Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Apa Bekal Yang Harus Dilakukan Untuk Menghafal Al-Qur’an?

blank
Ilustrasi Menghafalkan Qur’an

Al-Qur’an mudah dibaca dan dihafal, itu adalah garansi dari Allah SWT. Sehingga, tak ada alasan seseorang untuk mangkir dan berpaling dari belajar membaca Alquran. Terlebih, berdalih susah lalu tidak menghafalnya. “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS al-Qamar [54]: 17).

Mari kita kalkulasikan bersama. Jika Anda menghafal satu hari satu ayat secara konsisten maka Anda akan bisa rampung menghafalnya selama 17 tahun, tujuh bulan, dan sembilan hari. Ini bila dengan asumsi jumlah ayat mengikuti pendapat mayoritas ulama Makkah, yaitu lebih dari 6.220 ayat.

Perinciannya sebagai berikut, 17x 360 hari = 6120 hari. Jumlah itu ditambah tujuh bulan sembilan hari. Totalnya 6.339 hari. Jika dua hari dua ayat maka hafalan tersebut akan kelar selam delapan tahun, sembilan bulan, dan 18 hari. Jika proses itu dijalani, tak akan terasa.

Ketahuilah, para penghafal Alquran mengemban misi dan tugas yang mulia. Mereka akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat kelak. Secara tegas, Allah memuliakan para hafiz itu melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad SAW.

Penghafal Kitab Suci itu, seperti dinukilkan oleh Imam Tirmidzi dalam riwayatnya, akan berhias dengan mahkota kemuliaan. Ini karena Sang Khaliq memberikan keridhaan pada yang bersangkutan. Kebaikannya pun akan bertambah, tiap kali melantunkan satu ayat.

Para penghafal Alquran, seperti ditegaskan pula di hadis riwayat Ahmad, adalah ‘keluarga’ Allah di muka bumi. Keutamaan inilah yang mendorong Rasul memuliakan para sahabat penghafal Alquran. Ketika Perang Uhud meletus, tak sedikit sahabat yang gugur dalam pertarungan itu.

Rasul selalu mendahulukan para penghafal Alquran untuk dimakamkan lebih dulu. “Manakah di antara mereka yang hafal Alquran?” demikian  jawaban Rasul atas pertanyaan sahabat.

Semasa Rasul hidup, gairah menghafal Alquran di kalangan sahabat sangatlah tinggi. Tak terkecuali para pemuda. Ada sederet nama kawula muda ketika itu yang menghafal Alquran, seperti Amar bin Salamah, al-Barra’ bin ‘Azib, dan Zaid bin Haritsah. Sahabat Zaid bin Tsabit yang berusia belia saat itu bahkan masuk ke dalam daftar sahabat pencatat wahyu. Pada masa Khalifah Abu Bakar, Zaid dilibatkan pula dalam kodifikasi Alquran.

Akan tetapi, terdapat poin penting yang mesti ditekankan oleh para penghafal Alquran. Mereka mesti mengikuti sejumlah aturan dan etika agar proses menghafal mendapatkan keberkahan dari-Nya. Syekh Qahthan Birqadar memaparkan sejumlah fondasi dasar yang harus diperkokoh oleh para penghafal Alquran.

Paling utama ialah meluruskan niat. Jadikan motivasi satu-satunya menghafal Alquran, yakni mendapatkan keridhaan-Nya. Bukan berorientasi pada ketenaran, popularitas, yang berkelindan dengan melimpah ruahnya materi.

“Niat duniawi tak akan berbuah manis,” tulisnya. Lihatlah, kisah yang tertuang di hadis riwayat Muslim. Mereka yang belajar dan mengajarkan Kitab Samawi itu harus menerima siksa lantaran tujuannya hanya ingin dielu-elukan manusia.

Syekh Qahthan mengingatkan agar menyempurnakan proyek hafalan itu dengan praktik dan pengalaman Alquran. Amalkan ajaran, nilai, dan etika yang terkandung di dalamnya. Jadilah hafiz yang pionir dan selalu terdepan soal akhlak dan moralitas. Tetap tawadhu dan tidak sombong di hadapan orang  lain. Ingatlah, Alquran akan menjadi saksi kita kelak di akhirat. “Alquran adalah saksi atas kebaikan atau keburukanmu,” sabda Rasul dalam hadis Muslim.

Dan, tetaplah konsisten mengulang-ulang hafalan (muraja’ah). Ini agar anugerah berupa hafalan yang diberikan oleh Allah tidak sirna begitu saja. Proses mengulang dan menjaga hafalan justru lebih berat dibandingkan menghafal. Sebuah hadis riwayat Bukhari Muslim menyatakan hal itu. Rasul pernah menyerukan agar tetap menjaga hafalan Alquran.

“Memelihara hafalan lebih berat ketimbang mengikat seekor unta,” titah Nabi.

Ada banyak media yang bisa dilakukan untuk proses muraja’ah. Mulai dari menjadi imam shalat, mendengarkan tilawah melalui MP3, saling bertukar bacaan, dan sebagainya. Tentu, ini akan lebih utama dan ditekankan dengan bimbingan guru yang berkompeten.

(Santri Tv/Rafi)

Pendaftaran Siswa Baru Pesantren Darunnajah