Bulan Muharram di Indonesia identik dengan kegiatan santunan anak-anak yatim, khususnya pada hari Asyura, atau hari kesepuluh dalam bulan Muharram. Terlepas dari tradisi tersebut, terdapat kemuliaan yang besar bagi orang yang memuliakan anak yatim. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallalm :
Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim. Dan alangkah baiknya jika amalan ini dilakukan sepanjang waktu, tidak terbatasa pada bulan Muharram.
Terhadap anak yatim, kita harus bersikap baik. Jangan memandang sebelah mata atau menghardiknya. Apalagi sampai memakan harta anak yatim, karena Allah akan memberikannya azab yang sangat pedih. Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa’ ayat 10).
Tradisi menyantuni anak yatim di bulan Muharram muncul karena memang banyak hadits-hadits yang dikenal oleh orang kebanyakan perihal fadhilah menyantuni anak yatim di tanggal 10 Muharram. Karena banyaknya yang menyantuni seakan tanggal 10 Muharram ini jadi bulan “untung”nya anak yatim sehingga banyak orang menyebutnya “lebaran”, mengingat makna lebaran adalah hari bersenang-senang.
Begitu juga di tanggal ini, anak yatim sedang senang-senangnya karena banyak yang sayang.
Diantara hadits tersebut ialah :
من مسح يده على رأس يتيم يوم عاشوراء رفع الله تعالى بكل شعرة درجة
“Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat“.
Hadits di atas adalah hadits dha’if jiddan (lemah sekali) bahkan sampai maudhu’ (palsu), sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk permasalahan tersebut. Oleh karenanya tidak ada “lebaran anak yatim” dalam islam, yang ada adalah lebaran Idul Fithri dan Idul Adha.
Islam menganjurkan untuk menyantuni dan menyayangi anak yatim secara umum dan tidak dikhususkan pada waktu tertentu.