Amalan Bulan Rajab Ramai Dibagikan, Tapi Apakah Semua Hadisnya Sahih?

Amalan Bulan Rajab Ramai Dibagikan, Tapi Apakah Semua Hadisnya Sahih?

Auto Draft
Auto Draft

Bulan Rajab sering disebut sebagai bulan istimewa. Setiap memasuki bulan ini, berbagai pesan berisi tentang keutamaan Rajab mulai bermunculan. Mulai dari anjuran puasa khusus, shalat tertentu, hingga janji pahala yang berlipat ganda. Namun, di balik semangat memuliakan Rajab, ada satu fakta penting yang sering luput disadari: tidak semua hadis tentang keutamaan khusus bulan Rajab itu sahih , bahkan sebagian dinilai lemah dan palsu oleh para ulama hadis.

Secara syariat, kemuliaan bulan Rajab memang tidak diragukan lagi. Rajab termasuk salah satu dari empat bulan haram ( asyhurul hurum ) sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 36 bahwa dari dua belas bulan, terdapat empat bulan yang dimuliakan. Para ulama sepakat bahwa empat bulan tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sejak sebelum Islam, bulan-bulan ini sudah dianggap mulia, dan Islam memperkuat kemuliaannya dengan tekanan agar kaum Muslimin lebih menjaga diri dari dosa dan kezaliman.

Namun, persoalan muncul ketika kemuliaan Rajab dikaitkan dengan amalan-amalan khusus yang dinisbatkan langsung kepada Nabi ﷺ tanpa dasar yang kuat. Salah satu hadis yang sangat populer berbunyi, “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Hadis ini sering dikutip dalam ceramah dan pesan berantai, padahal para ulama hadis menegaskan bahwa hadis tersebut tidak sahih . Imam Ibnul Jauzi memasukkannya ke dalam kitab Al-Maudhu’at , sementara Imam As-Suyuthi dan Ibnu Hajar Al-‘Asqalani juga menyatakan tidak ada sanad yang sah untuk hadis ini.

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitab Tabyin al-‘Ajab menjelaskan bahwa tidak terdapat satu pun hadis sahih yang secara khusus menjelaskan keutamaan bulan Rajab , baik tentang puasa tertentu, shalat khusus, maupun keutamaan ibadah tertentu yang hanya ada di bulan ini. Penegasan serupa juga disampaikan oleh Imam An-Nawawi, bahwa tidak ada dalil sahih yang menetapkan ibadah khusus di bulan Rajab yang tidak berlaku pada bulan-bulan lainnya.

Hal ini tidak berarti Rajab adalah bulan yang biasa saja atau tidak memiliki nilai ibadah. Rajab tetap bulan mulia, namun kemegahannya bersifat umum , bukan karena adanya ritual khusus yang ditentukan oleh Nabi ﷺ. Amalan seperti puasa sunnah, shalat sunnah, sedekah, dan memperbanyak istighfar tetap dianjurkan, sebagaimana dianjurkan di bulan-bulan lainnya, tanpa meyakini adanya pahala khusus hanya karena dilakukan di bulan Rajab.

Lalu, mengapa hadis-hadis lemah tentang Rajab begitu banyak tersebar? Salah satu alasannya adalah semangat beribadah yang tidak selalu diiringi dengan pengecekan sumber. Selain itu, Rajab sering dianggap sebagai “pembuka” menuju Ramadhan, sehingga muncul dorongan untuk mengistimewakannya dengan berbagai cara. Ditambah lagi, budaya pesan yang berantai di media sosial membuat hadis tanpa sumber yang jelas cepat menyebar dan dianggap benar.

Para ulama mengingatkan agar kaum Muslimin mengambil sikap bijak dalam memuliakan Rajab. Boleh memperbanyak amal shalih secara umum dan menjadikan Rajab sebagai momentum memperbaiki diri, namun tidak mengutamakan amalan tertentu dengan keyakinan pahala khusus tanpa dalil yang sahih. Imam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa mengkhususkan ibadah pada waktu tertentu tanpa dasar syariat bisa termasuk dalam amalan yang tidak dianjurkan dalam agama.

Pada akhirnya, memuliakan bulan Rajab tidak harus dilakukan dengan amalan yang tidak berdasar. Justru, memuliakan Rajab dengan ilmu, kehati-hatian, dan sikap kritis terhadap sumber ajaran adalah bentuk penghormatan yang paling benar. Karena dalam Islam, ibadah bukan hanya soal semangat, tetapi juga soal kebenaran.

 

 

 

Pendaftaran Santri Baru