezaliman dihindari, dan kemaslahatan menjadi prioritas.
Sebaliknya, rendahnya ketakwaan bisa memicu berbagai masalah sosial yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, menjadi tanggungjawab bersama untuk membangun dan memelihara ketakwaan di tengah masyarakat, dimulai dari diri sendiri, keluarga, hingga melibatkan tokoh agama dan lembaga keagamaan.
Dengan ketakwaan yang kokoh, insya Allah masyarakat akan hidup rukun, damai dan sejahtera dalam naungan rahmat Allah Swt. Negeri yang bertakwa akan senantiasa dilimpahi keberkahan dari langit dan bumi.
Penutup
Demikianlah pembahasan singkat tentang membangun ketakwaan sebagai fondasi kesejahteraan sosial. Semoga kita semua senantiasa istiqamah dalam meningkatkan ketakwaan, baik secara pribadi maupun bermasyarakat. Mari kita wujudkan masyarakat Indonesia yang bertakwa, maju, adil, makmur, aman dan bahagia dunia akhirat. Aamiin Ya Rabbal ‘alamin.
Mari Kita Bertakwa!
Mari kita semua bertekad untuk terus meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak amal saleh, menjauhi dosa dan maksiat, serta menebarkan kebaikan dan kemaslahatan di tengah masyarakat. Mulailah dari diri sendiri, kemudian ajak keluarga dan orang-orang terdekat untuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Jadilah agen perubahan yang menginspirasi banyak orang dengan ketakwaan dan akhlak mulia kita. Sungguh Allah mencintai hamba-Nya yang bertakwa lagi berbuat kebaikan. Mari kita raih kesuksesan dan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat dengan ketakwaan yang sempurna, Aamiin.