Bertempat di masjid Jami’ Darunnajah kampus satu seluruh santriwan dan santriwati berkumpul memperingati Hari Santri Nasional pada Senin, 22 Oktober 2018 dari pukul 16.00 – 17.30 wib. Pertemuan tersebut sekaligus menjadi momentum berdo’a bersama untuk kemajuan dan kesejahteraan Indonesia. Juga buka puasa bersama hari pertama Shoum Ayyaam Biidh, 13 Shafar 1440 H.
Hadir menyampaikan sambutan sekaligus pencerahan kepada para pejuang pencari ilmu Kepala Biro Pengasuhan Santri (BPS) ustadz Muhlisin Ibnu Muhtarom, S.H.I.
Di awal sambutannya, ustadz asal Patean Kendal tersebut mengapresiasi ide peringatan Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor: “Alhamdulillah sore ini kita bisa berkumpul di masjid dalam rangka Hari Santri Nasional. Terimakasih kepada Bagian Pengajaran khususnya dan pengurus OSDC umumnya yang telah menggagas adanya pertemuan ini. Semoga tahun depan bisa diselenggarakan dengan lebih meriah dan baik lagi dengan ada lomba karya ilmiah santri dengan tema besar Hari Santri Nasional!”.
Selanjutnya alumni TMI Darunnajah Cipining angkatan VII/2000 itu menyampaikan kepribadian Santri Sejati yang terangkai dalam kata santri jika ditulis dalam huruf Hijaiyah maka akan termaktub سنتري.
Pertama, sin س yaitu سليم العقيدة bahwa seorang santri harus beraqidah yang benar, kuat dan selamat dari kesyirikan, tahayul, bid’ah dan khurafat.
Kedua, nun ن yakni نور الأمة bahwa santri harus menjadi dai yang memberikan cahaya kebenaran kepada dirinya, keluarganya hingga seluruh umat manusia di dunia nan fana ini.
Ketiga, ta ت yaitu تارك المعصية yang bermaksud seorang santri harus terus berupaya untuk mau dan mampu meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, baik dhahir maupun batin.
Keempat ra ر yaitu راج بلقاء الله bahwa seorang santri dengan upaya beraqidah yang benar, terus menjadi dai dan menjauhi kemaksiatan maka layak ‘berharap berjumpa dengan Allah SWT nan Maha Mulia tanpa hijab’. Hal mana kenikmatan memandang wajah Allah SWT mengalahkan kenikmatan surga dam seisinya.
Kelima ya ي yaitu يقين بهذه القضية bahwa seorang santri wajib menyakini empat hal tersebut dan terus berjuang mendapatkannya.
Selain menjelaskan kepribadian Santri Sejati, ustadz Muhlisin juga mengutip bahwa santri bukanlah teroris tetapi aktifis nan romantis, bukankah SANTRI itu akronim dari Siap Amankan Negara Tercinta Tepublik IndONEsia?.
Memperkuat uraian sebelumnya bahwa SANTRI juga digambarkan menjadi Suatu ikatan, Andalan umat beriman, Namanya kebanggan, Tidurnya full sunah kenabian, Ramai-ramai di kala makan, Ilmunya dinantikan.
Sebagai penutup, disebutkan beberapa nama kaum santri yang terbukti terus berjuang di NKRI. Pada masa mengusir penjajah kafir terdapat nama seperti Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teungku Umar, Sultan Hasanuddin, Panglima Besar Jendral Kajine Sudirman dan lainya. Pada masa awal kemerdekaan dan perumusan dasar NKRI ikut aktif kaum santri antara lain KH. Agus Salim, KH. Hasyim Asy’ari dan pada masa pembangunan kini kaum santri terus mengabdi kepada ibu pertiwi antara lain Dr. Nur Hidayat Wahid, Prof. Dr. Din Syamsuddin, (almarhum) KH. Hasyim Muzadi dan sebagainya.
Pendek kata bahwa eksistensi santri dalam NKRI adalah sebuah aksioma yang terang seterang Matahari di siang hari. (wardan/mr. mim).