Jangan Menunggu Sampai Harus Diamputasi!.
Sudah menjadi sebuah aksioma bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun jangan juga menjadikan sebuah kesalahan sebagai kelumrahan.
Manusia memang diharuskan terus-menerus memperbaiki diri karena manusia bukan Malaikat yang sempurna dengan ketaatan dan bukan pula Iblis yang sempurna dalam kemaksiatan.
Orang yang baik bukanlah orang yang tidak pernah bersalah, karena memang tidak ada orang yang terbebas dari khilaf dan dosa (ma’shum) kecuali Rasulullah Muhammad SAW.
Setiap orang berpotensi melakukan kesalahan, hanya kadar dan frekuensinya yang berbeda. Maka sebaik-baik orang yang salah adalah yang mau bertaubat memperbaiki kesalahannya.
Adakalanya seseorang tidak mau dan mampu melihat kesalahan dirinya sendiri. Baginya Gajah di pelupuk mata tidak terlihat namun justru semut di seberang lautan jelas kelihatan.
Oleh karenanya diperlukan teguran, nasehat, kritikan bahkan kecaman dari orang lain agar orang yang bersalah tersebut sadar diri.
Nasehat, teguran, kritikan dan sebahainya laksana obat merah bagi tubuh yang luka. Tentu saja sangat perih rasanya ketika bagian luka itu terkena obat merah, namun dengan kesabaran serta ketahanan maka luka tersebut akan segera sembuh dan kering.
Lain halnya jika orang yang terluka itu tidak mau merasakan perihnya obat merah. Memang untuk sementara ia terbebas dari keperihan itu, namun ketika lukanya semakin parah maka tidak ada opsi lain kecuali harus diamputasi yang lebih menyakitkan rasanya dibanding perihnya obat merah.
Semoga kita mau dan mampu menjadi pribadi yang terbuka dengan kritikan (open minded). Bukankah tidak ada Gading yang tak retak?, even the best can be improved.
Di bawah rintikan hujan malam, Bogor Barat Ahad, 2 Dzulhijjah 1437 H / 4 September 2016. (mr. mim).