Search
Close this search box.

Seputar Muhammad Bin Abdul Wahhab

blank

Muhammad Bin Abdul Wahhab menamakan gerakan dakwahnya dengan dakwah salafiyah. Akan tetapi orang-orang kafir orientalis memberikan label wahabi sebagai propaganda stigmatisasi gerakan dakwah ini. Yang disayangkan sebagian umat Islam yang tidak tahu apa-apa justru mengikutinya. Padahal nama yang benar bagi gerakan dakwah ini adalah dakwah salafiyah.

Madzhab kami di dalam ushuluddin (aqidah) adalah madzhab aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Dan jalan kami adalah jalan salaf (orang-orang terdahulu). Jalan yang paling selamat, paling ilmiah dan paling sesuai dengan Islam.Berbeda dengan jalan khalaf (orang-orang belakangan).

Muhammad Bin Abdul Wahhab menjelaskan hakikat dakwahnya dan berkata, “Sesungguhnya aku telah diberikan petunjuk oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, agama yang lurus. Dan saya bukanlah orang yang musyrik. Dan alhamdulillah saya tidak mengajak kepada madzhab sufi, madzhab faqih, ahlul kalam (filsafat), ataupun menyeru kepada salah seorang imam seperti Ibnu Qayyim Al Jauzi, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, atau yang lainnya. Akan tetapi aku mengajak kepada Allah SWT saja, tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku menyeru kepada sunnah Rasulullah SAW (apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW).

Aqidah Muhammad Bin Abdul Wahhab

Ia selalu menjelaskan aqidahnya didalam buku-buku dan surat-surat yang ditulisnya. Muhammad Bin Abdul Wahhab berkata, “Aku mempersaksikan kepada Allah SWT dan para malaikat yang sedang menyaksikanku bahwasanya aku beraqidah dengan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Yaitu beriman kepada Allah, dan berima kepada malaikat, dan beriman kepada kitab-kitab Allah, dan beriman kepada Rasul-rasul Allah, dan beriman kepada kebangkitan setelah mati, dan beriman kepada Qadar baik dan buruk.”

1. Sifat Allah

Diantara iman kepada Allah adalah: Beriman terhadap apa yang dengannya Allah mensifati diriNya didalam Al Quran melalui lisan Rasulullah SAW. Tanpa tahrif (merubah-rubah sifat tersebut), tanpa ta’thil (meniadakan sifat tersebut), tanpa takyif (mereka-reka sifat tersebut), dan tanpa tamtsil (menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk). Akan tetapi meyakini bahwasanya Allah SWT tidak ada sesuatupun yang setara denganNya (laisa kamitslihi syai’un). Maka tidak boleh menafikan/meniadakan sifat yang dengannya Allah mensifati diriNya. Karena Allah SWT adalah Yang Maha Tahu tentang diriNya dan Yang Maha Tahu tentang yang selainNya (makhluk), dan Yang paling benar perkataanNya, dan paling baik perkataanNya, maka Allah SWT mensucikan diriNya dari sifat-sifat yang disifatkan oleh makhluk padaNya. Mereka adalah ahlu takyif dan ahlu tamtsil. Yaitu orang-orang yang mereka-reka sifat Allah dan menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Ada juga mereka yang ahlu tahrif dan ahlu ta’thil. Yaitu orang-orang yang menafikan/meniadakan sifat Allah SWT. Maka Abdullah Bin Abdul Wahhab mengatakan kepada mereka firman Allah SWT

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ 

“Maha suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan.” (QS Asshoffat: 180)

2. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah bersifat wasath (tengah)

Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah kelompok yang selamat, dari tujuh puluh sekian kelompok yang akan muncul di akhir zaman seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Maka kelompok Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ini bersifat tengah dalam beberapa hal:

  • Dalam hal af’alullah ta’ala (perbuatan Allah SWT) Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berada di tengah-tengah antara faham Qadariyah dan faham Jabariyah.
  • Dalam hal wa’iidullah (ancaman Allah) Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berada di tengah-tengah antara faham murji’ah dan faham wa’iidiyah
  • Dalam hal iman dan agama. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berada di tengah-tengah antara faham al hururiyah dan mu’tazilah di satu sisi dan faham murji’ah dan jahmiyah di sisi lain.
  • Dalam hal sahabat Raulullah SAW. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berada di tengah-tengah antara faham rafidhah/rawafidh dan faham khawarij.

3. Mengenai Al Quran

Muhammad Bin Abdul Wahhab meyakini bahwasanya Al Quran adalah

  • Kalamullah (perkataan Allah),
  • Munazzal (diturunkan),
  • Ghairo makhluqin (bukan makhluk),
  • Minhu bada a (berasal dari Allah SWT,
  • Wa ilaihi ya’ud (dan kepadaNya kembali),
  • Takallama bihi haqiqatan (Allah mengatakannya dengan perkataan yang sebenarnya)
  • Diturunkan kepada Muhammad SAW hamba Allah dan RasulNya

4. Mengenai Qadar

Allah SWT fa’aalun lima yuriid (Maha Melakukan apa yang diinginkanNya) dan sesuatu tidak akan terjadi kecuali dengan iradatullah (keinginan Allah), dan tidak ada sesuatu yang bisa keluar daripada kehendak Allah SWT, dan tidak ada sesuatu pun di semesta ini yang keluar daripada qudratullah (kekuasaan Allah), dan tidak berjalan sesuatupun kecuali dengan pengaturan Allah, dan tidak ada seorangpun yang mampu melampaui Qadar yang telah ditetapkan batasannya oleh Allah SWT. Dan tidak ada seorangpun yang mampu melampaui apa yang tertulis baginya di lauh mahfudz.

5. Mengenai Al Ba’tsu Wal Hisab (Kebangkitan dan Perhitungan)

Aku beriman terhadap semua yang disampaikan oleh Rasulullah SAW mengenai apa yang akan terjadi setelah mati. Aku beriman dengan siksa kubur, kenikmatan kubur, dikembalikannya ruh ke dalam jasad, berdirinya manusia menghadap Tuhan alam semesta dalam keadaan tak berpakaian dan matahari dekat dengan mereka, mizan (timbangan amal perbuatan manusia) ditegakkan, lalu manusia ada yang mengambil kitab catatan perbuatannya dengan tangan kanan dan ada pula yang dengan tangan kiri.

6. Mengenai haudh wa syafa’ah (telaga Rasulullah SAW dan syafaatnya)

Aku beriman terhadap telaga Rasulullah SAW, airnya lebih putih daripada air susu, lebih manis daripada air madu, dan luasnya adalah seluas bintang yang ada di langit, barangsiapa yang minum dari padanya walau hanya seteguk maka ia tidak akan merasa haus setelah itu untuk selamanya.

Dan saya juga beriman terhadap syafa’at Nabi Muhammad SAW, beliaulah yang pertama kali diberi syafaat dan yang pertama kali memberi syafa’at. Maka orang tidak ada orang yang mngingkari syafa’at Rasulullah SAW pada hari kiamat kecuali ahli bid’ah (pelaku bid’ah) dan ahli dhalal (orang yang tersesat). Syafaat ini tidak bisa diberikan kecuali setelah mendapatkan izin dan ridha Allah SWT. Allah SWT berfirman:

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ

Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS Al-Anbiya:28)

اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ 

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah:255)

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Dan berapa banyaknya Malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).” (QS. An Najm:26)

Allah SWT tidak meridhai kecuali tauhid, tidak mengizinkan kecuali bagi ahli tauhid. Orang-orang musyrik/ahli syirk (pelaku syirik) tidak berhak mendapatkan syafaat karena mereka tidak bertauhid, maka Allah tidak ridha dan tidak mengizinkan mereka. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ 

Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.” (QS. Al Mudatsir:48)

7. Mengenai shirath (jalan/lintasan sangat tipis yang ditempuh ketika hari kiamat), mengenai syurga dan neraka, dan mengenai melihat Allah SWT

Aku beriman bahwasanya shirath itu terpancang diatas bibir neraka jahannam yang mana manusia melewatinya dengan cara yang sesuai dengan amal perbuatannya. Dan saya beriman bahwasanya syurga dan neraka adalah makhluk, dan bahwasanya syurga dan neraka hari ini adalah ada, dan bahwasanya syurga dan neraka itu tidaklah fana’ (akan menjadi tiada/hilang). Dan aku beriman bahwasanya orang-orang beriman itu akan melihat Allah Tuhan mereka pada hari kiamat nanti, dengan mata mereka, sebagaimana melihat bulan pada malam purnama.

8. Mengenai Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya

Aku beriman bahwasanya Nabi kita Muhammad SAW adalah penutup para Nabi dan para Rasul. Dan tidak sah iman seseorang kecuali dia beriman dengan risalah (kerasulan) Nabi Muhammad SAW dan bersaksi atas kenabiannya. Dan bahwasanya yang terbaik diantara umat Nami Muhammad SAW adalah: Abu Bakar As Shiddiq, Umar Al Faruq, Utsman Dzunnurain, Ali Al Murtadho, Sahabat-sahabat yang dijanjikan masuk syurga, Sahabat-sahabat yang ikut berjihad pada perang Badar, Sahabat-sahabat yang ikut Bai’at Ridwan, dan seluruh sahabat lainnya. Saya menyebutkan kebaikan-kebaikan para sahabat, saya ridha terhadap mereka, saya memohonkan ampunan bagi mereka, menolak kesalahan-kesalahan mereka, dan saya diam terhadap perselisihan yang terjadi diantara mereka. Sya meyakini keutamaan mereka, sebagai pengamalan firman Allah SAW:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr:1)

9. Mengenai karamah para wali

Saya berkeyakinan bahwasanya ummahatul mu’minin (ibu-ibu orang beriman, yaitu istri-istri Rasulullah SAW) adalah suci dari segala kesalahan. Dan saya mengakui adanya karomah dan mukasyafah yang dimiliki oleh para wali. Akan tetapi mereka tidak berhak sedikitpun daripada hak Allah SWT. Dan mereka juga tidaj berhak untuk dimintai apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah SWT.

10. Mengenai laa ukaffiru musliman min dzanbin (tidak mengkafirkan seorang muslim karena suatu dosa yang dilakukannya)

Saya tidak mengkafirkan seorang muslim karena suatu dosa yang dilakukannya. Saya tidak menyatakan bahwa seseorang (muslim) masuk syurga atau masuk neraka. Kecuali siapa yang disebutkan oleh Rasulullah SAW (dia di syurga atau neraka). Akan tetapi aku mengharapkan orang-orang yang berbuat baik agar masuk syurga, dan aku khawatir orang-orang yang berbuat jahat akan masuk neraka. Dan aku tidak mengeluarkan seorang muslim pun dari agama Islam.

11. Mengenai jihad. Saya berpendapat bahwasanya jihad itu terus berlaku bersama semua imam (pemimpin)

Baik itu pemimpin yang baik maupun pemimpin yang tidak baik. Dan shalat jumat dibelakang mereka adalah boleh. Dan jihad berlaku sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW sampai generasi terakhir dari umat Islam memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapuskan oleh siapapun, adil ataupun jahat.

12. Mengenai ketaatan kepada para imam (pemimpin)

Aku berpendapat bahwasanya taat kepada pemimpin umat Islam hukumnya adalah wajib. Baik itu pemimpin yang baik maupun pemimpin yang tidak baik. Selama mereka tidak memerintakan untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Seorang pemimpin yang orang-orang berkumpul kepadanya (dipilih), dan ridha kepadanya, dia memenangkan (meraih dukungan) mereka dengan pedangnya (kekuatannya), lalu menjadi khalifah (pemimpin), maka ia wajib ditaati dan haram hukumnya keluar daripadanya (kepemimpinannya).

13. Mengenai ahlul bid’ah (orang-orang yang mengerjakan bid’ah)

Saya berpendapat bahwasanya orang-orang ahlul bid’ah itu harus dijauhi dan diterangkan kepada mereka mengenai agama yang benar sampai mereka bertaubat. Saya menyimpulkan hukum terhadap mereka dengan melihat dzohirnya (apa yang tampak saja), namun apa yang ada didalam diri mereka maka saya serahkan (urusannya) kepada Allah SWT. Saya berkeyakinan bahawsanya setiap yang baru (yang dibuat-buat) didalam agama adalah merupakan bid’ah.

Tambahan pemakalah:

Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah (Al Quran), dan petunjuk yang paling benar adalah petunjuk Muhammad SAW, dan seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat adalah di neraka”. (HR.Nasa’i)

14. Mengenai iman dan cabang-cabangnya

Aku meyakini bahwasanya iman adalah perkataan dengan lisan, perbuatan dengan tubuh, dan keyakinan dengan hati. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Iman ada tujuh puluh sekian cabang, yang tertinggi adalah bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah SWT dan yang terendah adalah menyingkirkan bahaya dari jalan.

15. Mengenai al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang dari kemunkaran)

Saya berpendapat bahwasanya al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar hukumnya adalah wajib atas orang-orang yang diwajibkan oleh syariat Islam.

16. Mengenai al khair was syarr (kebaikan dan keburukan)

Saya beriman bahwasanya kebaikan dan keburukan itu semuanya adalah dengan kehendak Allah SWT dan tidak bisa terjadi sesuatu pun tanpa kehendak Allah SWT. Seorang hamba tidak mampu untuk menciptakan perbuatannya sendiri. Akan tetapi dia memiliki kemampuan yang ketika dia melakukan suatu perbuatan maka dia mendapatkan pahala atas perbuatan baiknya dan dosa atas perbuatan buruknya.

17. Mengenai hal-hal furu’iyah (selain aqidah)

Kami didalam hal-hal furu’iyah berada didalam madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal. Dan kami tidak mengingkari siapapun yang mengikuti salah satu madzhab imam yang 4 (syafi’i, hanbali, maliki, hanafi). Tidak selain mereka. Karena selain madzhab yang 4 ini tidaklah tepat. Kami tidak madzhab furu’iyah memeriksa seseorang. Kami tidak mendebat seseorang kecuali dalam hal-hal yang kami dapatkan nash (dalil Al Quran atau Hadits) yang bertentangan dengan madzhab salah satu Imam tersebut.

Dasar-Dasar Umum Dakwah Muhammad Bin Abdul Wahab

  1. Tauhid
  2. Memerangi bid’ah dan khurafat
  3. Menghidupkan kewajiban amr ma’ruf nahy munkar
  4. Wajibnya berhukum dengan apa yang Allah SWT turunkan
  5. Menyandarkan dakwah kepada Al Quran dan Al Hadits
  6. Menyatakan bahwasanya pintu ijtihad masih terbuka

Dasar-Dasar Umum Dakwah Muhammad Bin Abdul Wahab

  1. Memerangi bid’ah dan khurafat
  2. Mensucikan aqidah
  3. Meninggikan pemahaman agama Islam
  4. Menegakkan kewajiban Islam dan syariahnya
  5. Menjelaskan yang boleh dilakukan dan yang tidak
  6. Menjelaskan yang halal dan yang haram
  7. Menghapus kebodohan dan membenarkan keyakinan.

Buku-Buku Karangan Muhammad Bin Abdul Wahhab

Diantara kitab-kitab yang pernah dikarang oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab adalah: Kitab Tauhid, Kitab Kasyful Syubhaat, Kitabul Kaba’ir, Kitab Sirah Al Mukhtasharah, Kitab Ushul Ats Tsalatsah Wa Adillatuha, Kitab Ushul Al Iman, Kitab Fadhlul Islam, Kitab Syuruthus Shalah Wa Arkanuha, Kitab Majmu’ul Hadits ‘Ala Abwabil Fiqh, Kitab Mukhtashar Al Kabir Wal Inshaf, Kitab Al Huda An Nabawi, Kitab Masail Al Jahiliyah. Ada juga banyak surat-surat panjang berisi nasihat yang pernah ia kirimkan kepada para penguasa. Surat-surat ini dimuat dalam buku biografinya yang disusun oleh Husain Bin Ghanam, salah seorang murid Muhammad Bin Abdul Wahhab.

Saat ini buku-buku dan tulisan Muhammad Bin Abdul Wahhab sudah banyak didigitalisasi kedalam bentuk ebook (buku elektronik). Buku-buku ini bisa didownload gratis di internet. Salah satunya adalah “Ensiklopedi Buku-Buku Muhammad Bin Abdul Wahhab”, ensiklopedi berbahasa arab ini bisa didownload di

Biografi Muhammad Bin Abdul Wahhab

Nama lengkapnya Muhammad Bin Abdul Wahhab Bin Sulaiman Bin Ali Bin Muhammad Bin Ahmad Bin Rasyid Bin Barid Bin Musyrif At Tamimi. Dilahirkan pada tahun 1115 Hijriyah (1703 Masehi). Dan wafat pada bulan Syawal 1206 Hijtiyah di usianya yang ke 91 tahun.

Kakeknya (Sulaiman Bin Ali) adalah seorang ahli fiqh yang menjadi rujukan masyarakat, pelajar dan ulama pada masanya. Demikian pula dengan ayahnya (Abdul Wahhab Bin Sulaiman) mengajar tafsir, hadits dan ilmu-ilmu lain. Disamping itu ia juga menjadi hakim.

Muhammad Bin Abdul Wahhab tumbuh dalam lingkungan ilmiah di keluarganya. Ia adalah seorang yang cerdas, fasih dan memiliki kemampuan menghafal yang cepat. Bahkan Muhammad Bin Abdul Wahhab kecil sudah hafal Al Quran sebelum usianya 10 tahun.

Ia besar di Uyainah, Najed. Lalu selanjutnya pergi menuntut ilmu ke beberapa tempat dan berdakwah. Pertama ia pergi ke Hijaz (kawasan Makkah Madinah) untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu pada ulama-ulama besar yang ada disana. Lalu ia pulang ke Najed dan meneruskan belajar dari ayahnya yang juga seorang ahli agama.

Setelah itu ia pergi ke Bashrah belajar disana dan juga berdakwah. Ia mendapati orang syiah mensucikan kuburan dan para wali, maka Muhammad Bin Abdul Wahhab pun berdakwah kepada mereka. Namun ia justru dimusuhi dan diancam untuk dibunuh. Akhirnya ia terpaksa meninggalkan Bashrah untuk menyelamatkan diri, menuju daerah Zubair. Tanpa bekal dan kendaraan, sendiri berjalan kaki, haus dan lapar. Di jalan ia ditolong oleh seseorang yang ditemuinya.

Pada saat itu ia mendapat kabar bahwa orangtuanya sudah pindah dari Najed ke Hiraimila, maka ia pun pergi ke Huraimila menyusul orangtuanya. Di Huraimila ia tinggal sekitar 15 tahun. Masa-masa ini menjadi masa persiapan gerakan besar dakwah yang dilakukannya. Orang-orang datang berduyun-duyun menyambut dakwahnya. Mereka menghadiri majlisnya dan mendengarkan nasihat-nasihat yang diberikan. Ia juga menulis surat kepada para pembesar dan pejabat, memberi nasihat-nasihat kepada mereka agar berbuat adil dan menegakkan tauhid. Di Huraimila terdapat golongan orang yang suka berbuat dzalim, maka Muhammad Bin Abdul Wahhab pun menasihati mereka. Namun mereka justru marah dan ingin membunuhnya. Akhirnya ia pergi dari Huraimila ke Uyainah, tempatnya dibesarkan.

Di Uyainah ia disambut dengan hangat dan baik sekali oleh Utsman bin Mu’mir pemimpin Uyainah. Utsman bin Mu’mir membaiatnya dan berjanji untuk mendukung, menolong, dan menegakkan dakwah tauhid dan syariah Islam. Mereka pun berkerjasama di dalam berdakwah. Diantara kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab disana adalah: Mengajak masyarakat untuk shalat berjamaah, melaksanakan hukum rajam atas pezina, menebang pohon-pohon yang dikeramatkan oleh orang-orang, dan menghancurkan kubah-kubah (yang dibangun diatas kuburan) yang dikeramatkan. Namun rupanya dakwah ini tidak disukai oleh sebagian orang, sehingga terpaksa ia pun harus meninggalkan Uyainah dan pergi ke Dir’iyah demi menyelamatkan dakwahnya.

Ia memilih Dir’iyah sebagai daerah yang dituju karena banyak pengikutnya yang berasal dari sana. Juga karena ia tahu bahwa penguasa Dir’iyah saat itu adalah seorang muslim yang kuat, baik dan taat beragama, namanya Muhammad bin Saud.

Muhammad Bin Abdul Wahhab disambut hangat disana, bahkan penguasa Dir’iyah Muhammad bin Saud sendiri yang datang menemuinya untuk menyambut kedatangannya dan berbai’at (janji setia) kepadanya. Lalu mereka berdua sepakat untuk saling setia mendukung dan membela satu sama lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1157 Hijriyah (1746 Masehi). Inilah yang menjadi awal mula berdirinya kerajaan Saudi Arabia. Tidak lama setelah peristiwa ini orang-orang datang berduyun-duyun dari mana-mana menemui Muhammad Bin Abdul Wahhab untuk berbai’at kepadanya. Daerah Dir’iyah yang sedang dilanda krisis pada saat itu seketika maju pesat menjadi pusat agama dan politik. Sampai seterusnya ia bekerjasama dengan raja-raja keturunan Muhammad bin Saud didalam berdakwah.

Diantara kegiatan dakwah yang dilakukan Muhammad Bin Abdul Wahhab di Dir’iyah adalah mengajar tauhid dan mengirim surat berisi nasihat kepada para penguasa. Ia juga menyeru para pengikutnya untuk berjihad melawan para musuh dakwah yang terus saja memusuhi. Perang terjadi sejak tahun 1159 Hijriyah dan terus berlanjut perang demi perang meski Muhammad Bin Abdul Wahhab sudah meninggal.

Kondisi Di Dunia Islam Pada Masa Munculnya Dakwah Muhammad Bin Abdul Wahhab

Dakwah Ishlahiyah yang dilakukan oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab bermula pada awal abad ke 12 hijriyah (18 masehi). Ketika gerakan dakwah ini muncul, dunia Islam sedang mengalami kemerosotan di banyak bidang. Pemikiran, aqidah, politik, sosial, akhlak dll.

Syirik dan bid’ah tumbuh subur dimana-mana. Orang-orang juga menjadikan tasawuf sebagai dasar agamanya. Tauhid dan kemurnian agama pun sudah banyak dilupakan. Hal ini terjadi di sebagian besar dunia Islam pada saat itu.

Contoh dari syirik dan bid’ah yang terjadi bisa dilihat pada apa yang ditulis oleh para penulis pada saat itu. Diantaranya adalah apa yang ditulis oleh Syar’roni dalam bukunya “At Thabaqat Al Kubra” bahwasanya Allah menugaskan seorang malaikat di kuburan setiap wali untuk mengabulkan permintaan setiap orang yang datang meminta kepada wali yang sudah meninggal tersebut.

Di kawasan Hijaz hal yang sama juga terjadi, orang-orang berdoa apa saja di kuburan. Diantaranya adalah di kuburan Khadijah dan kubah (yang dibangun diatas kuburan) Abi Thalib. Begitu pula di Yaman, Syam, Iraq, Damaskus, bahkan juga Makkah dan Madinah. Kuburan-kuburan didatangi oleh orang-orang lalu mereka meminta tolong kepadanya agar dipenuhi hajat keperluannya dan dihindarkan dari musibah. Kerusakan-kerusakan ini masih ditambah parah lagi dengan bermunculannya ulama-ulama buruk yang mengarang buku-buku untuk masyarakat umum menerangkan tentang tata cara berhaji di kuburan dan melakukan ritual sesat disana. Juga apa yang dilakukan oleh syi’ah dalam memperingati syahidnya Ali bin Abi Thalib di Najef dan Husain di Karbela.

Gambaran mengenai kerusakan serius yang terjadi di dunia Islam pada saat itu diungkapkan oleh seorang penulis berkebangsaan Amerika, Lutrub Studard. Dia berkata: Pada abad ke 18 (masehi) dunia Islam berada didalam kejatuhan yang paling rendah, kehinaan dan kemerosotan sampai batas terendah. Pada saat itu tersebar kerusakan akhlak dan adab, mengikuti hawa nafsu dan syahwat. Tauhid (mengesakan Tuhan) yang diajarkan oleh Rasul telah tertutup terselimuti tabir khurafat dan kulit tasawuf.

Pada masa itu Islam semakin asing di kalangan kaum muslimin sendiri. Dasar-dasar agama hancur, dan perbuatan orang jahiliyah terjadi pada khalayak umum.*

*) Sumber:
DR. Sulaiman Bin Abdurrahman Al Haqil, Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Hakikat Dakwahnya. Cetakan Kedua. Riyadh. 2001

Pendaftaran Siswa Baru Pesantren Darunnajah