Search
Close this search box.
KH. Hafidh Makmur, telah kembali

In Memoriam, KH. Hafidh Makmur, Gurunya Guru Kita, Telah Kembali Ke Haribaan ALLÂH SWT

In Memoriam, KH. Hafidh Makmur, Gurunya Guru Kita, Telah Kembali Ke Haribaan ALLÂH SWT

KH. Hafidh Makmur, telah kembali
KH. Hafidh Makmur, telah kembali

Pagi ini, Ahad 19 Januari 2020 M bertepatan dengan 23 Jumadal Ulâ 1441 H sekira pukul 07.30 wib tersebar dengan cepat dan luas an na’yu (berita duka) salah-satu ulama Bogor Barat yakni KH. Hafidh Makmur.

KH. Hafidh Makmur, telah kembali
KH. Hafidh Makmur, telah kembali

Semasa hidupnya, alumni Pondok Modern Darussalam Gontor generasi Abu Sittin (tahun 1960 an) tersebut telah dengan totalitas mendidik dan mengajar di beberapa lembaga pendidikan Islam, antara lain: Pondok Pesantren Darul Rahman Leuwiliang, Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor, dan bahkan menjadi Pimpinan Pondok Pesantren Syahid Pamijahan.

Penulis sangat bersyukur karena berkesempatan mendapat pencerahan langsung pada tahun 1998 di kelas 4 TMI Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor dalam mata pelajaran Mahfudzat.

Setiap masuk kelas, beliau yang baru datang dari rumahnya di Desa Sibanteng sekira 1 jam dari Pesantren memiliki kebiasaan yang khas yakni berdiri di tengah bagian depan para santri kemudian sambil tersenyum mengusap keringat di dahi sembari menjelaskan arti mujahadah/kesungguhan.

Hal unik lainnya adalah seringkali beliau masuk ruang kelas dengan membawa lidi kecil atau batang rumput kecil yang akan digunakan untuk membangunkan santri yang sedang ‘mengukur meja’ alias tidur dengan cara digerak-gerakkan di telinganya. Para santri lain yang tidak tidur akan tersenyum-senyum melihat adegan ini.

Di sela-sela mengajar Falsafah Kehidupan yang termaktub dalam Mahfudzat, seringkali beliau menyampaikan kisah perjuangan dalam tholabul ilmi dan juga pengalaman puluhan tahun dalam mengajar termasuk tercatat  menjadi gurunya Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor, KH. Jamhari Abdul Jalal, Lc di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Ketika beliau tinggal di pesantren maka jelang Shubuh akan keliling membangunkan santri-santri. Waktu itu penulis masih menjadi santri anggota kamar 26 unit 7 dan hampir selalu mendengarkan suara beliau kurang lebih mengatakan: “Ayo anak-anak yang ngaku cinta Rasulullah, bangun…bangun….Sholat….Sholat….!”.

Kenangan lainnya adalah ketika beliau akan menunaikan Ibadah Haji ke Tanah Suci maka digelar dzikir dan penyampaian nasehat di masjid Jami’ yang diikuti seluruh santri.

Jelang Dhuhur siang tadi, penulis bersama rombongan asatidz dan alumni Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor tiba di rumah duka almarhum. Sejenak kami dan tetamu lain membacakan Al Qur’an dan do’a untuk almarhum.

Kemudian Sholat Dhuhur berjama’ah di Masjid Jami’ Nurul Falah Sibanteng di samping rumah duka yang diteruskan Sholat Jenazah dipimpin salah-satu putra almarhum yakni Ustadz Romadhona. Suasana sholat jenazah terasa begitu mendalam ke relung hati dikarenakan terbawa suasana imam yang mengimami dengan segenap perasaan dengan menahan isak tangisan.

Dalam sambutan perwakilan keluarga oleh seorang ustadz tersampaikan antara lain bahwa almarhum merupakan ulama yang berpengaruh di Bogor Barat, aktif di Badan Kerjasama Pondok Pesantren Seluruh Indonesia (BKSPPI) dan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) yang merupakan wadah persaudaraan dan perjuangan alumni Gontor.

Berikutnya, seorang Kiai setempat memimpin do’a dan meminta kesaksian kebaikan oleh para jama’ah untuk almarhum. Ratusan jamaah mengamini doa dengan khusyu’ dan menjawab kesaksian dengan kompak. Terlihat banyak tokoh masyarakat, tokoh agama dan alumni pesantren hadir dalam kesempatan tersebut.

Luar biasa. Ternyata jenazah almarhum telah ditunggu di komplek Pondok Pesantren Darul Rahman Leuwiliang guna disholatkan lagi. Tampak banyak sekali santri, asatidz yang ikut menyolati dipimpin sang kiai.

Selanjutnya almarhum dibawa ke pemakaman di Leuwisadeng untuk disemayamkan. Ustadz Romadhona dan Ustadz Ghufron (putra alamrhum yang juga teman sekelas penulis di Darunnajah Cipining) turun ke liang lahad bersama ustadz H. Trimo Abu Labib dan seorang kiay setempat.

Seusai pemakaman, penulis sempat bertanya kepada ustadz Ghufron:” Berapa usia almarhum?”, dan dijawab:” Pada bulan Maret nanti pas berusia 80 tahun!”.

Kita semua yang mengenal almarhum sepakat dan yakin bahwa beliau termasuk Ahlul Khair, Aaamiin.

اللهم اغفرله وارحمه وعافه واعف عنه.

اللهم اجعل قبره روضة من رياض الجنان ولا تجعل قبره خفرة من خفر النيران، آمين.

Salah-satu santri yang bersaksi atas kebaikan beliau,

Muhlisin Ibnu Muhtarom.

Pendaftaran Siswa Baru Pesantren Darunnajah