Memaknai Hikmah dan Keutamaan Idul Adha

Memaknai Hikmah dan Keutamaan Idul Adha

Segenap puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan kita selaku umatnya.

Saat Idul Adha tiba, nuansa religius semakin terasa di tengah masyarakat. Umat Islam berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan shalat Id, berkurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mempererat tali silaturahmi antar sesama. Momen yang datang setahun sekali ini sarat akan makna dan hikmah yang mendalam.

Tulisan ini membahas tentang makna Hari Raya Idul Adha, keutamaan berkurban, hikmah kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, serta pelajaran penting lainnya dari ibadah kurban.

Berikut uraiannya:

Apa makna Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam?

Idul Adha berarti “Hari Raya Kurban”. Sesuai namanya, Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban yang dilaksanakan pada tanggal 10-13 Dzulhijjah. Namun lebih dari itu, Idul Adha merupakan momen introspeksi diri untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT.

Idul Adha mengingatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS. Dengan penuh ketaatan, Nabi Ibrahim dan Ismail rela berkorban demi menjalankan perintah Allah. Sungguh sikap yang patut diteladani oleh setiap Muslim.

Bagaimana keutamaan berkurban di hari Idul Adha?

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang anak Adam mengerjakan suatu amalan pada hari nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah melebihi mengalirkan darah (hewan kurban), sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat lengkap dengan tanduk-tanduk, kuku-kuku, dan bulu-bulunya, dan sesungguhnya darah kurban itu akan jatuh dari Allah di suatu tempat sebelum mengalir ke tanah, maka lapangkanlah jiwamu dengannya.”

(HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani dalam Sahih Jami’ At-Tirmidzi no. 1498)

Hadits di atas menunjukkan betapa agungnya ibadah kurban di sisi Allah SWT. Pahala berkurban langsung diterima di sisi Allah bahkan sebelum darahnya jatuh ke tanah. Berkurban menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah dan meraih ridha-Nya.

Apa hikmah dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dalam konteks Idul Adha?

Kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS yang bersedia menjalankan perintah Allah SWT untuk berkurban merupakan teladan agung tentang makna pengorbanan. Hal ini diabadikan dalam Al-Qur’an, Surah Ash-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Ayat ini mengajarkan bahwa ketaatan kepada Allah SWT haruslah mutlak, melebihi kecintaan dan ketergantungan kita pada apapun di dunia. Nabi Ibrahim dan Ismail rela mengorbankan apa yang paling disayangi demi menjalankan perintah Allah.

Bagaimana kita dapat meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail?

Sebagai umat Islam, kita patut mencontoh ketaatan, keikhlasan, dan tawakal Nabi Ibrahim dan Ismail. Ketika diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang amat berat, keduanya tetap teguh dan tunduk pada perintah-Nya.

Di masa kini, kita dapat mewujudkan semangat pengorbanan dengan mengutamakan apa yang Allah perintahkan dan ridhai di atas kepentingan pribadi. Misalnya dengan mendahulukan kewajiban shalat dibanding kesibukan lainnya, membayar zakat dan bersedekah meskipun kondisi keuangan terbatas.

Apa pesan moral dari peristiwa penyembelihan Ismail oleh Nabi Ibrahim?

Kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih Ismail mengandung pesan bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia di mata Allah. Ketika Nabi Ibrahim dan Ismail membuktikan totalitas ketaatan mereka, Allah menggantinya dengan seekor domba sebagai tebusan.

Peristiwa ini memberi hikmah bahwa di balik setiap pengorbanan, Allah menyiapkan ganjaran terbaik bagi hamba-Nya. Tidak akan berkurang harta seseorang karena bersedekah, tidak akan hina orang yang merendahkan diri karena Allah. Allah akan mengganti setiap kebaikan dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Mengapa ibadah kurban disyariatkan dalam Islam?

Selain mengambil teladan dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kita berkurban untuk meraih pahala, mendekatkan diri kepada Allah, dan berbagi dengan sesama. Terdapat banyak hikmah disyariatkannya ibadah kurban, antara lain:

  1. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
  2. Menumbuhkan kepedulian sosial dengan berbagi daging kurban
  3. Membersihkan harta dengan bersedekah
  4. Mengikis sifat kikir dan tamak
  5. Simbol kepasrahan total atas perintah Allah

Allah SWT berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu…” (QS. Al-Hajj: 37)

Jadi, Allah tidak membutuhkan daging dan darah hewan kurban. Namun yang Dia inginkan adalah ketakwaan dari hamba-hamba-Nya. Berkurban menjadi sarana latihan dan bukti ketakwaan seorang Muslim.

Foto: Hewan qurban para santri Darunnajah 2 Cipining. (2024)

Apa saja syarat hewan yang bisa dijadikan kurban?

Hewan yang hendak dikurbankan harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Cukup umur. Minimal domba berumur setahun, kambing dua tahun, sapi dua tahun, dan unta lima tahun.
  2. Sehat. Dianjurkan memilih hewan yang sehat dan gemuk.
  3. Tidak cacat. Misalnya buta, pincang, sangat kurus, sakit, dan sebagainya.
  4. Milik yang berkurban atau yang diizinkan pemiliknya.

Apa filosofi pembagian daging kurban menjadi tiga bagian?

Ketika sudah disembelih, daging kurban dibagi menjadi tiga bagian:

  1. Sepertiga untuk dikonsumsi oleh yang berkurban dan keluarganya.
  2. Sepertiga untuk dibagikan kepada kerabat dan tetangga.
  3. Sepertiga untuk fakir miskin.

Pembagian ini mengandung filosofi keseimbangan antara memenuhi kebutuhan pribadi, mempererat silaturahmi, dan berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Inilah wujud harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.

Bagaimana kurban dapat meningkatkan kepedulian sosial antar sesama?

Kurban dapat menjadi solusi mengatasi kesenjangan sosial. Saat berkurban, setiap Muslim “dipaksa” untuk menyisihkan sebagian hartanya dengan menyembelih hewan ternak untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Melalui pemberian daging kurban, masyarakat miskin turut merasakan kebahagiaan Idul Adha. Dengan saling berbagi daging kurban, ikatan persaudaraan pun semakin erat. Perbedaan status sosial seolah sirna karena semua menikmati daging kurban dari hewan yang sama.

Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk berbagi daging kurban, sebagaimana dalam hadits berikut:

عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا

Dari Salman bin Amir Adh-Dhabbi, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kalian berkurban, maka janganlah ada yang tersisa di rumahnya dari (daging) kurban itu setelah tiga hari”. Ketika datang tahun berikutnya, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita melakukan seperti yang telah kita lakukan tahun lalu?” Beliau bersabda, “Makanlah, berilah makan orang lain, dan simpanlah. Sesungguhnya pada tahun lalu orang-orang sedang mengalami kesulitan, maka aku ingin kalian membantu mereka.”

(HR. Muslim no. 1974)

Hadits ini mengajarkan kita untuk mendistribusikan daging kurban terutama kepada fakir miskin. Kita boleh menyimpan daging kurban lebih dari 3 hari selama daging tersebut masih baik.

Apa keutamaan berpuasa di hari Arafah sebelum Idul Adha?

Selain berkurban, amalan sunnah yang sangat dianjurkan menjelang Idul Adha adalah berpuasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اْلَنْصَارِىِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

Dari Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari Arafah. Maka beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”

(HR. Muslim no. 1162)

Bagaimana kurban dapat memupuk rasa persaudaraan dalam masyarakat?

Dengan berkurban dan berbagi daging kurban, rasa persaudaraan dalam masyarakat akan semakin terjalin erat. Yang miskin berbahagia menerima daging kurban, yang berkecukupan juga berbahagia bisa berbagi. Perbedaan status sosial nampak tak berjarak.

Inilah salah satu keindahan ajaran Islam, yang tidak hanya mementingkan ibadah vertikal kepada Allah, namun juga ibadah horizontal terhadap sesama. Islam mendorong umatnya untuk memiliki kepedulian sosial yang tinggi, bukan hidup individualistis yang abai terhadap nasib saudara seiman.

Bagaimana memupuk keikhlasan dalam beribadah dan berkorban di jalan Allah SWT?

Keikhlasan adalah ruh dari setiap ibadah. Allah hanya menerima amal yang dilakukan secara ikhlas, bukan karena riya’ atau sum’ah. Maka, dalam berkurban pun kita perlu memupuk keikhlasan, antara lain dengan cara:

  1. Meluruskan niat hanya karena Allah, bukan untuk mendapat pujian manusia
  2. Memilih hewan kurban terbaik yang kita mampu, bukan hewan yang murah atau cacat
  3. Tidak menyebut-nyebut kebaikan kita dalam berkurban, untuk menghindari riya’
  4. Meniatkan kurban sebagai bentuk taqarrub kepada Allah dan wujud syukur atas nikmat-Nya

Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (QS. Al-An’am: 162-163)

Penutup

Demikianlah bahasan singkat tentang Idul Adha dan ibadah kurban. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk meningkatkan semangat kita dalam menjalankan ibadah kurban. Mari kita sambut Hari Raya Idul Adha dengan ketaatan, kepasrahan, kepedulian terhadap sesama, dan keikhlasan penuh seperti yang telah ditauladankan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.

Tak lupa, mari perbaiki pula kualitas hati dan amal kita dengan menggali hikmah yang terkandung di balik syariat kurban. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Aamiin.

Bagaimana meraih manfaat maksimal dari Idul Adha?

Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk memaksimalkan manfaat Idul Adha:

  1. Laksanakan shalat Idul Adha berjemaah dengan khusyuk dan khidmat
  2. Perbanyak bersedekah dan berbagi, terutama dengan memberikan daging kurban
  3. Pererat silaturahmi dengan keluarga, tetangga, sahabat, dan saudara seiman
  4. Lakukan introspeksi diri dan tingkatkan kualitas iman dan amal shalih
  5. Istiqamah dalam beribadah bukan hanya di momen Idul Adha, namun terus berlanjut setelahnya.

Selamat Hari Raya Idul Adha. Taqabbalallahu minna wa minkum…

Pendaftaran Santri Baru