Search
Close this search box.

Tausiyah Buya Nasir ttg Kaderisasi

blank

Berikut tausiyah Buya Nastir, salah seorang pejuang Islam Indonesia terkait kaderisasi. Penting utk dihayati oleh segenap masyarakat Darunnajah, termasuk asatidz, santri, walisantri dan stakeholders lainnya, karena sesuai dengan konteks lembaga yg mempunyai visi (tujuan) sebagai lembaga kaderisasi pemimpin ummat.

Tausyiah Buya Natsir tentang Kaderisasi

Bismillahirrahmanirrahiim

Ada satu pepatah yang mengatakan :
”Sesuatu yang bathil tapi teratur rapi, bisa mengalahkan barang yang hak tapi centang perenang”

Zaman terus beredar, babakan pentas bisa beralih, pemainnya bisa berganti. jalan cerita sudah wajar pula menghendaki peralihan babak dan penggantian pemain sesuatu waktu. Memang itulah yang menjadi latar belakang pikiran kita, dalam usaha pembinaan umat yang akan lebih panjang umurnya dari pada usia seseorang pemimpin sesuatu waktu.

Maka yang tidak boleh tidak kita lakukan sebagai suatu “conditiosine quanon”, ialah meletakkan dasar bagi kontinuiteit aqidah dan qaidah, diatas mana khittah harus didasarkan.

Satu-satunya jalan itu, ialah ;

Membimbing dan mempersiapkan tunas-tunas muda dari generasi yang akan menyambung permainan di pentas sejarah.

Mempersiapkan jiwa mereka, melengkapkan pengetahuan dan pengalaman mereka, mencetuskan api cita-cita mereka, menggerakkan dinamik mereka, menghidupkan “zelf – disiplin” mereka yang tumbuh dari Iman dan Taqwa.

Bukanlah itu suatu pekerjaan yang cukup hanya dikerjakan sambil lalu, sekedar pengisi-pengisi waktu yang kebetulan berlebih. Tempo-tempo ini adalah pekerjaan yang “masuk agenda”, yang untuknya harus disediakan waktu, harus dilakukan dengan sadar dan pragmatis.

Dalam rangka ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan;

Apa yang kita lihat dan rasakan dalam “keadaan” sekarang ini, cukuplah kiranya menjadi peringatan bagi kita, betapa pentingnya meletakkan “dasar jiwa” bagi para calon pemimpin umat.

Banyak orang yang tadinya bertolak dari rumah dengan niat dan semboyan hendak menegakkan panji-panji “kalimat ilahi”, akan tetapi lantaran dasar yang tidak kuat ditengah perjalanan, tertempuh jalan yang disebut “tujuan menghalalkan semua cara”.

Lupa mereka bahwa panji-panji Kalimat Allah itu tidak dapat berkibar bila dalam perjalanan dia terus diinjak-injak oleh kaki yang membawanya sendiri.

Diperlukan “opsir lapangan” yang bersedia dan pandai berkecimpung di tengah-tengah umat. Kalaupun dihajatkan sarjana-sarjana, yang diperlukan bukan semata-mata sarjana yang “melek buku” tetapi “buta masyarakat”.

Sedangakan kemahiran membaca “kitab masyarakat” itu tidak dapat diperoleh dalam ruang kuliah dan perpustakaan semata-mata.

Oleh karena itu mereka perlu di-introdusir ke tengah-tengah umat dan turut aktif bersama-sama menghadapi dan mencoba mengatasi persoalan dari kehidupan umat dipelbagai bidang.Sehingga mereka dapat merasakan denyutan jantung umat, dan lambat laun berurat pada hati umat itu.

Makin pagi makin baik ……,

Ini proses sebenarnya yang mestilah ditempuh daripada mengandalkan “salon politik” yang menjadikan pemimpin amateur

Maka ditengah-tengah masyarakat yang hidup itulah dapat berlaku proses “timbang terima” secara berangsur-angsur, antara yang akan pergi dan yang akan menyambung, patah tumbuh hilang berganti. Sebab kesudahannya, yang dapat mencetuskan “api” ialah batu api juga.

Pencapaian yg diharapkan yaitu terbentuknya susunan hidup berjama’ah yang diredhai Allah yang dituntut oleh “syari’at” Islam, sesuai dengan Adat basandi Syara’ dan Syara’ nan basandi Kitabullah. Ini nawaitu kita dari semula. Kita jagalah agar api nawaitu jangan padam atau berubah di tengah jalan.

hidup dan memberi hidup, (ta’awun) bukan falsafah berebut hidup;
tanggung jawab tiap-tiap anggota masyarakat atas kesejahteraan lahir batin dari masyarakat sebagai keseluruhan dan sebaliknya (takaful dan tadhamun);

keragaman dan ketertiban yang bersumber kepada disiplin jiwa dari alam, bukan lantaran penggembalaan dari luar;

ukhuwwah yang ikhlas, bersendikan Iman dan Taqwa ;

keseimbangan (tawazun) antara kecerdasan otak dan kecakapan tangan, antara ketajaman akal dan ketinggian akhlak, antara amal dan ibadah, antara ikhtiar dan do’a;

Ini wijhah yang hendak di tuju.
Ini shibgah yang hendak di pancangkan ;
“rasa berpantang putus asa,
bertawakkal dalam melakukan kewajiban sepenuh hati,
dengan tekad tidak terhenti sebelum sampai,
yang ditujukan kepada keridhaan Allah jua”.

Semoga Bermanfaat !

Pendaftaran Siswa Baru Pesantren Darunnajah